Monday, 7 November 2016

[Resensi] Kisah Tentang Kegalalan dan Usaha untuk Bangkit

Dimuat di Koran Pantura, Senin 3 Oktober 2016


Judul               : Malam-Malam Terang
Penulis             : Tasniem Fauziah Rais & Ridho Rahmadi
Editor              : Donna Wiadjajanto
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, Desember 2015
Halaman          : 256 hlm
ISBN               : 978-602-032-454-8
Peresensi         : Ratnani Latifah, penikmat buku dan literasi alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.


Gagal mendapat nilai yang baik dalam ujian akhir adalah momok bagi para pelajar.  Keberadaanya hanya akan membuat mereka merasa sedih, putus asa bahkan frustasi. Namun, tanpa adanya kegagalan, kita tidak akan pernah tahu bagaimana caranya untuk bangkit dan menjadi pribadi yang lebih sabar dan ulet. Di balik kegagalan akan terdapat keberkahan yang luar biasa. Hanya saja mampukah kita move on dari kegagalan tersebut?

Novel ini menceritakan tentang Tasniem Rais—putri bapak Amien Rais—yang harus menelan pil pahit bahwa nilai ujian akhir sekolah yang diperoleh, tidak sesuai dengan harapannya. Padahal Tasnem bisa dibilang bukanlah siswa yang bodoh. Dia bahkan sering mendapat peringkat satu. Namun kenyataan dia mendapat NEM 44, 73 membuatnya kecewa dan terlukan.

Mimpi yang dimiliki untuk melanjutkan ke SMA 3 sudah pasti gagal.  Tasniem sangat sedih dan mengurung diri di kamar. Perjuangannya selama tiga tahun di sekolah, berbulan-bulan khusus untuk mempersiapkan ujian, hanya ditentukan oleh angka desimal yang didapat dari beberapa jam saja mengerjakan soal ujian. Di mana keadilan? Bukankah belajar adalah proses panjang bukan sesuatu yang dinilai dari satu atau dua jam ujian saja?  (hal. 10)

Mencoba melupakan kesedihan, Tasniem pun memutuskan untuk mengunjungi sang nenek di Solo.  Siapa sangka di sana, dia malah mendapat pencerahan. Kejadian demi kejadian yang  dialami membuka pikirannya.

Globe College of Singapore. Di sanalah akhirnya Tasniem mencoba move on dari kegagalan yang kerap menghantuinya.  Tapi nyatanya di sana dia kembali mengalami kegagalan yang semakin membuat dirinya down. Rasa minder, ketakutan dan kecamuk perasaan menghantui dirinya. Sampai kemudian sebuah nasihat panjang lebar dari sang ayah membuatnya menyadari sesuatu.

“Jadikan kegagalan sebagai sahabat setiamu. Bukan berarti kamu harus selalu gagal, namun ketika kegagalan datang, sambutlah ia sebagai sahabat. Karena kegagalan adalah cermin yang mengingatkan kita untuk berusaha lebih baik. Tanpa cemin itu kita tidak bisa melihat diri sendiri, tidak bisa mengevaluasi diri. Jangan takut gagal, kecuali kamu takut sukses. Sejarah mengatakan, orang-orang sukses selau jatuh-bangun dulu sebelum mencapai puncak idaman” (hal. 66)

Sejak itu, Tasniem pun berusaha bangkit dari keterpurukan. Menghadapi kenyataan dengan lapang dadang dan selalu berpikir positif.  Dia tidak mau diperbudakan ketakutan akan namanya kegagalan. Dia bertekad untuk belajar dengan keras agar bisa membuat orangtuanya bangga. Hanya saja apakah nanti Tasniem berhasil menjadi bintang yang paling terang di gelapnya malam sebagaimana harapannya? Karena sejatinya masih banyak lagi jalan terjal yang harus dihadapi bagi orang-orang yang ingin menggapai mimpi. Selain pertanyaan itu, masih banyak lagi pertanyaan yang pastinya akan membuat penasaran.

Sebuah novel yang sarat makna dan sangat inspiratif. Diceritakan dengan gaya bahasa yang santai dan renyah, membuat novel ini sangat nyaman dibaca. Membaca malam-malam terang membuat kita—khusunya para pelajar—untuk belajar tentang arti kegagalan serta usaha untuk mau bangkit. Hal ini bisa dilihat dari usaha Tasniem dalam berjuang untuk menjadi sosok yang lebik baik setelah berkali-kali mengalami kegagalan. Tasniem dengan tekun belajar tanpa kenal lelah. Dari pengalaman Tasniem itu mengingatkan bahwa sebuah ilmu itu bisa didapat dengan adanya usaha keras yang juga diimbangi dengan doa.

Selain memaparkan kisah perjuangan pelajar yang ingin move on dari kegagalan, novel ini juga memuat pesan-pesan spiritual yang inspiratif.  Ada pula tentang kisah persahabatan Tasniem dengan berbagai teman dari suku bangsa yang berbeda-beda dengan tenggang rasa yang tinggi. Tidak ketinggalan bumbu kisah cinta manis antara Tasniem dan kakak kelasnya. Semua dikemas dengan porsi pas.  Beberapa kesalahan tulis tidak mengurangi keasyikan dalam membaca.

Lebih dari itu, ketika membaca Malam-Malam Terang, kita akan dipertemukan dengan quote-quote keren yang sangat menginspirasi. Dan dari sekian banyak quote yang ada. Quote ini-lah yang paling keren. “Pedang menjadi tajam dan mampu membelah batang pohon karena ditempa terus-menerus dalam panas. Begitu juga untuk para penuntut ilmu”. (hal. 7) Hal ini menunjukkan, bahwa pelajar harus selalu berusaha keras agar bisa seperti pedang yang tajam.

Lalu quote ini  “Musuh terbesar adalah dari diri kita sendiri yang kemudian berwujud aneka bentuknya seperti rasa ingin menyerah, malas, dan sebagainya.” (hal. 201) Quote ini sekolah mengajarkan pada kita  untuk menjadi diri sendiri dan jangan sampai mudah putus asa. Recomended, yang pasti banyak hal yang bisa diteladani dari novel ini.


Srobyong, 28 Juni 2016 

No comments:

Post a Comment