Dimuat di Singgalang, Minggu 6 November 2016 |
Judul : Matahari
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit Pertama : Juli, 2016
Cetakan : Kedua, Agustus 2016
Halaman : 400 hlm
ISBN :
978-602-03-3211-6
Peresensi : Ratnani Latifah. Penikmat buku dan penyuka literasi,
Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
Matahari merupakan buku ketiga dari serial “Bumi”. Tidak seperti buku-buku sebelumnya, pada
serial Bumi, Tere Liye—penulis asal Sumetara ini mengambil genre science fiction.
Sebuah genre tulisan yang bisa dibilang cukup sulit dan menantangan. Karena
sudah pasti harus melakukan riset yang
mendalam dalam berbagai hal. Namun
melihat hasilnya, buku ini luar biasa. Memberi warna pada literasi di Indonesia
dan menunjukkan kepiawaian penulis dalam menulis dengan berbagai genre.
Selain itu, Tere Liye juga dikenal sebagai penulis yang produktif
dalam menghasilkan karya. Pantaslah jika Tere Liye
mendapat penghargaan sebagai Writer of The
Year 2016 pada acara Indonesia
International Book Fair (IIBF) oleh IKAPI—Ikatan Penerbit Indonesia.
Novel ini sendiri, masih mengisahkan
tentang petualangan tiga sahabat—Raib, Ali dan Seli. Jika pada seri pertama dan
kedua mereka mengunjungi Klan Bulan dan Klan Matahari, maka pada seri ini
mereka akan mengunjungi Klan Bintang. Namun yang menjadi pembeda pada seri ini
adalah, perjalanan mereka kali ini tanpa sepengetahuan Miss Selena dan Av.
Sebelum kembali ke Bumi, Av sudah berpesan agar Raib tidak menggunakan ‘buku
kehidupan’ untuk membuka portal apa pun, tanpa sepengetahuanya atau Miss Selena (hal 23).
Raib pada awalnya mengikuti
permintaan Av, namun keteguhannya berubah ketika mendapati Ali menciptaan
sesuatu yang luar biasa—Kapsul Ily yang diset memiliki kekuatan Klan Bulan dan
Matahari. Dan Ali mengatakan bahwa tanpa
buku yang Raib bawa, mereka tetap bisa pergi ke Klan Bintang. Mereka bisa ke
klan itu dengan Ily melalui lorong kuno
karena Klan Bintang berada di perut bumi—yang menurut Seli memiliki magma.
Namun dengan kecerdasan yang
dimiliki, Ali menjelaskan hipotesisnya, “bahwa tidak masalah bagi teknologi
Klan Bintang yang memang paling maju dari klan lain. Lagipula, jika mereka
mengeduk kedalaman tiga ribu kilometer misalnya. Itu tetap masih jauh dengan
inti bumi, masih tiga ribu kilometer lagi. Menurut perhitunganku, penduduk Klan
Bintang awalnya pernah tinggal di permukaan, mungkin pendudukanya campuran dari
tiga klan sekaligus. Kemudian entah dengan alasan apa, mereka pindah ke dalam
sana, membentuk peradaban baru. Mereka membuat lubang menuju perut bumi.”
(hal. 70-71).
Akhirnya pada liburan semester,
mereka memulai petualangan baru yang mendebarkan bersama Ily. Mereka melewati
pengunungan berselitmut kabut, melintasi sungai besar di dataran tinggi lalu
melewati lembah perkebunan luas dengan beberapa perkampungan permai di tengah-tengahnya. (hal 111). Mereka
terlihat menikmati perjalanan seru itu.
Tentu saja perjalanan itu tidak
mulus, ada banyak kejutan yang mereka hadapi untuk sampai di lorong yang menuju
Klan Bintang. Namun pada akhirnya mereka mendarat dengan selamat di tempat yang
dituju. Mereka mendapat sambutan hangat
dari Faar—salah satu penduduk Klan Bintang yang ternyata keturunan Klan Bulan
(hal 172).
Perjalanan yang awalnya mereka kira
menyenangkan ternyata berbuah petaka. Siapa sangka sambutan dari Dewan Kota Zaramaraz berbeda dengan sambutan dari Faar. Raib, Ali
dan Seli dianggap sebagai penganggu dan harus ditangkap. Entah bagaimana
petualangan mereka nantinya. Apakah Av dan Miss Selena akan muncul membantu
..., atau ada kejutan lain yang tidak terduga?
Diceritakan dengan gaya bahasa yang
renyah membuat novel ini nyaman untuk dibaca. Penokohan, serta setting
juga digarap dengan baik dan kuat. Mungkin masalah plotnya saja yang sejak awal
bisa dibaca, karena memiliki pola yang mirip dengan seri sebelumnya. Namun
begitu, novel ini tetap memiliki sisi kejutan di akhir cerita dan itu memberi
kepuasan tersendiri setelah membaca. Beberapa kesalahan kecil dalam masalah
penulisan, meski tidak banyak tapi masih ditemukan.
Lepas dari kekurangannya, novel ini
patut untuk dibaca. Selain menawarkan ilmu pengetahuan yang banyak lewat si
jenius Ali, novel ini juga mengajarkan akan arti persahabatan dan semangat
juang untuk tidak mudah menyerah. “Selalu ada jalan keluar sepanjang kita
terus berpikir positif.” (hal 338).
Srobyong, 1 Oktober 2016
Resensi
ini merupakan resensi versi kedua. Resensi versi pertama bisa dicek di sini (Juara
dua dalam lomba resensi Matahari Tere Liye yang diadakan Gramedia Pustaka Utama)
No comments:
Post a Comment