Wednesday 9 November 2016

[Resensi] Petualangan Tiga Sahabat ke Klan Bintang

Dimuat di Singgalang, Minggu 6 November 2016 

Judul               : Matahari
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Terbit Pertama : Juli, 2016
Cetakan           : Kedua, Agustus 2016
Halaman          : 400 hlm
ISBN               : 978-602-03-3211-6
Peresensi     : Ratnani Latifah. Penikmat buku dan penyuka literasi, Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.


Matahari merupakan buku  ketiga dari serial  “Bumi”. Tidak seperti buku-buku sebelumnya, pada serial Bumi, Tere Liye—penulis asal Sumetara ini mengambil genre science fiction. Sebuah genre tulisan yang bisa dibilang cukup sulit dan menantangan. Karena sudah pasti harus melakukan  riset yang mendalam dalam berbagai hal.  Namun melihat hasilnya, buku ini luar biasa. Memberi warna pada literasi di Indonesia dan menunjukkan kepiawaian penulis dalam menulis dengan berbagai genre.

Selain itu, Tere Liye juga dikenal sebagai penulis yang  produktif  dalam menghasilkan karya.  Pantaslah jika Tere Liye mendapat penghargaan sebagai Writer of The Year 2016 pada  acara Indonesia International Book Fair (IIBF) oleh IKAPI—Ikatan Penerbit Indonesia.

Novel ini sendiri, masih mengisahkan tentang petualangan tiga sahabat—Raib, Ali dan Seli. Jika pada seri pertama dan kedua mereka mengunjungi Klan Bulan dan Klan Matahari, maka pada seri ini mereka akan mengunjungi Klan Bintang.  Namun yang menjadi pembeda pada seri ini adalah, perjalanan mereka kali ini tanpa sepengetahuan Miss Selena dan Av. Sebelum kembali ke Bumi, Av sudah berpesan agar Raib tidak menggunakan ‘buku kehidupan’ untuk membuka portal apa pun,  tanpa sepengetahuanya atau Miss Selena (hal 23).

Raib pada awalnya mengikuti permintaan Av, namun keteguhannya berubah ketika mendapati Ali menciptaan sesuatu yang luar biasa—Kapsul Ily yang diset memiliki kekuatan Klan Bulan dan Matahari.  Dan Ali mengatakan bahwa tanpa buku yang Raib bawa, mereka tetap bisa pergi ke Klan Bintang. Mereka bisa ke klan itu dengan  Ily melalui lorong kuno karena Klan Bintang berada di perut bumi—yang menurut Seli memiliki magma.

Namun dengan kecerdasan yang dimiliki, Ali menjelaskan hipotesisnya, “bahwa tidak masalah bagi teknologi Klan Bintang yang memang paling maju dari klan lain. Lagipula, jika mereka mengeduk kedalaman tiga ribu kilometer misalnya. Itu tetap masih jauh dengan inti bumi, masih tiga ribu kilometer lagi. Menurut perhitunganku, penduduk Klan Bintang awalnya pernah tinggal di permukaan, mungkin pendudukanya campuran dari tiga klan sekaligus. Kemudian entah dengan alasan apa, mereka pindah ke dalam sana, membentuk peradaban baru. Mereka membuat lubang menuju perut bumi.” (hal. 70-71).

Akhirnya pada liburan semester, mereka memulai petualangan baru yang mendebarkan bersama Ily. Mereka melewati pengunungan berselitmut kabut, melintasi sungai besar di dataran tinggi lalu melewati lembah perkebunan luas dengan beberapa perkampungan permai  di tengah-tengahnya. (hal 111). Mereka terlihat menikmati perjalanan seru itu.  

Tentu saja perjalanan itu tidak mulus, ada banyak kejutan yang mereka hadapi untuk sampai di lorong yang menuju Klan Bintang. Namun pada akhirnya mereka mendarat dengan selamat di tempat yang dituju.  Mereka mendapat sambutan hangat dari Faar—salah satu penduduk Klan Bintang yang ternyata keturunan Klan Bulan (hal 172).

Perjalanan yang awalnya mereka kira menyenangkan ternyata berbuah petaka. Siapa sangka sambutan dari  Dewan Kota Zaramaraz  berbeda dengan sambutan dari Faar. Raib, Ali dan Seli dianggap sebagai penganggu dan harus ditangkap. Entah bagaimana petualangan mereka nantinya. Apakah Av dan Miss Selena akan muncul membantu ..., atau ada kejutan lain yang tidak terduga?

Diceritakan dengan gaya bahasa yang renyah membuat novel ini nyaman untuk dibaca. Penokohan, serta setting juga digarap dengan baik dan kuat. Mungkin masalah plotnya saja yang sejak awal bisa dibaca, karena memiliki pola yang mirip dengan seri sebelumnya. Namun begitu, novel ini tetap memiliki sisi kejutan di akhir cerita dan itu memberi kepuasan tersendiri setelah membaca. Beberapa kesalahan kecil dalam masalah penulisan, meski tidak banyak tapi masih ditemukan.

Lepas dari kekurangannya, novel ini patut untuk dibaca. Selain menawarkan ilmu pengetahuan yang banyak lewat si jenius Ali, novel ini juga mengajarkan akan arti persahabatan dan semangat juang untuk tidak mudah menyerah. “Selalu ada jalan keluar sepanjang kita terus berpikir positif.” (hal 338).

Srobyong, 1 Oktober 2016 


Resensi ini merupakan resensi versi kedua. Resensi versi pertama bisa dicek di sini (Juara dua dalam lomba resensi Matahari Tere Liye yang diadakan Gramedia Pustaka Utama)

No comments:

Post a Comment