Tuesday, 4 August 2015

[Review] Suara Anak Bangsa





Judul Buku                  : Luka-Luka Bangsa
Penulis                         : Aris Rahman Yusuf, dkk
Editor                          : Sastra Negara
Penerbit                       : PMU, Yogyakarta
Tahun Terbit                : Rajab 1436/ Mei 2015
Halaman                      : 128 + viii
ISBN                           : 978-602-70433-2-9
Harga                           : 35.000

Antologi puisi ini adalah suara anak bangsa. Suara mereka tentang negara yang mereka cintai. Ada kebanggan, pengharapan, kecewa, dan luka. Semua tersirat dari tiap bait kata yang mereka sematkan.
Antologi yang ditulis sekitar 51 penulis dari penjuru daerah, yang tersusun dari sebuah ajang lomba nasional. Ada juga beberapa puisi yang ditulis oleh penyair tamu di mana puisi yang dihasilkan sudah melelang buana di media.

Tengok saja puisi  “Surat Dari Rakyat” karya Ahmad Solihin.  Bagaimana penyair mencoba mengungkapkan perasaannya tatkala menunggu; mengharapkan sosok putih untuk menjadi pemimpin yang tak hanya menebar janji-janji sekedar ilusi untuk menyenangkan hati. (Hal. 21)

Atau  Puisi “Arena Pacuan” karya Akhmad Anwari, sekelumit kenyataan yang coba dia teriakkan tentang kebiasaan pembesar yang hanya suka berebut kursi; kedudukan. Memberi janji seindah pelangi diawal pencalonan namun hasilnya hanya perih ketika sudah berada di atas mimbar.  (Hal. 23)

Baca juga puisi Anung D’Lizta, “Surat Cinta Untuk Indonesia” sebuah pengharapan untuk negeri yang dicintai agar menjadi negera bersih dari korupsi. Tapi pada kenyataan yang ada korupsi bukannya menghilang namun semakin menjamur. Menggunkan berbagai cara tidak perduli halal haram. Betapa kecewa, sedih dan terlukanya pada anak bangsa. Namun seberapa terlukanya mereka tetap berdoa untuk perubahan Indonesia. (Hal. 24)

Jangan lupa baca Puisi “Darah” karya Aris Rahman Yusuf. Mengungkapkan kesedihan yang sangat kental tentang kejahatan yang meraja lela. Darah yang tersebar di manapun dia berada. Hingga membuat perih menimbulkan luka. (Hal. 27)

Masih puisi karya Aris Rahman Yusuf kali ini berjudul “Bocah Jalanan”  hal yang sangat sering dijumpai di kota besar.  Tentang nasib anak jalanan yang terlunta tanpa ada perhatian khusus. Mereka dicela bahkan sering diamuk tanpa salah. Oh, salahkan menjadi anak jalanan? Bukan mereka yang meminta tapi kerasnya hidup hingga semua tercipta. Andai pemerinta sedikit saja mencoba menggapai bukankah kedamaiaan akan tercapai? Mungkin.  (Hal. 28)

Masih tentang anak jalanan kali ini tersirat dari puisi D.A Akhyar “Kembalikan Senyum Kami”  (Hal. 36)
Kesedihan itu sungguh menjadi luka yang mengerat di hati. Pun bergitu, masih ada pengharapan di setiap luka yang diberi. Puisi “Pengharapan” karya Danang Ferbriansyah. Sebuah pengharapan yang menginginkan pemimpin jujur yang mungkin akan menghilangkan luka yang berkepanjangan untuk penduduk negeri ini. ( Hal.40)

Lalu tentang sindiran halus yang membuat kita tersenyum tatkala membaca puisi karya Shahibul Arifin “Hanya Katanya”. Penyair memuntahkan kesedihannya lewat satire yang memang terjadi saat ini. Manis tapi menusuk hati. (Hal. 108)

Dan temukan puisi-puisi lain yang juga penuh cerita. Mereka menangis, menatang, mengiba, menerjang dengan kata-kata yang syarat makna yang membacanya akan tersayat terbawa luka.

Srobyong, 4 Agustus 2015



2 comments: