Judul Buku : Luka-Luka Bangsa
Penulis :
Aris Rahman Yusuf, dkk
Editor :
Sastra Negara
Penerbit :
PMU, Yogyakarta
Tahun Terbit :
Rajab 1436/ Mei 2015
Halaman :
128 + viii
ISBN :
978-602-70433-2-9
Harga : 35.000
Harga : 35.000
Antologi puisi ini adalah suara anak bangsa. Suara mereka tentang negara
yang mereka cintai. Ada kebanggan, pengharapan, kecewa, dan luka. Semua tersirat
dari tiap bait kata yang mereka sematkan.
Antologi yang ditulis sekitar 51 penulis dari penjuru daerah, yang tersusun
dari sebuah ajang lomba nasional. Ada juga beberapa puisi yang ditulis oleh
penyair tamu di mana puisi yang dihasilkan sudah melelang buana di media.
Tengok saja puisi “Surat Dari Rakyat”
karya Ahmad Solihin. Bagaimana penyair
mencoba mengungkapkan perasaannya tatkala menunggu; mengharapkan sosok putih
untuk menjadi pemimpin yang tak hanya menebar janji-janji sekedar ilusi untuk
menyenangkan hati. (Hal. 21)
Atau Puisi “Arena Pacuan” karya
Akhmad Anwari, sekelumit kenyataan yang coba dia teriakkan tentang kebiasaan
pembesar yang hanya suka berebut kursi; kedudukan. Memberi janji seindah
pelangi diawal pencalonan namun hasilnya hanya perih ketika sudah berada di
atas mimbar. (Hal. 23)
Baca juga puisi Anung D’Lizta, “Surat Cinta Untuk Indonesia” sebuah
pengharapan untuk negeri yang dicintai agar menjadi negera bersih dari korupsi.
Tapi pada kenyataan yang ada korupsi bukannya menghilang namun semakin
menjamur. Menggunkan berbagai cara tidak perduli halal haram. Betapa kecewa,
sedih dan terlukanya pada anak bangsa. Namun seberapa terlukanya mereka tetap
berdoa untuk perubahan Indonesia. (Hal. 24)
Jangan lupa baca Puisi “Darah” karya Aris Rahman Yusuf. Mengungkapkan kesedihan
yang sangat kental tentang kejahatan yang meraja lela. Darah yang tersebar di
manapun dia berada. Hingga membuat perih menimbulkan luka. (Hal. 27)
Masih puisi karya Aris Rahman Yusuf kali ini berjudul “Bocah Jalanan” hal yang sangat sering dijumpai di kota
besar. Tentang nasib anak jalanan yang
terlunta tanpa ada perhatian khusus. Mereka dicela bahkan sering diamuk tanpa
salah. Oh, salahkan menjadi anak jalanan? Bukan mereka yang meminta tapi kerasnya
hidup hingga semua tercipta. Andai pemerinta sedikit saja mencoba menggapai
bukankah kedamaiaan akan tercapai? Mungkin. (Hal. 28)
Masih tentang anak jalanan kali ini tersirat dari puisi D.A Akhyar “Kembalikan
Senyum Kami” (Hal. 36)
Kesedihan itu sungguh menjadi luka yang mengerat di hati. Pun bergitu,
masih ada pengharapan di setiap luka yang diberi. Puisi “Pengharapan” karya
Danang Ferbriansyah. Sebuah pengharapan yang menginginkan pemimpin jujur yang
mungkin akan menghilangkan luka yang berkepanjangan untuk penduduk negeri ini.
( Hal.40)
Lalu tentang sindiran halus yang membuat kita tersenyum tatkala membaca
puisi karya Shahibul Arifin “Hanya Katanya”. Penyair memuntahkan kesedihannya
lewat satire yang memang terjadi saat ini. Manis tapi menusuk hati. (Hal. 108)
Dan temukan puisi-puisi lain yang juga penuh cerita. Mereka menangis,
menatang, mengiba, menerjang dengan kata-kata yang syarat makna yang membacanya
akan tersayat terbawa luka.
Srobyong, 4 Agustus 2015
mantap!!
ReplyDeleteTerima kasih. :)
DeleteKalau boleh nebak ini Mbak D'Lizta, ya. Owner dari 2A Dream Publishing. Puisi sampeyan keren :)