Sunday 26 July 2015

Unforgettable






Kazuhana El Ratna Mida

            Lebaran bagiku, merupakan momen sakral yang sarat akan kebahagiaan. Karena ketika jarak pemisah yang membentang, saat itu semua bisa disatukan dalam tali silaturrahmi yang tengah menyapa. Saling melepas rindu juga halal bi halal. Yah, bukankah semua keluarga akan berkumpul? Mereka yang pergi akan kembali menyapa. Membayar segala rindu yang tersimpan dalam tautan waktu.

            Ah, betapa bahagian saat itu. Namun siapa sangka, lebaran yang kupikir akan begitu indah nan syahdu yang telah kususun, seketika porak poranda. 

            Hari itu ..., tepatnya lebaran tahun lalu. Aku sekeluarga besar dari pihak ibu tengah berkumpul di Jepara. Menyambung tali silaturrahmi dari berbagai generasi yang ada. Yah, sebuah kebiasaan yang dilakukan ketika lebaran ke 3 untuk berkumpul; makan-makan lalu halal bi halal.

            Semua nampak baik-baik saja. Senyum ceria tertoreh bersama canda tawa.  Apalagi juga ada kabar baik lain yang disampaikan di sana. Tentang sebuah pernikahan yang akan digelar nanti tepat ketika lebaran ketupat—seminggu setelah lebaran. Pernikahan kakakku yang akan dilangsungkan. 

            Namun sore itu, setelah pulang dan santai sejenak, sebuah berita datang membuat jantungku berdebar. Aku seolah tidak percaya dengan pendengaranku sendiri. Mungkinkah? Itu pasti salah, aku berspekulasi dalam hati. Bagaimana mungkin itu terjadi? Aku menggigit bibir mencoba menguasai hati. Sedang ibu, nenek dan bude sudah menangis tak karuan.

            Kesibukan mereka yang tadi dikerjakan langsung dihetikan. 

            “Ya, Allah. Semoga berita itu salah,” lirih suara budeku.

            Menantu bude yang kebetulan membawa berita hanya mengangguk. Mengatakan pun saat ini masih menunggu konfirmasi akan kevalidan berita yang begitu mendadak yang mengurut kalbu. Mendengar itu sebuah harapan tentu kami bangun. Namun dengan cepat harapan itu pupus karena sebuah konfirmasi telah menegaskan bahwa berita itu benar adanya. Dan saat ini bulek berkali-kali jatuh pingsan karena mendengar berita yang begitu mengejutkan. Astagfirullah hal adzim.

            Seketika kami lemas. Segala rasa berkecamuk dalam raga. Tetes-tetes air mata tak mampu lagi terbendung. Ibu, bude, dan nenek pun segera kerumah bulek yang saat ini ditimpah musibah. Lebaran yang kuprediksi akan penuh tawa mendadak kelabu dalam sekejap mata. 

            Tanpa menunggu waktu, aku pun ikut serta, tak lupa aku juga segera menghubungi saudara lain tentang berita lelayu ini. Perginya adik sepupuku yang begitu mendadak sungguh membuat ngilu. Bagaimana tidak? Sudah dua tahun adik sepupuku itu yang merantau ke luar jawa itu tidak pulang. Rencanya dia akan pulang tahun depan setelah menyelesaikan segala urusan. Dan tadi pagi dia masih menelepon keluarga. Mengobrol sebentar melepas kengen melalui udara. Tak tampak tanda-tanda dia akan pergi selamanya. 

            Tapi Allah tetaplah sutradara. Kata teman yang dikunjunginya, selepas Zuhur, sekitar jam dua siang, sang teman membangunkannya untuk makan siang. Di sanalah diketahui bahwa dia telah berpulang. 

            Ya Allah, apakah ini nyata? Aku tak tahu harus bagaimana. Ketika sampai di rumah bulek. Beliau masih telihat kuyu. Matanya hitam karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Pun dengan adik perempuannya yang tak kalah sedih. Saat itu aku bersama saudara-saudara yang lain hanya bisa menitip doa dengan membacakan khatmil quran sambil menunggu jenazahnya datang. Yah, kami harus menunggu sekitar empat hari sebelum bisa menguburkannya. 

            Ya Allah, cobaan apa ini? Di hari lebaran yang harusnya penuh ceria, kini  dilanda duka. Sebuah momentum yang notabene juga mengingatkanku, bahwa kematian itu rahasia Ilahi. Suatu saat aku pun akan menyusulnya.

            Dan lebaran tahun ini, momen itu masih jelas terpatri di hatiku.  Masih menyimpan duka dan cerita tersendiri. Meski aku tahu bahwa aku harus Ikhlas. Dia mungkin yang terpilih. Dia pergi karena Allah menyayanginya. Dia seorang anak berbakti yang juga gemar bersedekah setiap gaji yang dimiliki. Selalu dia memberikan sebagian uangnya pada anak yatim dan atau piatu setiap bulan suci. Dan mungkin karena itulah sebuah keajaiban terjadi ketika orang-orang mengantarkan jenazahanya untuk dikebumikan. Yah, jenazah itu terasa ringan hingga kaki seolah terseret dengan sendirinya, sandal-sandal yang dipakai para pengiring lepas tanpa bisa dicegah. Mungkin itu karena ingin cepat bertemu Allah. Wallahu a’lam.
 
            Untuknya, pada lebaran kali ini, di mana kesedihan kadang masih menemani. Aku beserta keluarga besar memperingatinya dengan mengirimkan kembali bacaan ayat-ayat suci semoga bisa melebur segala dosa yang dimiliki. Semoga dia tenang di sisi-Nya. Aamiin. 

Puisi ini kudedikasikan untuknya. 

Pulang

Ketika nyawa tak lagi ada
Melayang tak bersatu dengan raga
Ketika kepergianmu menimbulkan sejuta tanya
Meninggalkan sedih dalam keluarga

Kau pergi tanpa sebuah kata
Berpulang tenang menghadapNya
Tidak tahu di balik kabar duka
Semoga ini menjadi pelajaran dan renungan doa

Manusia pasti akan berpulang
Tanpa tahu kapan dia datang
Siapkan diri dengan banyak ibadah kepada pemilik jagat Raya
Tuhan semesta Alam

Tuhan ikhlaskan jiwa
Jangan jadikan kepergiannya dalam sedih berkepanjangan
Meski Rinduku masih ingin beradu


Kematian

Kematian tidak pernah tahu kapan dia datang
Dia penuh kejutan tanpa pandang usia sang korban
Itulah kuasa Tuhan
Yang paling Hak untuk mengambil keputusan

Diri ini masih berlumur dosa
Masih harus bersiap diri mencari bekal untuk mati
Ketika aku melihatmu pergi
Hati ini sedih tak menyangka ini terjadi
Kau pergi terlalu cepat dengan segala tabir misteri
Meninggalkan duka bagi kami keluarga di sini

Namun,
Melihat kau pergi
Sadarkan aku semua akan berpulang pada Ilahi
Di hari nan firti
Kau memilih bertemu Ilahi
Meninggalkan kami dalam tarian tangis ini

Itulah takdir Allah yang harus kami lewati
Menerima dengan sabar cobaan yang menerjang
Kau berpulang tanpa berpamitan
Aku berdoa semoga engaku tenang disisi-Nya
Diterima segala amal ibadah
Dan diampuni segala dosa

Srobyong, 26 Juli 2015.

            Terima kasih Exchange, Publisihing Your Idea. Karena dengan ini aku bisa berbagi. Sebuah petaka di hari lebaran yang tak bisa terlupa namun syarat makna untuk memperbaiki diri.

2 comments:

  1. Replies
    1. Aamiin, Iya Mbak Kay semoga kesabaran dan keikhlasan memenuhi relung jiwa kami sekeluarga ^_^

      Delete