Kazuhana El Ratna Mida
Lebaran bagiku, merupakan
momen sakral yang sarat akan kebahagiaan. Karena ketika jarak pemisah yang
membentang, saat itu semua bisa disatukan dalam tali silaturrahmi yang tengah
menyapa. Saling melepas rindu juga halal bi halal. Yah, bukankah semua
keluarga akan berkumpul? Mereka yang pergi akan kembali menyapa. Membayar
segala rindu yang tersimpan dalam tautan waktu.
Ah, betapa bahagian saat
itu. Namun siapa sangka, lebaran yang kupikir akan begitu indah nan syahdu
yang telah kususun, seketika porak poranda.
Hari itu ..., tepatnya
lebaran tahun lalu. Aku sekeluarga besar dari pihak ibu tengah berkumpul di
Jepara. Menyambung tali silaturrahmi dari berbagai generasi yang ada. Yah,
sebuah kebiasaan yang dilakukan ketika lebaran ke 3 untuk berkumpul; makan-makan
lalu halal bi halal.
Semua nampak baik-baik
saja. Senyum ceria tertoreh bersama canda tawa. Apalagi juga ada kabar baik lain yang
disampaikan di sana. Tentang sebuah pernikahan yang akan digelar nanti tepat
ketika lebaran ketupat—seminggu setelah lebaran. Pernikahan kakakku yang akan
dilangsungkan.
Namun sore itu, setelah
pulang dan santai sejenak, sebuah berita datang membuat jantungku berdebar. Aku
seolah tidak percaya dengan pendengaranku sendiri. Mungkinkah? Itu pasti salah,
aku berspekulasi dalam hati. Bagaimana mungkin itu terjadi? Aku menggigit bibir
mencoba menguasai hati. Sedang ibu, nenek dan bude sudah menangis tak karuan.
Kesibukan mereka yang tadi
dikerjakan langsung dihetikan.
“Ya, Allah. Semoga berita
itu salah,” lirih suara budeku.
Menantu bude yang
kebetulan membawa berita hanya mengangguk. Mengatakan pun saat ini masih
menunggu konfirmasi akan kevalidan berita yang begitu mendadak yang mengurut
kalbu. Mendengar itu sebuah harapan tentu kami bangun. Namun dengan cepat
harapan itu pupus karena sebuah konfirmasi telah menegaskan bahwa berita itu
benar adanya. Dan saat ini bulek berkali-kali jatuh pingsan karena mendengar
berita yang begitu mengejutkan. Astagfirullah hal adzim.
Seketika kami lemas. Segala
rasa berkecamuk dalam raga. Tetes-tetes air mata tak mampu lagi terbendung. Ibu,
bude, dan nenek pun segera kerumah bulek yang saat ini ditimpah musibah. Lebaran
yang kuprediksi akan penuh tawa mendadak kelabu dalam sekejap mata.
Tanpa menunggu waktu, aku pun
ikut serta, tak lupa aku juga segera menghubungi saudara lain tentang berita
lelayu ini. Perginya adik sepupuku yang begitu mendadak sungguh membuat ngilu. Bagaimana
tidak? Sudah dua tahun adik sepupuku itu yang merantau ke luar jawa itu tidak
pulang. Rencanya dia akan pulang tahun depan setelah menyelesaikan segala
urusan. Dan tadi pagi dia masih menelepon keluarga. Mengobrol sebentar melepas
kengen melalui udara. Tak tampak tanda-tanda dia akan pergi selamanya.
Tapi Allah tetaplah
sutradara. Kata teman yang dikunjunginya, selepas Zuhur, sekitar jam dua siang,
sang teman membangunkannya untuk makan siang. Di sanalah diketahui bahwa dia
telah berpulang.
Ya Allah, apakah ini
nyata? Aku tak tahu harus bagaimana. Ketika sampai di rumah bulek. Beliau masih
telihat kuyu. Matanya hitam karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Pun dengan
adik perempuannya yang tak kalah sedih. Saat itu aku bersama saudara-saudara
yang lain hanya bisa menitip doa dengan membacakan khatmil quran sambil
menunggu jenazahnya datang. Yah, kami harus menunggu sekitar empat hari sebelum
bisa menguburkannya.
Ya Allah, cobaan apa ini?
Di hari lebaran yang harusnya penuh ceria, kini dilanda duka. Sebuah momentum yang notabene
juga mengingatkanku, bahwa kematian itu rahasia Ilahi. Suatu saat aku pun akan
menyusulnya.
Dan lebaran tahun ini,
momen itu masih jelas terpatri di hatiku. Masih menyimpan duka dan cerita tersendiri. Meski
aku tahu bahwa aku harus Ikhlas. Dia mungkin yang terpilih. Dia pergi karena
Allah menyayanginya. Dia seorang anak berbakti yang juga gemar bersedekah
setiap gaji yang dimiliki. Selalu dia memberikan sebagian uangnya pada anak yatim
dan atau piatu setiap bulan suci. Dan mungkin karena itulah sebuah keajaiban
terjadi ketika orang-orang mengantarkan jenazahanya untuk dikebumikan. Yah,
jenazah itu terasa ringan hingga kaki seolah terseret dengan sendirinya, sandal-sandal
yang dipakai para pengiring lepas tanpa bisa dicegah. Mungkin itu karena ingin
cepat bertemu Allah. Wallahu a’lam.
Untuknya, pada lebaran
kali ini, di mana kesedihan kadang masih menemani. Aku beserta keluarga besar
memperingatinya dengan mengirimkan kembali bacaan ayat-ayat suci semoga bisa
melebur segala dosa yang dimiliki. Semoga dia tenang di sisi-Nya. Aamiin.
Puisi ini kudedikasikan untuknya.
Pulang
Ketika nyawa tak lagi ada
Melayang tak bersatu dengan raga
Ketika kepergianmu menimbulkan
sejuta tanya
Meninggalkan sedih dalam keluarga
Kau pergi tanpa sebuah kata
Berpulang tenang menghadapNya
Tidak tahu di balik kabar duka
Semoga ini menjadi pelajaran dan
renungan doa
Manusia pasti akan berpulang
Tanpa tahu kapan dia datang
Siapkan diri dengan banyak ibadah
kepada pemilik jagat Raya
Tuhan semesta Alam
Tuhan ikhlaskan jiwa
Jangan jadikan kepergiannya dalam
sedih berkepanjangan
Meski Rinduku masih ingin beradu
Kematian
Kematian tidak pernah tahu kapan dia
datang
Dia penuh kejutan tanpa pandang usia sang korban
Itulah kuasa Tuhan
Yang paling Hak untuk mengambil keputusan
Dia penuh kejutan tanpa pandang usia sang korban
Itulah kuasa Tuhan
Yang paling Hak untuk mengambil keputusan
Diri ini masih berlumur dosa
Masih harus bersiap diri mencari bekal untuk mati
Ketika aku melihatmu pergi
Hati ini sedih tak menyangka ini terjadi
Kau pergi terlalu cepat dengan segala tabir misteri
Meninggalkan duka bagi kami keluarga di sini
Namun,
Melihat kau pergi
Sadarkan aku semua akan berpulang pada Ilahi
Di hari nan firti
Kau memilih bertemu Ilahi
Meninggalkan kami dalam tarian tangis ini
Itulah takdir Allah yang harus kami
lewati
Menerima dengan sabar cobaan yang menerjang
Kau berpulang tanpa berpamitan
Aku berdoa semoga engaku tenang disisi-Nya
Diterima segala amal ibadah
Dan diampuni segala dosa
Menerima dengan sabar cobaan yang menerjang
Kau berpulang tanpa berpamitan
Aku berdoa semoga engaku tenang disisi-Nya
Diterima segala amal ibadah
Dan diampuni segala dosa
Srobyong, 26 Juli 2015.
Terima kasih Exchange, Publisihing Your Idea. Karena dengan ini aku bisa berbagi. Sebuah petaka di hari lebaran yang tak bisa terlupa namun syarat makna untuk memperbaiki diri.
Semoga kita dibesarkan jiwa oleh-Nya
ReplyDeleteAamiin, Iya Mbak Kay semoga kesabaran dan keikhlasan memenuhi relung jiwa kami sekeluarga ^_^
Delete