Judul :
Antologi Cerita Asa—Cermin
Pemakarsa :
Dekik Yassir & Lavira Az-Zahra
Penulis :
Syaidinil Aksa, Hijrah Bilalogical, Key’in Aq, Dekik Yassir, dkk
penerbit :
Pena House
Tahun Terbit :
Mei 2015
ISBN :
978-602-0937-82-3
Buku yang lahir dari sebuah event yang diprakarsai oleh Dekik Yassir dan
Lavira Az-Zahra. Tentang sebuah musim juga asa yang tersemat dalam dada. Cerita
yang penuh luapan harapan akan segala perasaan yang selalu dipendam.
Antologi ini terdiri dari 48 penulis yang menggoreskan kisah tentang harapan
yang mereka sematkan dalam satuan musim. Para penulis meracik setiap tautan
aksara dengan apik. Ada yang penuh kejutan dalam ending ada juga yang mudah
ditebak namun tetap manis untuk diikuti. (Maaf saya suka menebak ending sejak
awal membaca. Kalau tebakan benar tentu puas sekali, kalau salah hanya bisa
bilang oo ...)
Ini nih salah satu naskah yang membuat melonggo. “Lupa yang Menakutkan” karya
Baba Khan. Cerita yang sejak awal membuat pembaca akan bertanya-tanya. Apa sih
hal yang telah dilupakan itu? Sampai pada ending akan kita temukan jawaban yang
sudah pasti membuat kita tercengang dan akan bilang, “Oh ... ternyata.”
Ada lagi “Pawang Hujang” karya Hijrah Bilalogical. Kisah tentang seorang Tuk Datan di mana
profesinya sebagai pawang hujan. Dia sangat yakin akan kemampuannnya hingga
sesumbar. Tapi tokoh aku di sini berharap sebaliknya. Dia ingin hujan sedang
Tuk Datan tentu tidak. Tebak siapakah yang memenangkan harapan? Di sana akan
ada satu kata di akhir dialog yang membuatmu tersenyum senang.
“Karena Nala Benci Hujan” karya Key’in Aq. Kalau ini menurutku cerita yang sangat
sederhana dan mudah ditebak. Kalau dibuat lebih panjang—cerpen—lalu dibumbiu
sedikit pasti asyik. Namun cerita ini
manis untuk diikuti tentang keajaiban saat hujan datang menyapa.
“Lelaki Embun” karya Ain Saga. Mbak satu ini selalu bisa membuat cerita dengan manis yang
selalu mendebarkan. Ini juga andai lebih panjang dikit bisa jadi sesuatu yang
keren. Karena seolah dalam cermin ini masih ada sesuatu yang tertinggal. Embun,
Mayang dan Giri cinta segitiga yang penuh kejutan.
“Tapi Raka Masih Tidak Mendengarnya” karya Ida Selfia. Tentang sebuah penantian
lama namun sebuah kejutan yang membuat mengaga. Seolah berkata kenapa ini harus
terjadi.
“Aku Rindu Padamu” karya Kazuhana El Ratna Mida (maaf numpang naris hhehh.)
Tentang kerinduan yang tak berujung. Rindu sosok termanis yang ingin kau peluk
saat dia hadir di hadapanmu. Sayang setelah sekian lama menunggu dia tak pernah
datang. Bahkan ketika Hana selalu berdoa menyematkan harapannya untuk bisa melihat
sosok itu di musim semi . Sosok itu menghilang dalam musim gugur seolah
mengugurkan harapan yang Hana punya. Ah ... apakah harapan itu akan terwujud atau menggenapi
kekecewaan Hana setelah sekian lama?
Selain dari cerita di atas ada banyak lagi harapan yang diungkapan. Ada
manis juga pahit, senyum juga tangis. Sangat lengkap untuk dinikmati.
Selain isinya yang penuh haru. Saya suka covernya yang unik—lebih unik lagi
kalau nuansa asia macam ada pohon sakura atau daun mamiji kali, ya (Hehheh
abaikan. Maklum penyuka Jepang dan Korea). Cover unik dan sederhana namun
menggelitik. Lalu suka juga dengan
Layout dalam buku ini. Saya tipe suka penasaran sama siapa yang menulis, jadi
kalau setelah membaca langsung dihadapkan pada biodata penulis itu jadi suka.
(Karena biasanya kalau biodata ada di halaman belakang. Setiap baca suka
mengintip yang biodata di halaman itu)
Masih menemukan lumayan typo yang beterbangan hehhh. Tapi tidak mengurangi
kenikmatan untuk membacanya.
Srobyong, 22 Juni 2015
No comments:
Post a Comment