Sunday 26 July 2015

[Review] Tentang Asa dan Musim




Judul               : Antologi Cerita Asa—Cermin
Pemakarsa       : Dekik Yassir & Lavira Az-Zahra
Penulis             : Syaidinil Aksa, Hijrah Bilalogical, Key’in Aq, Dekik Yassir, dkk
penerbit           : Pena House
Tahun Terbit    : Mei 2015
ISBN               : 978-602-0937-82-3

Buku yang lahir dari sebuah event yang diprakarsai oleh Dekik Yassir dan Lavira Az-Zahra. Tentang sebuah musim juga asa yang tersemat dalam dada. Cerita yang penuh luapan harapan akan segala perasaan yang selalu dipendam.

Antologi ini terdiri dari 48 penulis yang menggoreskan kisah tentang harapan yang mereka sematkan dalam satuan musim. Para penulis meracik setiap tautan aksara dengan apik. Ada yang penuh kejutan dalam ending ada juga yang mudah ditebak namun tetap manis untuk diikuti. (Maaf saya suka menebak ending sejak awal membaca. Kalau tebakan benar tentu puas sekali, kalau salah hanya bisa bilang oo ...)

Ini nih salah satu naskah yang membuat melonggo. “Lupa yang Menakutkan” karya Baba Khan. Cerita yang sejak awal membuat pembaca akan bertanya-tanya. Apa sih hal yang telah dilupakan itu? Sampai pada ending akan kita temukan jawaban yang sudah pasti membuat kita tercengang dan akan bilang, “Oh ... ternyata.”

Ada lagi “Pawang Hujang” karya Hijrah Bilalogical.  Kisah tentang seorang Tuk Datan di mana profesinya sebagai pawang hujan. Dia sangat yakin akan kemampuannnya hingga sesumbar. Tapi tokoh aku di sini berharap sebaliknya. Dia ingin hujan sedang Tuk Datan tentu tidak. Tebak siapakah yang memenangkan harapan? Di sana akan ada satu kata di akhir dialog yang membuatmu tersenyum senang. 

“Karena Nala Benci Hujan” karya Key’in Aq. Kalau ini menurutku cerita yang sangat sederhana dan mudah ditebak. Kalau dibuat lebih panjang—cerpen—lalu dibumbiu sedikit  pasti asyik. Namun cerita ini manis untuk diikuti tentang keajaiban saat hujan datang menyapa. 

“Lelaki Embun” karya Ain Saga. Mbak satu ini selalu bisa membuat cerita dengan manis yang selalu mendebarkan. Ini juga andai lebih panjang dikit bisa jadi sesuatu yang keren. Karena seolah dalam cermin ini masih ada sesuatu yang tertinggal. Embun, Mayang dan Giri cinta segitiga yang penuh kejutan.

“Tapi Raka Masih Tidak Mendengarnya” karya Ida Selfia. Tentang sebuah penantian lama namun sebuah kejutan yang membuat mengaga. Seolah berkata kenapa ini harus terjadi.

“Aku Rindu Padamu” karya Kazuhana El Ratna Mida (maaf numpang naris hhehh.) Tentang kerinduan yang tak berujung. Rindu sosok termanis yang ingin kau peluk saat dia hadir di hadapanmu. Sayang setelah sekian lama menunggu dia tak pernah datang. Bahkan ketika Hana selalu berdoa menyematkan harapannya untuk bisa melihat sosok itu di musim semi . Sosok itu menghilang dalam musim gugur seolah mengugurkan harapan yang Hana punya. Ah ... apakah  harapan itu akan terwujud atau menggenapi kekecewaan Hana setelah sekian lama?

Selain dari cerita di atas ada banyak lagi harapan yang diungkapan. Ada manis juga pahit, senyum juga tangis. Sangat lengkap untuk dinikmati.

Selain isinya yang penuh haru. Saya suka covernya yang unik—lebih unik lagi kalau nuansa asia macam ada pohon sakura atau daun mamiji kali, ya (Hehheh abaikan. Maklum penyuka Jepang dan Korea). Cover unik dan sederhana namun menggelitik. Lalu suka juga  dengan Layout dalam buku ini. Saya tipe suka penasaran sama siapa yang menulis, jadi kalau setelah membaca langsung dihadapkan pada biodata penulis itu jadi suka. (Karena biasanya kalau biodata ada di halaman belakang. Setiap baca suka mengintip yang biodata di halaman itu)

Masih menemukan lumayan typo yang beterbangan hehhh. Tapi tidak mengurangi kenikmatan untuk membacanya.  

Srobyong, 22 Juni 2015

No comments:

Post a Comment