Judul : The Children of Hurin
Penulis : J.R.R. Tolkien
Alih
bahasa : Gita Yuliani K
Editor : Poppy D. Chusfani
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, April 2016
Halaman : 352 hlm
ISBN : 978-602-03-2703-7
Peresensi : Ratnani
Latifah, penikmat buku dan literasi almuni Universitas Islam Nadlatul Ulama
Bagi penikmat kisah The Lord of the
Rings, sudah pasti mengenal J.R.R Tolkien. Karya karyanya dalam genre
fantasi sudah tidak diragukan. Bahkan dia disebut-sebut sebagai ‘bapak’ dari
genre fantasi tinggi modern. Selain The
Lord of the Rings, buku lainnya adalah The Silmarilion dan The Hobbit yang sudah difilmkan. Namun siapa sangka ternyata sebelum
terciptanya kisah The Hobbit atau The Lord of the Rings, The
Children of Hurin-lah yang lebih dulu ada namun belum menjadi catatan utuh
sebagai buku. Karena hal itu,
Christopher Tolkien, putra dari J.R.R. Tolkien menyusun narasi utuh dari
naskah ayahnya menjadi novel fantasi utuh yang tidak kalah menakjubkan dari
karya-karya sang ayah sebelumnya.
Novel ini berkisah tentang keluarga
Hurin—penguasa Edain yang bersahabat dengan kaum Eldar. Pada kala itu Hurin dan
saudaranya Huor ikut dalam kelompok pengintai dan mereka diserang pasukan Orc,
sehingga mereka terpisah-pisah. Namun
Hurin dan Huor beruntung bisa selamat dan bersembunyi di Gondolin, yang belum
pernah dilihat manusia lain. (hal. 38)
Sebenarnya raja ingin menahan mereka
agar tetap di Gondilin, karena rasa welas asihnya yang tinggi. Namun baik Hurin
maupun Huor memint izin untuk kembali ke bangsanya di Dor-lomin. Dan
mereka berjanji tidak akan menceritakan apapun tentang Gondolin pada siapa pun.
Pada masa berikutnya, Hurin dan Huor
ikut dalam peperangan besar gabungan dari pasukan manusia dan bangsa elf
melawan raja kegelapan—Morgoth. Namun nahas, Huor gugur dan Hurin tertangkap
disendera oleh Morgoth. (hal. 67) Di
sisi lain, Morwen—istri Hurin mengirim Turin—putra Hurin ke Doriath, sesuai
pesan suaminya, Sedang dirinya yang tengah hamil tetap memilih berada di
Hiltum.
Di depan Morgoth, Hurin dipaksa
untuk membuka mulut tentang keberadaan Turgon—putra Raja Fingolfin. Namun
dengan keras kepala Hurin menutup mulut. Dan di Doriath Turin disambut hangat oleh Raja
Thingol dan bersahabat dengan Beleg. Dari Beleg, Turin diajari kerajinan kayu,
memanah dan cara menggunangan pedang.
Tapi sembilan tahun di Doriath, pikiran Turin terus terpaku pada Morwen
dan Neinor—ibu dan adik Turin. Sehingga Turin meminta izin pada Raja Thingol
untuk kembali menemui keluarganya.
Di sinilah, petualangan Turin
dimulai. Dari pertikaiannya dengan Saeros yang selama ini membencinya karena
diperlakukan baik di Thingol dan fitnah yang
berujung dia diusir dari Doriath. Pertemuan Turin dengan para penyamun,
lalu pertemuanya dengan Min—sang Kurcaci. (hal 133) Turin mengalami berbagai
kejadian-kejadian yang tidak terduga. Kepahitan hidup dan tragedi kelam.
Selain itu Turin juga sempat tinggal
di Nargothrond dan berteman dengan Gwindor yang kemudian membuat targedi lain
karena keberadaannya membuat hubungan Gwindor dan Finduilas diambang
kehancuran. Kekelaman hidup Turin semakin menjadi-jedi ketika dia bertemu Glaurung
dan Neinor yang berada dalam pengaruh Glaurung.
Membaca novel ini seperti ikut hidup
dalam dunia fantasi bersama para elf dan orc. Seakan terjebak pada labirin yang
diciptakan penulis dengan sangat apik dan tertata rapi dan tidak tahu kapan
bisa keluar dari sana. Novel ini sangat menegangkan karena banyak kejutan yang
tidak terduga sampai pada akhir cerita.
Penggambaran settingnya benar-benar
hidup sehingga tidak terasa tempelan.
Pun dengan karakter tokoh yang kuat semakin membuat terhayut dalam novel ini.
Hanya catatan kaki pada novel berada di bagian belakang buku, membuat sedikit
rikuh karena harus membolak-balik jika ada bahasa yang tidak diketahui.
Lepas dari itu, novel fantasi ini sangat luar biasa dan patut
untuk dibaca. Apalagi bagi para penggemar J.R.R Tolkien. Kisahnya sangat berbeda
dari buku-buku sebelumnya yang ada kecondongan pada sedikit humor di The
Hobbit atau kepahlawanan di The Lord of the Rings. The Children of Hurin
lebih pada kisah kelam yang terjadi karena kebencian Morgoth pada Hurin dan
mengutuk keturunan Hurin.
Dari novel ini mengajarkan, agar kita selalu menempati janji
dan memiliki sifat sabar. “Waspadalah saat hatimu panas maupun dingin, dan
upayakan kesabaran, kalau kau bisa.” (hal. 92) Dari quote lain diajarkan untuk menjadi
seorang yang bijak dan tidak cepat gegabah,
dan tidak angkuh. “Belajarlah menjadi bijaksana! Kau tidak boleh
menjadi pembelot.” (hal. 99). Serta ajakan untuk menjaga lisan yang baik, “Diamlah
kalau kau tidak bisa mengucapkan hal-hal baik, dan itu akan lebih bermanfaat
bagi kita semua.” (hal. 149)
Srobyong, 22 Juli 2016
Dimuat di Radar Sampit, Minggu 7 Agustsu 2016 |
No comments:
Post a Comment