Tuesday, 16 August 2016

[Cerpen] Cemburu Kadaluarsa

Dimuat di Harian Analisa Medan, Minggu 14 Agustus 2016

*)Ratnani Latifah

            Sekarang Mira berubah. Sejak dua minggu Lilik tak masuk sekolah, Mira tak mau diajak berangkat ke sekolah bersama lagi. Padahal biasanya mereka selalu berangkat berdua, berboncengan dengan motor Vario Lilik setiap hari.

            “Kamu marah, ya, gara-gara kejadian dua minggu lalu?” tanya Lilik ketika sudah masuk sekolah. “Sungguh, aku tidak bermaksud seperti itu. Ketika terbangun, aku sudah ada di rumah sakit. Jadi tak sempat mengabari, lanjut Lilik.

            “Siapa yang marah? Aku cuma mau suasana baru, kok. Beneran deh, Lik,”  elak Mira sambil membolak-balikkan novel yang tadinya tengah dibaca. Lalu matanya tertuju pada sosok cowok jangkung yang tengah bermain basket di lapangan—Malvin si anak baru yang saat ini sangat populer.

            Lilik tetap tak percaya dia memberengut. Tatapannya ikut melengok ke luar jendela lalu melirik Mira yang benar-benar aneh. Sahabatnya itu berubah. Lilik merasa dicuekin dan itu membuatnya kesal apalagi hanya karena bus. Menyebalkan bukan? Atau memang ada alasan yang lain? Lilik menebak-nebak. Dia mengernyitkan dahi.

~*~
Sumber Google.


            Mira melirik jam tangannya berkali-kali. Matanya melotot melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit lagi. Dia bisa terlambat kalau seperti ini.

            “Huft, kenapa Lilik tidak on time seperti biasa, sih,” rutuk Mira, sambil menghentakkan kaki beberapa kali.

            Kesabaran Mira sudah pada puncaknya. Hampir setengah jam menunggu, Lilik tidak datang juga. Tidak mau terlambat, dia pun memutuskan naik bus. Di kelas, dia baru tahu Lilik terserang typus  dan dirawat di rumah sakit Kartini Jepara,  ketika Bu Nisa mengabsen kehadiran siswa. Dia sangat syok dan merasa bersalah karena tadi marah-marah.

            Sejak hari itu, Mira pun  naik bus untuk pulang pergi ke sekolah. Awalnya dia sangat tidak suka berada di bus. Berjubel dengan penumpang lain. Kadang tidak dapat tempat duduk hingga harus berdiri lama. Belum lagi bau keringat yang menyengat di mana-mana. Itu sangat menyebalkan. Ditambah trauma masa lalu yang membuatnya tidak suka naik bus. Tapi sejak itu pula, naik bus kini menjadi sangat menarik, apalagi naik bus Bidadari.

~*~

 “Kalau tidak marah kenapa tidak mau bareng lagi?” protes Lilik sambil melipat tangan.

 “Kan tadi aku sudah bilang, Lik. Aku mau suasana baru.” Mira memamerkan senyum manis.

 “Benarkah? Kamu sudah tidak trauma memang?” selidik Lilik. Dulu Mira pernah membeberkan masa lalunya ketika naik bus pertama kali saat masuk SMP.

“Masih sih,  sedikit. Tapi ...,” Mira tak melanjutkan ucapannya. Dia malah menatap kosong entah ke mana.

Mira teringat ketika naik bus pertama kali itu,  ketika kakaknya tak bisa menjemput ke sekolah karena ada suatu kendala. Mau tak mau Mira naik bus. Di sana dia berdesak-desakan dengan banyaknya penumpang.  Ketika sampai di rumah, dia baru sadar, dompet dan handphone-nya hilang. Padahal sudah susah payah dia menabung yang rencananya akan dibuat membeli novel. 

 “Ich, malah melamun,” protes Lilik sambil menyenggol lengan Mira yang bertopang dagu.
Lilik merasa sepi, sejak mereka tidak bersama lagi. Tidak ada obrolan; cerita ketika perjalanan. Padahal biasanya selalu saja ada topik seru yang dibahas.

 “Kalau penasaran, kamu sekali-kali ikut aku naik bus saja,” usul Mira, membuyarkan pikiran Lilik. 
Lilik diam, nampak berpikir. “Bagaimana mau tidak?” tawar Mira.

            Sebenarnya Mira senang ditawari bareng Lilik. Uang sakunya bisa ditabung untuk membeli novel baru, tapi ..., jika dia tidak naik bus Bidadari, ada sesuatu yang kurang. Lagipula tidak enak nebeng terus.

           “Aku pikir-pikir dulu, deh. Sekarang ngantin, yuk,” tawar Lilik mengalihkan pembicaraan. Kalau ini Mira langsung mengiyakan. Satu porsi nasi pecel buatan Mbak Sri dan es teh bisa sedikit menambah konsentrasi untuk pelajaran setelah istirahat pertama.

            Sampai di kantin mereka malah melihat kehebohan gara-gara anak baru.  Lilik yang memang baru masuk setelah dua minggu absen, tentu saja  bingung. Dia menuntut Mira untuk menjelaskan, sambil membahas tentang gagalnya rencana Mira yang dulu mau main ke rumah Lilik sebelum gadis itu sakit.

            “Nah, itu orangnya.” Mira memberi kode Lilik untuk menengok ke belakang agar melihat Malvin yang tengah ramai jadi perbincangan.

           Sesaat sepasang mata itu saling beradu pandang. Mira yang sedari tadi memerhatikan, langsung tahu perubahan sikap Lilik setelah melihat Malvin. Ada apa dengan sahabatnya? Lebih aneh lagi, keesokan harinya, Lilik bilang mau ikut mencoba naik bus  seperti yang Mira lakukan, setelah tahu anak baru itu suka naik bus Bidadari seperti Mira.  

~*~

           Saat sudah naik bus Bidadari, seperti yang dikatakan Mira, Malvin akan duduk di bangku pojok belakang. Segera Lilik mendekati dan langsung mendominasi percakapan dengan Malvin. Mira lebih banyak diam sambil membaca novel. Sebenarnya dia agak cemburu. Sebelumnya dia yang sering mengobrol dengan Malvin di bus ini. Tapi hari itu, dia seolah dilupakan.

            Mira turun dengan wajah mendung. Hari ini tidak semenenarik hari-hari yang lalu. Dengan alasan ada tugas piket, Mira berpamitan untuk ke kelas lebih dulu.

            “Oke, yang bersih, ya. Kita ketemuan di kelas,” ucap Lilik santai.

            Tahu begini dia tidak seharusnya cerita pada Lilik. Sahabatnya itu memang sangat cantik. Dan sangat pantas jika semua orang langsung suka padanya.

            “Mir! Aku mau cerita nih, tentang Malvin,” ucap Lilik ketika sampai di kelas.

            Jantung Mira langsung terasa nyeri. “Kayaknya nanti saja, deh Lik. Tuh Bu Indah sudah masuk kelas.” Mira bernapas lega. Dia belum siap. Walaupun pada akhirnya harus mempersiapkan diri juga dengan kenyataan yang ada.

            Semua orang tahu kecantikan Lilik, Mira merasa tidak sebanding dengan sahabatnya itu. Dia hanyalah murid kutubuku yang cupu.

            “Baiklah. Nanti ketika istirahat, ya,” ucap Lilik sambil mengerling.

            Namun, saat istirahat. Mira cepat-cepat pergi ke perpustakaan. Dia sengaja menghindari Lilik. Setidaknya itu bisa meredam kemarahannnya sekarang. Marah karena sosok yang dikenalnya lebih dulu, ternyata lebih suka dengan Lilik.

  “Sudah aku duga, kamu pasti di sini.” Tiba-tiba Lilik sudah ada di depannya. Membuat jantung Mira hampir copot.

            “Dari tadi aku nyariin kamu tahu, kamu kan janji mau mendengarkan ceritaku.” Tanpa menunggu persetujuan Mira, Lilik langsung bercerita dengan antusias hingga Mira hanya bisa bungkam dengan wajah pucat pasi.

            “Jadi gini, Mir ...,” Lilik berbicara seperti kereta yang tidak dapat disela, “nanti malam Malvin rencananya mau ngajak kamu jalan. Kamu mau, kan? Mumpung malam minggu. Kan sudah lama tuh dia pengen kenal kamu. Tapi, gara-gara aku sakit, gagal deh, rencana mengenalkan kalian. Kamu ingat, kan? Pas aku bilang punya saudara yang pengen kenal kamu dan mau pindah sekolah yang sama dengan kita. Yah, Malvin itu orangnya. Tak kusangka kalian sudah kenal tak sengaja gara-gara naik bus yang sama.

            “Aku tahu, sih. Kalau kamu sedari tadi ngindar, karena cemburu. Tapi kubiarkan saja. Aku sengaja kali, itu membalasmu yang sempat buatku cemburu karena kamu lebih suka naik bus dari pada bonceng aku. Ha-ha-ha.” Lilik menutup mulut lupa kalau sedang ada di perpustakaan. Wajah Mira langsung memerah, tubuhnya membeku seketika.

         Tak jauh dari sana nampak Malvin yang tengah tersenyum menatapnya. Membuat jantungnya berdetak tak terkira. Bodoh sekali dia sempat cemburu pada sahabat yang sangat baik hati padanya. Mira sungguh malu.        

Srobyong,  24 Mei 2016 

Analisa Medan, Minggu 14 Agustus 2016 


2 comments:

  1. Asek... Ini mah cerita yang emang marak dan sering terjadi sama anak muda-mudi mbak..
    cakep pengemasan ceritanya mba (y)
    Sulit ditebak konfliknya pas awal mbacanya he wkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhheh. Makasih Rohma, ini berkat bantuan teman-teman baw yang mau banting naskah ini dulu. Jadi bisa polas poles sebelum kirim :D

      Delete