Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu 19 Februari 2017
Judul : Ubah Patah
Hati Jadi Prestasi
Penulis : Dwi Suwiknyo
Penerbit : Quanta, Elex Medi Komputindo
Cetakan : Pertama, Oktober 2016
Halaman : xiii + 266
ISBN :
978-602-02-9393-6
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama,
Jepara.
“Keberhasilan adalah kemapuan untuk
melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa
kehilangan semangat.” (hal 171).
Patah hati bukanlah akhir dari
segalanya. Jangan sampai hanya karena patah hati, sampai harus membuat kita merasa putus asa atau
bahkan merencakan tindakan gila. Harus kita ingat, bahwa di balik berbagai
kejadian yang menimpa kita, pastinya akan ada hikmah yang bisa dipetik. Jadikan patah hati sebagai ajang perbaikan
diri, menjadi pribadi yang lebih baik. Tapi bagaimana cara merubah patah hati menjadi
prestasi?
Buku ini akan sangat cocok untuk dibaca.
Sedikit banyak buku ini akan mengupas bagaimana cara bangkit dari rasa sakit
hati bernama patah hati, baik karena ditinggal kekasih, merasakan cinta
bertepuk sebelah tangan, atau karena dihina orang lain. Pembaca diajak
menyikapi rasa sakit dengan melakukan berbagai aktivitas bermanfaat dan bisa
mengukir prestasi.
Pertama, jadikan rasa sakit hati
menjadi rezeki. Sebagaimana kisah Chow Yun Fat. Ketika banyak hinaan yang
menerpanya, karena kemiskinan yang melekat pada dirinya, dia mengubah
kesedihannya sebagai semangat untuk terus berjuang. Sampai kemudian dia menjadi
orang yang sukses seperti sekarang (hal 32).
Kedua, segera keluar dari
keterpurukan. Harus selalu diingat bahwa
dalam kondisi sesulit apa pun, Allah swt m selalu bersama hamba-Nya. Jadi jangan hanya karena sedang terpuruk,
membuat kita mudah putus asa, bahkan
menggadaikan agama. Seyogyanya jika sedang dalam keadaan terpuruk, sebaiknya
tetap berpikir jernih dan bertindak dengan hati-hati (hal 37).
Ketiga, mengembangkan potensi
diri. Setiap orang diciptakan Allah
dengan kecerdasan masing-masing. Karena itu sangat perlu bagi kita untuk mengetahui
potensi apa yang dimiliki. Ketika bisa
mengenali diri sendiri, maka akan mudah mengoptimalkan potensi yang ada untuk menciptakan kehidupan
yang lebih baik. Bahkan bisa tampil menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang
lain (hal 59).
Keempat, temukan passion hidup.
Mengetahui passion yang diminati,
sudah pasti akan membuat semangat ketika mengerjakan apa yang disukai
tersebut. Namun tentu saja tidak cukup
hanya tahu passion. Namun perlu tindakan untuk mewujudkannya. Yaitu dengan cara mulai belajar dan action.
Tidak lupa selalu bertanggung jawab.
Kelima, bersiap menjalani hidup yang
berkualitas, jangan sia-siakan waktu.
Waktu itu sangat penting. Sekali saja melewatinya tanpa aktivitas yang
berarti, akan membuang waktu dan penyesalan.
Jadi jangan hanya karena patah hati, malah membuat kita membuang waktu
percuma, dengan meratapi nasib. Terus-menerus sedih dan tidak segera move on
dengan melakukan hal yang bermanfaat.
Keenam, jangan mengulangi kesalahan.
Rasulullah saw bersabda, “Seorang yang beriman tidak terperosok di satu
lubang yang sama.” Sebab jelas bawa
orang-orang yang mengulangi kesalahan yang sama, adalah orang yang merugi.
Tidak bisa melepaskan diri dari kejahilan dirinya sendiri, dan tidak mau
bangkit dari keterpurukan. Meski dosa-dosa yang dikerjakan terhitung kecil,
tetapi bukankah tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus? (hal 111).
Ketujuh, menjalani dan bersyukur.
Dalam segala cobaan hidup, sebaiknya harus dijalani dengan baik. Meski kadang
jatuh terpuruk. Hal itu tetap harus disyukuri. Karena dari keterpurukan itu, banyak pembelajaran yang bisa dijadikan
pencerahan diri. Kita hanya perlu ikhlas dan bersyukur agar apa yang terjadi
nantinya bisa menjadi berkah di masa depan.
Selain tujuh cara ini, masih banyak lagi
kiat yang dipaparkan dalam usaha mengubah patah hati menjadi prestasi. Gaya bahasanya renyah dan mudah dipahami.
Buku ini dilengkapi dengan kisah inspiratif yang memotivasi, juga beberapa tes
untuk mengenali potensi diri.
Mengajarkan untuk selalu berpikir positif dalam
menghadapi rasa sakit hati. “Alllah selalu memberikan jalan selama kita
memikirkan hal-hal baik. (hal 132).
Juga mengajarkan untuk mengenal potensi diri agar bisa meraih prestasi
meski kerap jatuh berkali-kali. “Pemenang melihat potensi yang bisa
dikembangkan, sedangkan pecundang hanya sibuk meratapi kegagalan.” dan 159).
Srobyong, 21 November 2016
Halo Ratna
ReplyDeleteMasalahnya banyak buku buku yang membahas serupa ini. bingung mau milih yang mana untuk dibawa pulang kalau aku mampir ke toko buku gede.
saya merenung mungkin mas dwi suwikyo sudah punya nama yang cukup dikenal mungkin buku ini sangat direkomendasikan sekali.
cukup baca resensi ini suatu saat nanti kalau pas kebetulan beli hehehe..
salam kak ratna dar jepara
oh iya ada saran nih. apakah blognya menggunakan sistem kokemtar name/url? atau memang disengaja tak pake itu?
Mukhofas Al-Fikri | BauBlogging
Salam kenal Fikri.
ReplyDeleteYah kembali pada selera baca sih. Kalau menurutku setiap buku pasti memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Karena setiap penulis memiliki ciri khas tertentu dalam membahas suatu tema dan sudut pandangnya.
Oh untuk komennya masih dengan name saja. Belum url.
Waktu itu kalau gak salah pernah lihat buku ini deh di sebuah toko buku. Udah mau beli, tapi gak jadi gara-gara ada buku lain yang kelihatan menarik. Jadilah aku tinggalin bukunya dan sampai sekarang lupa nama dari bukunya. Nyari-nyari kadang suka nggak ketemu. Makasih ya mbak Ratna udah meresensi buku ini. Kalau ada waktu, nanti tak coba lihat-lihat buku ini di toko buku, deh.
ReplyDeleteKayaknya ini pertama kali aku berkunjung di sini, deh. Hehehe.. di tunggu kunjungan baliknya, mbak! ^^
Terima kasih kembali, semoga resensinya bermanfaat dan bisa kembali tertarik untuk membacnya.
DeleteDan terima kasih sudah berkenan mampir dan meninggalkan jejak. :)