Dimuat di Analisa Medan, Minggu 19 Februari 2017
Ratnani Latifah
Chika
paling tidak mengerti dengan jalan pikiran Dania—sahabatnya. Gadis itu selalu
saja aneh dengan segala pilihannya yang digemari. Masak iya seorang cewek ikut
klub pecinta alam, untuk kegiatan ekstrakurikuler. Ich! Nggak banget. Terkesan
tomboi. Lebih baik ikut klub drama atau cheerleders saja. Bisa melihat
cowok-cowok cakep di lapangan basket. Pasti
seru!
“Loe yakin mau
gabung di sana, Dan?” Chika bertanya memastikan, sebelum mereka sampai di base
camp klub pencinta alam.
“Iyalah. Seru lagi,
Chik. Gue daftarin sekalian, ya?”
“Ogah, gue nggak
suka kegiatan itu. Melelahkan, dan menguras keringat juga.” Chika menggeleng
dengan cepat.
“Kenapa, Chik?
Seru lho!”
“Seru menurut
Loe. Gue nggak!” Chika berucap tegas. Tangannya bersedekap.
Masih banyak
rencana yang ingin Chika lakukan ketika sudah memakai seragam putih abu-abu ini.
Kata orang-orang, masa SMA itu paling menyenangkan—masa pencarin jati diri
gitu. Dan salah satu rencana yang ingin dia wujudkan adalah mencari gebetan
buat dijadikan pacar—tepatnya mencari cinta pertamanya di SMA Pelita Jaya ini—kakak kelasnya dulu di SMP.
Karena katanya cowok melankolis itu
melanjutkan sekolah di sini—itu berita yang dia dengar dari para penggemar
cowok itu. Tapi tentu saja selain itu
Chika juga ingin mengukir prestasi. Dia
harus mengisi otak dengan nutrisi yang baik agar bisa membanggkan bumi pertiwi. Bagaimana pun dia adalah penerus bangsa yang
harus melawan kebodohan.
Jadi, masa
putih abu-abu ini harus dimanfaatkan dan dinikmati dengan santai, bukan malah
menantang diri dengan ikut klub seperti itu. Klub pecinta alam terkenal dengan
kegiatan yang membahayakan, seperti : Hiking,
Caving, Rock Climbing, dan Rafting. Chika masih waras, untuk
menolak.
“Tapi, dulu, kakak
loe masuk klub pecinta alam, ‘kan?” Dania masih mencoba membujuk. Kalau Chika
mau gabung, paling tidak dia sudah punya kenalan.
“Itu Kak Arhan,
bukan gue.” Chika memonyongkan bibirnya.
Sebel juga
sedari tadi Dania membujuk terus. Padahal dia tak memaksa Dania ikut klub drama
yang dia incar.
“Hehhe, iya,
iya.” Dania tersenyum. Tak enak hati juga dia, mengompori Chika yang memang tak
suka. Lagipula Dania juga tahu, misi
Chika dan kenapa sahabatnya itu ngotot memilih drama sebagai kegiatan ekstrakulikulernya.
“Tapi, loe
yakin Chik, dia masuk klub drama. Gimana kalau dia malah ngambil klub pencint
alam.” Tiba-tiba terbesit pikiran itu di kepala Dania.
“Nggak
mungkinlah. Aku tahu kok, dia itu bakal
masuk klub drama. Dia kan suka menulis naskah buat pementasan drama. Beberapa
kali juga dia main drama.”
“Iya juga sih,”
Dania membenarkan. Dulu memang begitu tapi ... seseorang bisa
berubahkan? Dania membatin sambil
terus berjalan beriringan dengan Chika.
“Kita sudah
sampai.” Dania berbinar, dia menunjuk base camp yang ada di depannya.
“Ikut masuk,
Yuk!” Dania menarik tangan Chika.
Chika menurut
saja, mereka pun memasuki base camp bersama. Dania segera mendaftarkan
diri. sedang Chika menunggu sambil duduk santai di ruang yang disediakan. Matanya dengan liar memerhatikan base camp sederhana
dengan pemandangaan yang memanjakan mata, yang sontak membuat Chika salah
tingkah. Mungkin dia salah lihat? Tapi itu tidak mungkin. Matanya masih normal
banget. Chika menggigit bibir.
“Anak baru?”
seseorang mengagetkan Chika yang tengah blingsatan.
“Eh, iya, Kak.”
Chika agak gugup disapa kakak kelasnya.
“Mau daftar
jadi anggota?”
“Enggak, Kak.
Cuma nganterin teman,” ucap Chika menjelaskan dengan agak menunduk.
“ Eh, seru, loh! Banyak pengalaman berharga
yang bakal kita dapet."
“Kenalkan aku
Fabian. Salah satu anggota klub pecinta alam.” Cowok itu mengulurkan tangannya.
Dari tadi ngobrol, masak tidak kenalan sekalian. Pikir cowok itu.
“Dan ini ketua
klub pecinta alam, Arga. ” Tak lupa Fabian mengenalkan sosok yang berdiri di
sampingnya.
Chika
menyambutnya dengan suka cita, senyumnya mengembang serta dada yang naik turun
tidak karuan. “Chika.”
“Maaf, kalau
tadi promosi. Kalau nggak suka, tidak mendaftar juga tidak apa-apa.” Chika
mengangguk dan tersenyum dalam hati. Sedang Fabian dan Arga pamit untuk menemui teman-temannya.
Chika segera bangkit, dia menyusul Dania yang masih mengisi formulir
pendaftaran. Dengan cepat Chika ikut menulis.
“Kok? Katanya nggak
mau?” Dania bingung.
Chika menunjuk sesuatu yang membuat Dania ikut terperangah. Pantaslah Lima menit cukup membuat sahabatnya
merubah sesuatu yang tak terduga. Dan
cukup lima menit pula dada Chika serasa ditampar, ketika keluar dari base
camp dia melihat kenyataan Arga—cinta pertamanya sudah memili gandengan. Sayangnya formulir pendaftaran klub pecinta
alam sudah tidak bisa dibatalkan.
--The
End--
Srobyong,
9 Maret 2015
No comments:
Post a Comment