Judul : Tentang Kamu
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Cetakan : Kedua, Oktober 2016
Tebal : vi + 524 hlm
ISBN :
978-602-0822-34-1
Peresensi : Ratnani Latifah. Penikmah buku dan penyuka literasi.
Alumni Universitas Islam Nahlatul Ulama, Jepara.
Sabar adalah sikap yang menunjukkan
kekuatan emosi untuk selalu bertahan dalam segala situasi, meski itu sangat
sulit. Sabar juga berarti tidak mudah
mengeluh dan memiliki jiwa yang kokoh. Membaca novel ini, kita akan dikenalkan
pada sosok yang begitu sabar dan ikhlas meski cobaan keras datang bertubi-tubi.
Tere Liye, penulis asal Sumatra kembali
menyapa penggemarnya dengan buku yang sangat inspiratif. Dia selalu memiliki ide-ide segar dan unik.
Novel ini mengisahkan tentang jejak
kehidupan Sri Ningsih yang akan dipaparkan melalui perjalanan panjang dari
Zaman Zulkarnaen—seorang junior associate di Thompson & co,
London. Di mana dalam kasus ini Zaman
harus menemukan ahli waris Sri. Karena siapa sangka, perempuan tua yang memilih
tinggal di panti Jompo di Paris, ternyata memiliki kekayaan sebesar satu miliar poundsterling dalam bentuk saham.
Dan jika dirupiahkan itu akan sama nilainya dengan 19 triliun rupiah (hal 11).
Zaman memiliki amanah untuk
memecahkan misteri ini. Tidak menunggu lama Zaman segera bertindak. Pertama,
dia mendatangi panti jompo di paris—di mana dia malah mengetahui kenyataan Sri
telah meninggal dan hanya meninggalkan diary tipis. Tapi dari benda itu, pada akhirnya
membawa Zaman kembali ke negerinya tercinta untuk mengendus perjalanan
Sri Ningsih.
Pulau Bungin menjadi langkah awal
mengikuti isi cacatan tersebut. Karena di sanalah Sri dilahirkan. Di sini Zaman
nampak terkejut mendapati kisah perjalanan hidup Sri yang tidak terduga. Dicap
sebagai anak pembawa sial dan harus menjadi anak yatim piatu di usia kecil.
Tidak cukup itu Sri pun harus rela diperlakukan kasar oleh ibu tirinya. Namun Sri menerima semua itu dengan sabar dan
ikhlas.
Ketika kebencian, dendam kesumat sebesar
apa pun akan luruh oleh rasa sabar. Gunung-gunung akan rata, lautan akan
kering, tidak akan ada yang mampu mengalahkan rasa sabar. Selemah apa pun fisik
seseorang, semiskin apa pun dia, sekali
di hatinya punya rasa sabar, dunia tidak bisa menyakitinya. Tidak bisa (hal 48).
Setelah dari Bungin, Zaman
melanjutkan perjalanan ke Surakarta, ke tempat Madrasah Kiai Ma’sum. Di sini
Sri hanya memiliki Tilamuta, adik tirinya sebagai anggota keluarga. Ibu tirinya
meninggal dalam insiden kebakaran. Pada bagian ini Sri akhirnya menemukan dua
sahabat yang sangat disayanginya. Namun rasa iri dan benci ternyata mampu
menggoyahkan rasa kekerabatan itu. Bahkan Sri sampai mengalami trauma yang
mendalam akibat kejadia ini.
Rasa dengki telah menjadi kebencian
luar biasa, yang bahkan bisa membuat pelakunya tega membabi-buta (hal 191).
Untuk mengobati traumanya itu ...
Sri memutuskan tinggal di Jakarta. Dan Zaman pun dengan setia mengikut pola
perjalanan hidup Sri. Kali ini selain ada diary tipis, Zaman juga mendapat
surat-surat milik Sri yang cukup membantunya dalam penyelidikan. Namun
lagi-lagi Sri bagai hilang di telan bumi, setelah berhasil menjadi wanita
sukses—setelah berkali-kali jatuh bangun dan mengalami kebangkrutan.
Ternyata Sri memilih London sebagai
tempatnya bersembunyi. Di sana dia sempat memiliki keluarga yang begitu baik
dan bahkan menikah. Namun, tak lama setelah itu ... Sri kembali menghilang
tanpa pesan apa pun. Di sini Zaman merasa buntu. Dia bertanyaa-tanya apa yang
membuat Sri selalu menghilang?
Belum selesai kebingungan Zaman
perihal penyelidikannya, tiba-tiba ada seseorang yang mengaku sebagaia istri
Tilamuta dan merupakan ahli waris kekayaan Sri. Padahal menurut penyelidikan
Zaman, Tilamuta telah meninggal. Kehidupan Sri yang penuh puzzle-puzzle ini, menjadi tantangan
besar bagi Zaman. Dia bertekad akan mengungkapkan semua kebenarannya. Itulah
prinsip yang selama ini dipegangnya.
“Jika berkata jujur akan membuat
empat orang jahat terbunuh mengenaskan, sedangkan berbohong akan membuat
selamat, maka pilihan yang akan aku ambil adalah bersedia mati bersama dengan
empat orang jahat itu demi menegakkan kebenaran” (hal 512).
Dipaparkan memakai sudut pandang
orang ketiga, membuat kisah terasa hidup. Gaya bahasanya pun renyah dan gurih.
Penulis pandai menyimpan kebenaran hingga akhir. Menuntun pembaca agar
menyelesaikan novel ini sampai akhir. Tidak ketinggalan kejutan akhir yang
mungkin tidak pernah terbayangkan. Beberapa kekurangannya tidak menutupi keasyikan
dalam membaca.
Sebuah novel yang sarat makna dan
menginspirasi. Kita diajak belajar menjadi sosok yang selalu sabar dan ikhlas.
Selain itu kita juga diajarkan untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah
dan selalu positif thinking.
Jadilah seperti lilin, yang tidak pernah menyesal
saat nyala api membakarmu. Jadilah seperti air yang mengalir dengan sabar.
Jangan pernah takut memulai hal baru (hal 278).
Srobyong, 30 Desember 2016
Reviewnya keren :D jado penasaran :) makasih sharingnya :)
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Hana. Monggo dijemput bukunya. Sama-sama :) Makasih juga sudah mampir di sini :)
ReplyDeletebagus resensninya... reviewnya yang padat dan jelas... makasih berbaginya... jadi tahu..
ReplyDeletewww.kananta.com
Terima kasih, Kak sudah mampir dan membaca. ^_^
Delete