Judul Buku : 77 Cahaya Cinta di Madinah
Penulis Penulis : Ummu Rumaisha
Penerbit : Al-Qudwah Publishing
Cetakan, : 1, 2015
ISBN : 978-602-317-023-4
Harga : Rp. 49.000,-
Halaman : vii+256 halaman
Umat terdahulu adalah suri tauladan yang seharusnya kita
contoh—mengidolakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki mereka—khususnya para
sahabat. Tidak dipungkiri saat ini rasa cinta terhadap sahabat-sahabat nabi
mulai tergeser karena kita lebih suka mengidolakn selebritis. Selebritis
terlihat lebih hebat. Kita melupakan kehebatan pada sahabat yang rela menjadi
syuhada demi kemakmuran Islam. Dengan adanya buku ini penulis memaparkan
harapannya agar orang-orang saat ini mulai mencoba meneladani kisah sahabat.
Buku ini akan membahas tentang kisah-kisah sahabat
berdasarkan kisah nyata. Kisah yang jika kita membacanya akan membuat kita tahu
tentang nikmat cinta yang paling tinggi. Cinta yang membuat tidak bisa berpaling, ketika sudah
mengetahui nikmat cinta suci. Cinta itu akan
membuat dampak ingin selalu berada didekat-Nya. Setiap detik setiap waktu.
Bahkan siap mengorbankan jiwa jika memang itu perlu. Begitulah yang dirasakan
para sahabat Nabi Muhammad saw. di Madinah. Ketika cinta yang dimiliki hanya
disandarkan pada Allah, maka apa pun yang dilakukan itu murni untuk
mengharapkan ridha-Nya. Kecintaan yang
berlimpah itu menjadikan Madinah layaknya kota suci yang disinari cahaya
terang.
Cinta yang begitu dahsyat itu terangkum dalam buku 77 Cahaya Cinta di
Madinah. Buku ini memaparkan kisah-kisah para pecinta yang luar biasa. Selain
memaparkan cinta kepada Allah juga mengisahkan cinta pada sesama manusia dan
Rasul. Keikhlasan dan keberanian yang dimiliki sungguh patut diteladani.
Seperti kisah cinta Zainab dan Abu al-Ash bin Rabi’.
(hal. 9) Mereka adalah pasangan suami istri yang saling mencintai. Namun
setelah kenabian Nabi Muhammad, Zainab memilih ikhlas mengimani agama yang dibawa ayahnya—Rasulullah saw.
Berbeda dengan suaminya yang masih meempertahankan agama lamanya. Meski cinta
yang ada di antara mereka tidak pernah sedikit pun berubah. Namun apa mau
dikata Rasulullah meminta Abu al-Ash untuk membiarkan Zainab ke Madinah. Mereka harus berpisah karena
perbedaan keyakinan. Zainab sungguh sedih dengan perpisahan itu, apalagi dia
dalam keadaan hamil. Tapi perintah Allah adalah yang utama.
Ada pula kisah cinta yang
dialami Zaid bin Haritsah. (hal. 22). Dia dulunya adalah budak Siti
Khadijah, namun setelah Khadijah menikah dengan Rasulullah Zaid dibebaskan daan
kemudian memeluk Islaam. Dia terkenal sebagai seorang yang rajin membaca
Al-Quran, shalat malam dan puasa. Karena keimanan dan cintanya yang luar biasa
itu, Zaid mendapatkan sesuatu yang tidak pernah diduga.
Kisah lainnya bisa kita baca tentang
Julaibab yang menjadi rebutan bidadari. Dia bukanlah seorang yang tampan—malah
lebih tepatnya dikenal dengan seorang yang buruk rupa. Lalu apa yang sebebarnya
dimiliki Julaibab hingga dia bisa menjadi rebutan bidadari? Bahkan Julaibab
bisa menikahi putri pemimpin Anshar yang cantik jelita. (hal. 37)
Tak tertinggal kisah Amr bin Uqaisy ‘Masuk Surga Tanpa Shalat’. Entah
bagaimana hal itu bisa terjadi. Allah memang Maha Besar. Memiliki cara
tersendiri untuk mengangkat derajat hamba yang dipilih. Keburukan yang pernah
dimiliki di masa lalu, bisa terhapus dengan cahaya terang yang sudah menyapa
qalbu. Subhanallah. (hal. 158) Dan tidak kalah apik kisah-kisah lain yang bisa
ditemukan dalam buku ini.
Kisah-kisah
yang terurai di sini sungguh memancarkan sinar terang, menggetarkan hati dan
bisa menjadi cambuk penambah keimanan. Banyak dari kisah yang jarang diuraikan
dalam buku-buku sejarah nabi yang hampir serupa. Apalagi yang dibahas di sini adalah utamanya
cinta dari sahabat yang menyinari kota Madinah. Keunikan dari buku ini dari
yang lain adalah selain memaparkan cerita-cerita yang jarang diangkat juga
mengikutsertakan gambar-gambar yang disesuaikan dengan isi cerita. Walaupun dalam pemberian gambar terkesan
tidak konsisten. Karena sebagian cerita ada yang bergambar ada yang tidak.
Lepas dari kekurangan yang ada, buku ini
tetap asyik untuk dinikmati. Dengan menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami, penulis
menceritakan kembali kisah-kisah yang begitu mengharukan. Buku ini sangat sarat
makna. Misalnya mengajarkan kepada kita
untuk selalu ingat pada Allah dan
Rasul-Nya, membuat keimanan kita terpupuk dan semakin kokoh, mengajarkan
keikhlasan dalam mencintai Allah, serta pada apun yang kita kerjakan. Jika
cinta yang kita miliki bersandar pada Allah dan Rasul-Nya. Insya Allah,
keberkahan akan selalu menyertainya. Sebuah renungan untuk bermuhasabah diri. Menyadarkan kepada kita
bahwa seyogyanya umat terdahulu adalah suri tauladan yang baik.
Pertamax.
ReplyDeleteCihui. Kalau sudah diikitkan lomba gak bisa dikirim ke media, ya? Jadi kalau mau kirim juga, kayaknya ambil angle yang beda. Oops. malah ngomong sendiri. Resensi yang memikat. Aku malah baru mencermati gambarnya setelah baca resensi ini.
Sepertinya begitu Mbak. Buat resensi lagi aja dengan gaya bahasa yang lain. Aku pernah buat dua resensi dari novel namaku Subardjo yang satu sudah terposting di blog. yang satu kemarin dimuat di radar saampit. ^^ Hehh gambarnya menrik sayang tidak semua cerita ada gambarnya.
ReplyDeleteAku cari buku ini udah ga ada di gramed deket rumah
ReplyDeleteWah, coba tanya penulis atau penerbitnya Mbak Anggarani, siapa tahu bisa pesan dari sana
Delete