Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit :
Republika Penerbit
cetakan :
1, September 2015
Halaman :
iv+ 400 halaman
ISBN :
978-602-082-212-9
Harga :
65.000,-
Peresensi :
Ratnani Latifah [Penikmat buku dan literasi, berdomisili di Jepara]
Pulang memiliki banyak arti. Di antaranya,
jika dia seorang perantau mungkin dia akan pulang ke kampung halaman. Atau bisa
jadi pulang ke rumah Tuhan karena jiwanya telah diambil. Pulang juga bisa
diartikan kembali jalan Tuhan setelah sekian lama tersesat dalam lembah hitam.
Semua orang akan pulang pada tempatnya masing-masing. Itulah hakikatnya. Begitupun
Bujang atau lebih dikenal sebagai Si Babi Hutan. Dia harus pulang ketika waktu
yang ditentukan telah datang.
Kedatangan Tauke ke Talang, telah merubah
hidup Bujang. Atas izin bapak dan ibunya Tauke membawanya ke kota. Dia diadopsi menjadi keluarga Tong.
Salah satu keluarga besar di dunia hitam. Pada awalnya Bujang berpikir bahwa
nanti di sana dia akan dijadikan tukang pukul—jagal seperti bapaknya. Namun
ternyata dia salah. Di sana dia malah disekolahkan. Pada awalnya dia bersikeras
menolak, ingin seperti bapaknya. Namun Tauke menasihatinya, “Masa depan
Keluarga Tong bukan di tangan orang-orang yang pandai berkelahi. Masa depan keluarga
ini ada di tangan orang yang pintar.” (hal. 55) Pada akhirnya dia menerima
keputusan Tauke setelah melakukan kesepakatan bersama. Bahkan pada akhirnya
nanti dia bahkan bersekolah hingga keperguruan tinggi di Amerika dan belajar
tentang shadow economy.
Namun selain bersekolah, Bujang tetap diajari
bagaimana cara berkelahi, menembak bahkan tehnik ninja seperti, menggunakan shuriken
yang telah dimodifikasi sesuai zaman saat ini. Sehingga dia mendapat sebutan Si
Babi Hutan karena memiliki kehebatan yang luar biasa—pintar, kuat dan tidak
terkalahkan. Dia sangat tekenal dikalangan dunia hitam itu. Bujang memang ahli
dalam bersiasat. membunuh, dan melakukan
bisnis hitam. Namun ada satu hal yang tidak pernah dilakukannnya, memakan
daging babi dan minum khamr. Itulah nasihat terakhir yang diberikan ibunya.
Tanpa orang ketahui ..., selain menjauhi makan dan minuman haram itu ..., entah
kenapa setiap mendengar adzan subuh ada perasaan aneh yang menyergap hatinya.
Namun Bujang selalu menepisnya.
Kemudian dari tahun ke tahun Keluarga Tong pun
semakin kuat. Hampir seluruh Kota Provinsi sudah dikuasai. Namun ..., karena
kesuksesan itu ..., banyak keluarga lain yang merasa cemburu. Salah satunya
Keluarga Lin yang sudah berani mengambil teknologi pemindai yang telah
dikembangkan Keluara Tong di Makau. Hal ini yang kemudian memicu perselisahan. Selain
perselisihan dari luar, ternyata ada juga perselisihan dari keluarga Tong
sendiri—sebuah pengkhianatan orang dalam yang membuat Bujang kaget. Bagaimana
mungkin temannya sendiri tega melakukan hal seperti itu? Berusaha mengambil
alih kekuasaan dan membunuh Tauke.
Dalam kekecewaan dan rasa tidak percayanya,
Bujang menyadari bahwa memang beginilah hidup. Seperti yang terjadi dengan
bapaknya. Hidup ini adalah perjalanan panjang dan tidak selalu mulus. (hal.262)
yang diperlukan adalah kesabaran. Dari kejadian ini pula, Bujang dipertemukan
dengan pamannya—Tuanku Imam. Pertemuan itu mengingatkan padanya untuk pulang ke
tempat asalnya. Dan dari pamannya Bujang mengetahui kenapa adzan subuh selalu
memanggilnya. Namun di satu sisi, dia
berkeinginan untuk menyelesaikan permasalahan dulu—sebuah kesetian, baru
memikirkan apakah dia harus pulang atau tidak.
Novel dengan tema unik namun tetap sarat
makna. Sebuah novel yang menceritakan sindikat keluarga yang berkecimpung di
dunia hitam. Tapi tetap mengajarkan nila-nilai kehidupan. Bahwa setiap orang
selalu punya masalah masing-masing—tidak ada yang sempurna. Lalu menyadarkan
akan pentingnya sebuah pendidikan. Selain itu ada juga sisi religi yang bisa
ditangkap dalam novel ini. Bahwa menjauhi makan dan minum yang haram bisa
memanggil jiwa yang masih terjaga jiwanya, meskipun sudah banyak kejahatan
yang dilakukan. Ada pula quote yang mengajarkan kesabaran. Bersabarlah,
maka gunung-gunung akan luruh dengan sendirinya, lautan akan kering. Biarlah
waktu menghabisi semuanya. (hal. 288). Dan ada pula sebuah nasihat yang mengingatkan bahwa jikalau setiap orang punya masa lalu, manusia tetap bisa berubah. (hal.
341)
Bagus emang novelnya...seru
ReplyDeleteIya Mbak Ria, seru banget ^^ Malah seperti nonton film action
DeleteKereeeeen... ^_^
ReplyDeleteIya, Nisa patut dikoleksi. Isinya menghibur dan meninggalkan banyak pesan ^^
DeleteBuku ini bagus, keren. Berasa nonton bukan baca...
ReplyDeleteHhehh Mbak Anggarani mampir di sini juga, Asyik ah. Bener tuh Mbak berasa nonton film action. punya Mbak Anggrani mana resensinya?
DeleteSeneng banget baca novel ini, sampai rebutan sama si sulung. Selalu ada "pesan" dalam buku2 Tere Liye.
ReplyDeleteBenar Mbak, dalam buku Tere Liye memang selalu menyimpan pesan ^^
Deletemantap memang..
ReplyDeleteYup, ceritanya memang sangat mantap
DeleteHwaaa, rata2 berpendapat sama yaa. Berasa kurang tp ulasannya. Punyaku aja, banyak yg kelewat dibahas ding. Saking kerennya, seolah keselek ^_^
ReplyDeleteHheh iya pembahasannya kayak kurang panjang kali lebar. Tapi mau bagaimana lagi sudah terlanjur ^^
Delete