Monday, 14 December 2015

[Resensi] Pulang; Sebuah Perjalanan Hidup



Judul               : Pulang
Penulis             : Tere Liye
Penerbit           : Republika Penerbit
cetakan            : 1, September 2015
Halaman          : iv+ 400 halaman
ISBN               : 978-602-082-212-9
Harga              : 65.000,-
Peresensi         : Ratnani Latifah [Penikmat buku dan literasi, berdomisili di Jepara]

Pulang memiliki banyak arti. Di antaranya, jika dia seorang perantau mungkin dia akan pulang ke kampung halaman. Atau bisa jadi pulang ke rumah Tuhan karena jiwanya telah diambil. Pulang juga bisa diartikan kembali jalan Tuhan setelah sekian lama tersesat dalam lembah hitam. Semua orang akan pulang pada tempatnya masing-masing. Itulah hakikatnya. Begitupun Bujang atau lebih dikenal sebagai Si Babi Hutan. Dia harus pulang ketika waktu yang ditentukan telah datang.

Kedatangan Tauke ke Talang, telah merubah hidup Bujang. Atas izin bapak dan ibunya Tauke membawanya  ke kota. Dia diadopsi menjadi keluarga Tong. Salah satu keluarga besar di dunia hitam. Pada awalnya Bujang berpikir bahwa nanti di sana dia akan dijadikan tukang pukul—jagal seperti bapaknya. Namun ternyata dia salah. Di sana dia malah disekolahkan. Pada awalnya dia bersikeras menolak, ingin seperti bapaknya. Namun Tauke menasihatinya, “Masa depan Keluarga Tong bukan di tangan orang-orang yang pandai berkelahi. Masa depan keluarga ini ada di tangan orang yang pintar.” (hal. 55) Pada akhirnya dia menerima keputusan Tauke setelah melakukan kesepakatan bersama. Bahkan pada akhirnya nanti dia bahkan bersekolah hingga keperguruan tinggi di Amerika dan belajar tentang shadow economy.

Namun selain bersekolah, Bujang tetap diajari bagaimana cara berkelahi, menembak bahkan tehnik ninja seperti, menggunakan shuriken yang telah dimodifikasi sesuai zaman saat ini. Sehingga dia mendapat sebutan Si Babi Hutan karena memiliki kehebatan yang luar biasa—pintar, kuat dan tidak terkalahkan. Dia sangat tekenal dikalangan dunia hitam itu. Bujang memang ahli dalam bersiasat.  membunuh, dan melakukan bisnis hitam. Namun ada satu hal yang tidak pernah dilakukannnya, memakan daging babi dan minum khamr. Itulah nasihat terakhir yang diberikan ibunya. Tanpa orang ketahui ..., selain menjauhi makan dan minuman haram itu ..., entah kenapa setiap mendengar adzan subuh ada perasaan aneh yang menyergap hatinya. Namun Bujang selalu menepisnya.

Kemudian dari tahun ke tahun Keluarga Tong pun semakin kuat. Hampir seluruh Kota Provinsi sudah dikuasai. Namun ..., karena kesuksesan itu ..., banyak keluarga lain yang merasa cemburu. Salah satunya Keluarga Lin yang sudah berani mengambil teknologi pemindai yang telah dikembangkan Keluara Tong di Makau. Hal ini yang kemudian memicu perselisahan. Selain perselisihan dari luar, ternyata ada juga perselisihan dari keluarga Tong sendiri—sebuah pengkhianatan orang dalam yang membuat Bujang kaget. Bagaimana mungkin temannya sendiri tega melakukan hal seperti itu? Berusaha mengambil alih kekuasaan dan membunuh Tauke.

Dalam kekecewaan dan rasa tidak percayanya, Bujang menyadari bahwa memang beginilah hidup. Seperti yang terjadi dengan bapaknya. Hidup ini adalah perjalanan panjang dan tidak selalu mulus. (hal.262) yang diperlukan adalah kesabaran. Dari kejadian ini pula, Bujang dipertemukan dengan pamannya—Tuanku Imam. Pertemuan itu mengingatkan padanya untuk pulang ke tempat asalnya. Dan dari pamannya Bujang mengetahui kenapa adzan subuh selalu memanggilnya.  Namun di satu sisi, dia berkeinginan untuk menyelesaikan permasalahan dulu—sebuah kesetian, baru memikirkan apakah dia harus pulang atau tidak.


Novel dengan tema unik namun tetap sarat makna. Sebuah novel yang menceritakan sindikat keluarga yang berkecimpung di dunia hitam. Tapi tetap mengajarkan nila-nilai kehidupan. Bahwa setiap orang selalu punya masalah masing-masing—tidak ada yang sempurna. Lalu menyadarkan akan pentingnya sebuah pendidikan. Selain itu ada juga sisi religi yang bisa ditangkap dalam novel ini. Bahwa menjauhi makan dan minum yang haram bisa memanggil jiwa yang masih terjaga jiwanya, meskipun sudah banyak kejahatan yang dilakukan. Ada pula quote yang mengajarkan kesabaran. Bersabarlah, maka gunung-gunung akan luruh dengan sendirinya, lautan akan kering. Biarlah waktu menghabisi semuanya. (hal. 288). Dan ada pula sebuah nasihat yang mengingatkan bahwa jikalau setiap orang punya masa lalu, manusia tetap bisa berubah. (hal. 341)

12 comments:

  1. Replies
    1. Iya Mbak Ria, seru banget ^^ Malah seperti nonton film action

      Delete
  2. Replies
    1. Iya, Nisa patut dikoleksi. Isinya menghibur dan meninggalkan banyak pesan ^^

      Delete
  3. Buku ini bagus, keren. Berasa nonton bukan baca...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhehh Mbak Anggarani mampir di sini juga, Asyik ah. Bener tuh Mbak berasa nonton film action. punya Mbak Anggrani mana resensinya?

      Delete
  4. Seneng banget baca novel ini, sampai rebutan sama si sulung. Selalu ada "pesan" dalam buku2 Tere Liye.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar Mbak, dalam buku Tere Liye memang selalu menyimpan pesan ^^

      Delete
  5. Hwaaa, rata2 berpendapat sama yaa. Berasa kurang tp ulasannya. Punyaku aja, banyak yg kelewat dibahas ding. Saking kerennya, seolah keselek ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hheh iya pembahasannya kayak kurang panjang kali lebar. Tapi mau bagaimana lagi sudah terlanjur ^^

      Delete