Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 10 Juni 2018
Judul :
The Awakened Family
Penulis :
Shefali Tsabary, Ph.D
Penerjemah :
Pandam Kuntaswari
Cetakan :
Pertama, Agustus 2017
Tebal :
xiv + 414 halaman
ISBN :
978-602-03-6122-2
Peresensi :
Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Buku “The Awakened Family” karya Dr. Shefali
Tsabary—seorang orangtua dan psikolog klinis—akan mengajak kita untuk
mengenal perubahan pola asuh yang
mendasar. Di mana fokus buku ini adalah tentang kesadaran orangtua yang mau
memahami anak berdasarkan kepribadian yang dimiliki, bukan hanya melihat dari
kacamata orangtua sendiri—sebagai pihak yang sering menjadi sosok otoriter atau
berkuasa terhadap anak.
Sehingga kita bisa membesarkan anak menjadi pribadi
yang terbaik—yakni diri yang sesungguhnya. Orangtua bisa mengasuh anak tanpa stres, takut
atau cemas. Sehingga melalui pola asuh itu bisa menciptakan hubungan erat antar
keluarga.
Orangtua harus menyadari bahwa paradigma pola asuh
tradisional—saat orangtua dipandang lebih hebat daripada anak, sudah tidak bisa
diterapkan di era modern saat ini, karena dapat menghasilkan disfungsi dan
ketidakterhubungan dalam keluarga. Di era sekarang orangtua harus bersedia
menjadi arsitek yang membangun pola pengasuhan baru, tempat di mana orangtua
dan anak memiliki kedudukan yang setara, saling melayani sebagai rekan yang
saling menguntungkan dalam jalur pengembangan diri yang dibangun di atas
kesadaran yang makin berkembang (hal xiv).
Dalam mengasuh anak kita tidak boleh mengedepankan
ego dan memaksakan kehendak kita. Karena ego hanya akan membuat kita berpikir
tidak rasional. Sedikit saja anak melakukan protes kita akan menganggap anak
tersebut suka membangkang. Padahal seorang anak juga berhak mengeluarkan
pendapat. Hal lain yang tidak boleh kita
lakukan saat mengasuh anak adalah sikap mendominasi terhadap anak. Kita terlalu
obsesif dengan pencapaian target dan sibuk merancang masa depan ‘bahagia’ bagi
anak, sehingga kita selalu sibuk mengatur anak secara berlebihan. Padahal hal
itu sangatlah tidak baik bagi perkembangan anak.
“Ketika anak-anak tidak diberi cukup ruang untuk
menegaskan pendapatnya, dan justru tenggelam dalam rencana-rencana orangtua,
maka anak akan tumbuh dengan rasa cemas dan depresi.” (hal 12). Yang perlu kita lakukan sebagai orangtua
adalah menyediakan konteks yang aman tempat mereka bisa mendapat ruang dan
waktu untuk membangkitkan kecenderungan mereka sendiri sebagai jalan mewujudkan
ekpresi diri unik mereka.
Kita juga tidak boleh merubah anak menjadi apa yang
kita harapkan. Misalnya saja, ketika
anak tidak mau menjadi dokter seperti orangtuanya, maka kita tidak boleh
memaksa. Biarkan anak menjadi diri mereka sendiri. Kita hanya perlu memberi
dukungan kepada anak.
Sebagai orangtua kita harus paham benar dengan apa
yang dibutuhkan anak. Bahwa yang paling dibutuhkan anak sesungguhnya bukan
materi yang berlimpah, namun perhatian. Rasa diri yang kukuh baru bisa terbentuk jika
anak merasa diperhatikan dan didukung secara intrinsik. Oleh karenanya penting
bagi kita untuk tidak memandang anak sebagai tiruan atau kloning diri kita
sendiri, melaikan sebagai individu yang unik (hal 35). Di mana hasilnya anak
akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi.
Selain itu kita juga harus paham dengan berbagai
mitos pola asuh, agar kita tidak salah langkah. Selama ini kita pasti sering
berpikir bahwa fokus pengasuhan itu ada pada anak—yang artinya orangtua dengan
segala kuasanya akan mengatur apa yang akan dilakukan dan disukai anak.
Namun dalam pengasuhan sadar fokus pengasuhan yang sebenarnya adalah
orangtua.
Di mana orangtualah yang perlu “dibesarkan”—yang
artinya perhatian kita adalah pada diri sendiri. Menilik dari masa lalu,
kita dibesarkan orangtua tanpa
kesadaran, sehingga emosi dan kejiwaan kita sedikit banyak rusak. Agar tidak
mengulang hal yang sama dari masa lalu kita, maka kita harus mulai berbenah
diri dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Kemudian mulai mengasuh anak
dengan kesadaran diri, mau menerima masukan dan tidak bertindak otoriter.
Mitos lain yang masih sering kita percaya adalah
anak sukses adalah anak yang unggul di masa depan. Dan sewajarnya setiap
orangtua pasti ingin memiliki anak yang sukses. Oleh sebab itu demi meraih
sukses itu, orangtua kerap memaksakan kehendak dengan mengatur berbagai les atau
kegiatan agar diikuti anak. Mereka tidak
peduli jika apa yang mereka atur, tidak disukai atau bukan sesuatu yang
diminati anak. Padahal sesungguhnya
kesuksesan itu bisa dilihat seberapa bahagianya anak kita, dengan
membiarkan mereka menjadi diri sendiri.
Sebuah buku yang sangat membantu bagi orangtua
terkait dengan pengasuhan anak. Melalui buku ini kita disadarkan tentang pentingnya
keterbukaan, saling menghormati dan menghargai antara anak dan orangtua,
sehingga dalam keluarga bisa tercipta keharmonisan.
Srobyong, 18 Maret 2018
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete