Wednesday, 13 June 2018

[Resensi] Batas Antara Benci dan Cinta

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 3 Juni 2018 



Judul               : Amor Est  Poena (Love is Punishment)
Penulis             : Stephanie Budiarta
Penerbit           : Pastel Books
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : 340 halaman
ISBN               : 978-602-6716-17-0
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Cinta  yang sesungguhnya itu ikhlas memberi tanpa pernah meminta balasan. Bukan memikirkan bagaimana cara memiliki seseorang, melainkan bagaimana cara untuk membahagiakan orang yang berarti bagi kita.” (hal 228).

Persahabatan dan cinta, selalu menarik untuk dikupas. Meski banyak tema serupa yang ada di pasaran, kedua tema tersebut, selalu laris dan ditunggu para pembaca. Eksekusi berbeda yang ditawarkan setiap penulis, membuat para pembaca tetap setiap menunggu kisah yang ditawarkan. Begitu pula dalam novel ini, dengan keunikan tersendiri novel ini hadir dengan kisah segar yang menarik untuk diikuti.

Fara bersahabat dengan Willy di masa SMA. Namun masalahnya, Fara jatuh cinta setengah mati pada Willy, hingga Fara nekat untuk mengutarakan perasaan. Tapi siapa sangka dengan tega dan bengis, Willy menolak Fara mentah-mentah.  Tidak hanya itu, Willy juga membuat Fara terluka dengan kata-kata dan sikapnya yang kasar. Hingga akhirnya persahabatan mereka pun berakhir juga.

Hingga beberapa tahun kemudian, mereka dipertemukan lagi dalam lingkungan kerja. Meski sempat terkejut, baik Fara atau Willy tetap berusaha profesional. Mereka mengesampingkan masa lalu dan berusaha bekerja dengan baik. Lagipula  Fara sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak terjebak kembali pada masa lalunya.

Bersamaan dengan itu, kehidupan Fara semakin berwarna dengan kehadarian Nando. Laki-laki itu tiba-tiba masuk dalam kehidupan Fara dengan sejuta usaha untuk menaklukkan hati Fara. Baik dengan cara biasanya, hingga cara-cara aneh yang bikin lucu, sebal juga deg-deg-an. “Kita jatuh tanpa alasan, bahkan tanpa rencana. Datang cinta tak pernah ditebak itulah cinta.” (hal 55).

Di sisi lain, siapa sangka, ketika melihat kedekatan antara Fara dan Nando, mendadak Willy merasa tidak terima. Dia sebal dan marah.  mendadak Willy ingin memiliki Fara. Dia bertekad akan mengungkap sebuah rahasia yang membuat dirinya memilih menyingkirkan Fara di masa lalu.  Tapi bagaimana pendapat Fara sendiri? Siapa yang akhirnya dia pilih? Apakah sosok di masa lalu yang pernah menyakitinya, atau sosok baru selalu ada untuknya?

“Hidup selalu dihadapkan pada pilihan. Begitu pun dengan cinta, kelak kau harus memilih dengan siapa hatimu akan berlabuh.” (hal 122).

Menggunakana gaya bahasa segar dan pop, membuat kisah ini segar dan mudah dipahami. Lucu dan seru. Kita akan dibuat sebal dengan sikap Fara yang kadang plin-plan, juga sebal dengan sikap Willy yang sok menguasai dan egois, serta sikap Nando yang selalu mengalah. Tapi di sinilah keseruannya. Ada tarik ulur yang membuat kita tidak mau berhenti membaca, sampai tahu siapa yang akhirnya dipilih Fara.

Meski ada beberapa kesalahan tulis  dan salah dalam pemakaian sudut pandang (hal 241), hal itu tidak mengurangi keseruan cerita yang ditawarkan penulis. Secara keseluruhan novel ini menarik. Saya juga suka cover yang terlihat artistik dan mengundang rasa penasaran.  Dari novel ini saya belajar  untuk tidak lari dari masalah, jangan terjebak pada masa lalu.

Srobyong, 10 Mei 2018 

No comments:

Post a Comment