Friday, 7 September 2018

[Resensi] Kehidupan A.J. Fikry Seorang Penikmat dan Penjual Buku

Dimuat di Kabar Madura, Selasa 4 September 2018


Judul               : Kisah Hidup A.J. Fikry
Penulis             Gabrielle Zevin
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Oktober 2017
Tebal               : 280 halaman
ISBN               : 978-602-03-7581-6
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara

“Kita membaca untuk mengetahui kita tidak sendirian.  Kita membaca karena kita sendirian. Kita membaca dan kita tidak sendirian.” (hal 263).

Benar kata pepatah bahwa buku adalah teman paling setia juga teman yang akan selalu menambah pengetahuan. Karena buku akan membuka banyak jendela yang bisa kita masuki kapan saja.  Tidak jauh-jauh dari masalah perbukuan, inilah tema yang diangkat penulis dalam buku ini.

A.J. Fikry  adalah pemilik  Island Books—toko buku satu-satunya di Alice.  Dulu dia membangunnya bersama sang istri—Nicole. Namun sejak istrinya meninggal A.J berubah. Dia mulai menjadi pribadi yang sinis dan emosi. Dia pernah bersikap kasar pada Amelia Loman—wiraniaga penerbit yang menawarkan buku. Dia yang suka membaca—meski hanya karya-karya sastra berat, tidak suka teenlit, chicklit, dan genre lainnya—mulai menganggap buku adalah membosankan—bahkan tidak lagi membaca.

Meski A.J tetap bertahan menjual buku, lambat laun penjualannya merosot tajam. Keadaan itu sungguh membuatnya maskin frustasi. Dia benar-benar tidak memiliki semangat hidup. Dia menenggelamkan diri dengan minum-minum. Hingga suatu haru, A.J menyadari koleksi puisi Poe yang langka telah hilang (hal 34). Dan kemunculan sebuah paket menarik yang dia temukan di pojok tokonya—dilengkapi sepucuk pesan—telah  merubah kehidupan A.J.

“Ini Maya. Umurnya 25 bulan. Ia sangat cerdas, sangat pandai bicara untuk seusianya, dan anak yang sangat manis dan baik. Aku ingin ia tumbuh sebagai anak yang gemar membaca. Aku ingin ia dibesarkan di tempat dengan buku-buku dan di antara orang yang peduli dengan hal-hal semacam itu.” (hal 53-54).

Sejak kehadiran Maya, A.J merasa memiliki kekuatan baru untuk bertahan hidup. Meski tidak berpengalaman dalam merawat bayi, dia berusaha yang terbaik merawat Maya.  Selain itu A.J juga mulai memperbaiki kesalahannya. Dia meminta maaf pada Amelia dan mulai menata kembali bisnis bukunya.  Hingga akhirnya bisnis bukunya mulai berangsur membaik.

Maya pun tumbuh menjadi gadis yang cerita, semakin menggemari buku dan bercita-cita menjadi penulis. Dia belajar banyak dari tulisan-tulisan milik A.J juga dari koleksi buku di Island Books. Dan A.J pun mulai membuka diri—sejak peritiwa pencurian buku itu, A.J menjadi dekat dengan petugas polisi bernama Lambiase—yang awalnya tidak terlalu suka membaca, kini kecanduan membaca—bahkan membuat klub baca polisi.

Kejutan yang tidak terkira adalah ketika A.J menyadari bahwa dia memiliki ketertarikan dengan Amelia. Dia merasa memiliki kecocokan ketika berdiskusi dengan gadis itu. Pengetahuannya tentang berbagai buku dan kecerdasannya membuat A.J tertarik.  Tentu saja selain sekelumit masalah itu, masih banyak kejutan lain yang ditawarkan novel ini. Misalnya tentang misteri siapa orang orangtua kandung Maya, hingga siapa sebenarnya pencuri buku puisi A.J. Penulis menyelesaikan kisahnya dengan ekseskusi yang baik.

Novel ini cukup menghibur, alurnya menarik. Tema buku sudah menjadi daya tarik tersendiri. Membuat kita penasaran dan tidak ingin berhenti membaca sebelum menyelesaikan kisah ini. Hanya saja ada beberapa  bagian yang entah mengapa menurut rasa saya sedikit membosankan.  Tapi hal itu cukup terasamarkan dengan banyaknya pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini.

Secara tidak langsung A.J menjabarkan bagaimana proses yang perlu dilakukan bagi siapa saja yang ingin menulis—yaitu mau membaca dan mulai menulis—itulah pokok utamanya. Di sini A.J juga menyuarakan kekhawatirannya perihal buku elektronik yang sejatinya bisa menurunkan minat baca.
“Buku elektronik bukan hanya akan menghancurkan bisnisku, tapi lebih buruk lagi, membuat berabad-abda budaya baca yang kuat mengalami penurunan dengan pasti dan cepat.” (hal 229).

Dari perjalanan hidup A.J, kita juga diajari untuk menjadi sosok kuat dan harus bangkit, meski banyak cobaan yang menerpa kita. Tak ada sesuatu yang abadi, oleh karena itu kita harus sabar ketika mendapat ujian dan selalu kuat untuk bertahan semaksimal mungkin.

Dan saya sangat setuju dengan pemikiran Nicole dan A.J sebelum mereka membangun Island Books ini di Alice “Sebuah tempat kurang sempurna tanpa toko buku.” (hal 212).

Srobyong, 11 Februari 2018

1 comment: