Tuesday 26 January 2021

Resensi - Masalah Harus Dihadapi, Bukan Dijauhi dengan Melarikan Diri


Judul                : I Love View

Penulis             : Azzura Dayana

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, Januari 2021

Tebal               : 232 halaman

Harga Buku     : RP60.000

ISBN                 : 978-623-253-027-0

Peresensi         : Ratnani Latifah


Meski  tidak menjadi juara pada Kompetisi Menulis Indiva 2020, tetapi  novel ini terpilih sebagai karya  yang   mendapatkan penghargaan khusus dari Indiva. Bagaimana tidak ..., novel ini memiliki rasa pemenang yang sangat lekat. Dua kata untuk novel ini. Keren banget!

(Sumber : Facebook Penerbit Indiva. Judul asli novel sebelum diganti "I Love View") 

“Kamu tahu kamu mungkin bisa menyelesaikan masalah ini, dan bisa juga gagal. Tapi kamu memilih untuk tidak melewatinya. Itu namanya menghindar. Lari dari masalah itu lebih simpel. Kamu tidak mau masalah itu selesai. Itu bukan sikap kesatria.” (hal 132).

Setiap orang pasti memiliki masalah. Hanya saja kadarnya berbeda-beda. Karena memang masalah adalah bagian dari hidup. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita berani menghadapinya dengan bijak atau memilih untuk lari dari masalah.

Sonia sangat terluka. Berkali-kali ia dikhianati oleh orang-orang yang ia sayang dan percayai. Hatinya remuk redam.  Ia marah, tapi kemarahannya tidak akan pernah mengubah apa yang sudah ada. Karena berbagai masalah pelik itulah, Sonia memutuskan melakukan perjalanan ke Negeri Singa dan Malaysia untuk mencari kedamaian. Apalagi kegiatan traveling semacam ini memang sudah menjadi hobi dan kebiasaannya. Ia berharap dari perjalanannya itu, bisa sedikit menyembuhkan lukanya.

Sayangnya perjalanan yang sudah ia rencanakan sedemikian tidaklah semulus yang ia harap. Banyak kejadian-kejadian yang terduga yang mewarnai perjalanannya.

Menggunakan alur maju mundur, novel ini sangat menarik. Sejak awal kita akan dibius cara bercerita penulis yang menarik dan akan membuat penasaran. Kita  tidak akan berhenti membaca sebelum menamatkan novel ini.  Kita akan dibuat bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Sonia, hingga ia begitu terluka dan membenci bunga.

“Sayangnya, dengan siapa kamu pacaran sekian tahun, belum tentu takdirnya kamu pula yang betul-betul dinikahiya beberapa hari setelah sekian tahun.” (hal 25).

Sonia patah hati, ia tidak menyangka hubungan yang telah dibina bertahun-tahun itu tiba-tiba kandas begitu saja. Ternyata Radin, pacarnya lebih memilih Bunga Sandrina, teman kerja Sonia—dan sosok yang baru dikenal Radin.  Sonia paham temannya itu bak putri yang begi menyilaukan. Ia begitu cantik, dibandingkan dirinya. Ia merasa benar-benar seperti ditusuk dari belakang.

Tidak hanya Radin, ternyata sang papa yang begitu ia percaya juga tega menduakan ibunya demi menikahi wanita lain yang lebih cantik.  Maka lengkap sudah kepedihan Sonia. Meski dalam ucapan ia telah memanfaatkan Radin dan Sandrina, tapi siapa yang tahu kedalaman hati Sonia yang masih mendendam?

Oleh sebab itu, ketika tanpa sengaja mereka bertemu di Melaka,  Sonia sungguh marah dan tidak menyangka. Kenapa mereka bisa sama-sama berada di lokasi yang sama? Padahal ia sudah berusaha menjauh sejauh mungkin. Yang membuatnya semakin sebal, tentu saja kedua orang itu terus berusaha  mendekatinya, ingin bertemu, memintanya menjadi guide, meminta maaf  dan menjelaskan semua permasalahan.

“Nikmati  saja kebahagian kalian saat ini. Tapi tidak usah ajak aku sering-sering melihat itu. Aku belum jadi malaikat, Sandrina. Aku masih manusia.” (hal 68).

Itu baru segelintir konflik yang ada  pada novel ini. Masih banyak konflik-konflik yang tidak kalah seru yang bisa kita simak. Misalnya keberadaan Seon yang begitu baik padanya,  membuat Sonia berhati-hati. Ada pula Hilya, wanita cantik  yang begitu Sonia hindari, tetapi malah berkali-kali mereka dipertemukan karena hal-hal yang tidak terduga.

Azzura Dayana memang penulis yang pandai mengobrak-abrik hati pembaca. Bagaimana perasaan Sonia diceritakan dengan apik hingga mampu menumbuhkan empati dari pembaca.

Dari segi tema, meski nampak sederhana karena mengangkat tema cinta segita tiga, patah hati—tema yang bisa dibilang pasaran—tapi dipadukan dengan cerita traveling yang begitu hidup dan menggoda selera, novel ini benar-benar apik dan menarik.  Membaca novel ini kita seperti ikut menyaksikan keindahan dua negara tetangga. Bikin melipir dan baper ingin traveling juga. Ups. Saat membaca pun jadi tergoda untuk searching tempat-tempat yang dikunjungi Sonia. 

(Sultan Mosque- sumber : Pinterest) 

(Pantai di Sembawang Park -sumber : Mapio.net)

Hal ini sebagaimana novel-novel sebelumnya  yang juga bertema traveling—khususnya pendakian—dari Rengganis: Altitude 3088, Altitude 3676 Tahta Mahameru dan  Altitude 3159 Miqueli—semuanya sangat seru dan nampak benar-benah hidup dari segi cerita juga penggamaran setting cerita. Begitu pula dengan penjabaran setting cerita dalam novel ini. Kita seperti diajak ikut serta menapaki setiap tempat yang dikunjungi Sonia.

(Masjid Terapung Selat Melaka -sumber : tripadvsiro)

(Sunset di Woodlands Waterfront -sumber : tripadvisor)



(Taman Wetlands Putrajaya -sumber : pinterest)


Gaya bahasanya pun ringan, lugas dan mudah dipahami. Kita tidak akan bosan selama membaca novel ini. Yang ada kita akan merasa nagih ingin lagi dan lagi. Pemilihan alur maju mundur, semakin menunjukkan daya tarik novel ini. Karena dari sana kita akan diajak menelusuri kisah hidup Sonia yang tidak terduga dan penuh kejutan.

Banyak plot twist yang disiapkan penulis, yang sedikit banyak akan membuat kita penasaran dan gregetan. Kok bisa seperti itu? Oh ternyata begitu? Mungkin itulah yang ada dipikiran kita. Hanya saja masih ada berapa salah ketik yang sebetulnya tidak terlalu menganggu selama membaca.

Near Seon juga menelepon dua kali è Mungkin maksdunya Near Heart dan Seon atau hanya Seon saja (hal 53)

Sandrinayangbersalah,karenamerekapengkhianat è tulisan ini kurang spasi jadi nampak berdempetan (hal 189).

Namun lepas dari kekurangannya, bagi saya novel ini tetap menarik dan sangat recomended untuk dibaca. Apalagi novel ini sarat akan inspirasi dan motivasi. Banyak pembelajaran yang bisa kita peroleh ketika membaca novel ini.

Di antaranya kita diajak menjadi pribadi yang berani menghadapi masalah dengan bijak. Sebuah masalah tidak akan pernah  selesai jika kita terus melarikan diri seperti Sonia. Melarikan diri hanya akan membuat kita seperti seorang pengecut.  

“Coba temui saja mereka semua. Kalau pun kamu belum bisa memaafkan sekarang, kamu bisa memberitahukan bahwa kamu akan memaafkan mereka pelan-pelan secara bertahap. Terkadang, ada hal-hal baik yang terhalang jalannya karena kita menutup pintu-pintu lainnya. Pintu maaf. Pintu Sulaturrahmi.” (hal 146).

Kita juga diingatkan tentang pentingnya sebuah komunikasi yang baik. Karena dengan komunikasi yang baik, akan memudahkan kita dalam menyelesaikan masalah. Jangan seperti Sonia yang karena kurang komunikasi jadinya terjadi kesalahpahaman yang berkepanjangan. Namun sebal juga sih dengan Radin yang sejak awal tidak berusaha jujur. Ia malah mendekati Sonia setelah menikah tanpa merasa terjadi apa-apa. Lagipula siapa yang bisa tenang bertemu mantan pacar dengan istrinya. Ups.

Selain itu kita juga bisa belajar untuk menjadi seseorang yang lebih pemaaf dan siap menerima takdir Allah. Siapalah kita, setiap hal itu sudah ditentukan oleh Allah. Salah satu masalah jodoh. Ini semacam sindiran halus bahwa pacaran tidak selamanya baik dan berakhir bahagia. Karena pacaran belum tentu jadi pasangan halal.

“...tapi Allah-lah yang memutuskan apakah kalian layak bersama hingga akhirnya. Ternyata, takdir Allah berbeda dari apa yang kalian jalani dan upayakan. Tapi yakinlah, setiap kehilangan akan ada gantinya. Asal kita mau memperbaiki diri, ia tak akan enggan memberi ganti, bahkan mungkin yang lebih baik.” (hal 198-199).

Maka sudah semestinya kita menerima ketetapan Allah. Sedih boleh, tetapi jangan berlebihan. Sewajarnya saja. Bukan hanya kita yang punya masalah.

“Tiap manusia punya problem masing-masing. Berbeda masalah. Berbeda kadarnya juga.” (hal 130).

Jangan pula berburuk sangka pada orang lain. Kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja. Kecantikan tidak selamanya melukai juga membawa kebahagiaan. Bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu lebih condong hadir karena hati tenterema, mau  bersyukur, karena kita menerima apa yang ditetapkan. Jangan menyalahkan seseorang atau sesuatu karena kemarahan kita.

“Tak semua yang lebih cantik itu membahagiakan. Segala sesuatu yang menenteramkan jiwamu, dan kamu setia di sana, itulah bahagia.” (hal 193).

 

Novel ini banyak menyimpan inspirasi dan motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.  Misalnya Kita diajak untuk selalu menjaga silaturrahmi, selalu  berprasangka baik, sabar ketika mendapat cobaan, bijak dalam menghadapi masalah, juga sayang dan menghormati orangtua.

Ditutup dengan ending yang tidak terduga, novel ini benar-benar sayang sekali jika dilewatkan. Suka dengan quote-quote bijak yang bersebaran di dalam novel ini. Sederhana memang, tapi dalam banget. Plus akronim perihal ‘view’.

“Terkadang manusia butuh motivasi eskternal untuk memutuskan sesuatu. Tapi tetap saja, motivasi internal dari dalam jiwanyalah yang bisa memantapkannya, mengikhlaskannya dalam menjalani keputusan itu. Begitu juga hijrah.” (hal 198).

Srobyong, 26 Januari 2021

2 comments:

  1. Saya belum pernah membaca karya Kak Azzura. Dan setelah membaca resensi ini, menyebutkan kalau di novel-novelnya selalu terselip petualangan ke alam, jadi pengen baca juga.

    Kalo ngomongin cinta segitiga, kayaknya udah umum banget ya, tapi buat saya justru penyelesaiannya yang ditunggu, apakah memberikan gambaran ending yang bisa dicontoh atau enggak bisa dicontoh. Hitung-hitung mencari manfaat dari membaca, ya memetik hikmah dari kisahnya. Duh, jadi Sonia ini akhirnya move on atau nggak nih?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sip silahkan diburu, Mas. Novel Mbak Azzura ini memang keran. Ada tiga novel dengan tipe traveling berupa pendakian: Tahta Mahamru, Miqueli, Rengganis.

      Ada pula yang novel remaja itu Birunya langit cinta.
      Lalu misteri Albaster dengan setting di Canberra. Itu buku-buku penulis yang sudah saya baca. Dan semuanya memang keren. Promosi.

      Nah itu Mas, meski tema umum, Mbak Azzura ini memiliki cara bertutur dan penyelesaian kisah yang apik. Betul Mas, memang begitu, kan setidaknya dari membaca ada hikmahnya.

      Kalau soa Sonia, cus buat baca sendiri, heheh. Nanti malah spoiler. Hehheh

      Delete