Thursday 21 January 2021

Resensi - Petualangan yang Mendidik dan Penuh Hikmah

Judul                : Petualangan Tiga Hari

Penulis             : Dian Dahlia

Penerbit          : Indiva Media Kreasi

Cetakan           : Pertama, September 2020

Tebal               : 256 halaman

Harga Buku     :Rp60.000

ISBN                 : 978-623-253-003-4

Peresensi         : Ratnani Latifah


Sebagai Novel Pemenang Ketiga dari Kompetisi Menulis Novel Remaja yang diadakan Penerbit Indiva pada 2019, novel ini memang sangat menarik. Kisahnya seru dan mendebarkan, tidak hanya itu membaca novel ini kita seakan-akan kita benar-benar ikut melakukan petualangan seru bersama sang tokoh.  Yang paling saya suka dari novel ini adalah ritme cerita yang cepat sehingga tidak terkesan bertele-tele.

Novel ini sendiri menceritakan tentang Mukhlis, remaja yang  semula tinggal di Pallawa Lipu—di mana letaknya berada di salah satu sisi Selat Makasar wilayah perairan Kota Bontang (hal 6).  Sehari-hari ia harus berjibaku dengan laut—dari bermain dengan kawan-kawan, hingga melakukan tugas membantu orangtuanya.  Karena memang dari sanalah ia dan keluarganya bisa menjalani hidup.

Namun diam-diam Mukhlis ini memiliki sebuah impian besar untuk mengunjungi kota Bontang.  Ia memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap hal-hal yang belum pernah ia lihat atau datangi.  Bagaimana bentuk Kota Bontang? Apa saja yang ada di sana? Bagimana suasananya dan banyak lagi. Apalagi kakaknya, Sanusi yang sudah sering ke sana selalu menceritakan hal-hal yang nampak seru dan menarik.  Belum lagi, hampir semua temannya di kelas pun sudah pernah ke Kota Bontang. Hanya ia yang belum pernah.  

Keinginan Mukhlis, sebenarnya sejengkal lagi akan tercapai. Akan tetapi karena suatu hal, mimpinya itu kembali pupus. Mukhlis benar-benar kecewa. Hingga suatu hari sebuah kesempatan tidak terduga, datang menghampirinya.  Tanpa berpikir panjang  ia pun langsung  memanfaatkan momen itu.

“Hei! Jangan disitu! Masuk ke perahu segera kalau memang mau menumpang.” (hal 28).

Akan tetapi keberuntungan dan kenekatan yang dilakukan Mukhlis, menjadi pembuka jalan hidupnya yang penuh kejutan dan tidak terduga.  Dari terpisah dengan rombongan kapal, kelaparan hingga terlunta-lunta di kota tanpa mengenal siapa pun. Beruntung pada beberapa kesempatan ia bertemu dengan orang-orang baik yang mau membantu. Namun di lain kesempatan, Mukhlis juga dipertemukan dengan orang jahat yang berusaha memanfaatkan dirinya.

Membaca novel ini kita akan menyaksikan bagaimana petualangan  Mukhlis yang benar-benar tidak terduga dan penuh lika-liku.  Mukhlis anak dari pulau terpencil yang kurang pengalaman, bertemu dengan hal-hal baru yang membuat ia memiliki cita-cita yang mulia. Konsep ceritanya sederhana tapi sangat mengena sekali kisahnya. Yang paling menegangkan tentu saja ketika ia harus berhadapan dengan seseorang yang bernama Pak Jo.  Seru, mendebarkan juga membuat penasaran. Penulis dengan apik menyiapkan kejutan-kejutan pada setiap babnya.

Jujur saja dibandingkan novel juara pertama dan kedua, saya lebih menikmati kisah ini.  Ada beberapa bagian pada novel kedua yang menurut saya agak kurang logis (nanti dibahas di resensinya sendiri).

Dari segi tema, novel ini sudah menunjukkan keunggulannya. Karena tema yang diangkat memang cukup unik dan jarang ditulis oleh penulis lainnya. Temanya lebih kepada petualangan anak dari pulau terpencil dan  trafficking. Jika kebanyakan kisah remaja lebih berbau aroma merah jambu, maka di sini penulis mengajak pembaca untuk menjadi petualangan dan  belajar menjadi remaja yang berani,  bertanggung jawab, cerdas dan mandiri.

Perihal latar cerita, sedikit banyak penulis mengingatkan saya dengan kebiasaan Tere Liye yang suka mengambil setting di tempat-tempat pedalaman. Dan saya merasa penggambaran latar pun di paparkan dengan apik dan tidak terkesan tempelan. Narasi yang digunakan penulis seolah-olah bisa menyihir pembaca, sehingga bisa ikut merasakan bagaimana tata letak atau suasana yang ada di Pallawa Lipu. Salut buat penulis.

(Pallawa Lipu dalam bayangan saya-sumber gambar : Jessica Helena Wuysang, antara foto)

Dan untuk gaya bercerita pun dipaparkan dengan lugas dan simpel. Bahasanya tidak jlimet, sehingga membuat kita mengernyitkan kening ketika membaca. Dipadukan dengan alur dan plot yang menarik, penuh kejutan, semakin membuat kisah ini tidak membosankan. Kita akan diajak membaca terus dan tidak berhenti sebelum sampai kata finish.

Sedikit kekurangan dari novel ini adalah, di mana saya masih menemukan beberapa kesalahan ketik, yang sebenarnya tidak cukup mengganggu. Namun jika penulisan nama terus salah, tentu saja bisa menjadikan cerita runyam.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Bu Ina mengetuk pintu kamar Muskhlis dan Rifki è Padahal saat itu Muskhlis sekamar dengan Alif.  (hal 211).

Dan jika saja  novel ini diselipi  semacam quote-quote yang membangun, tentu kisahnya akan semakin seru dan mantap.

Namun terlepas dari kekurangannya, novel ini sarat pendidikan dan hikmah. Memuat banyak motivasi dan sangat menginspirasi.  Di antaranya novel ini  mengajarkan kepada  pembaca tentang keberanian. Bahwa kita harus berani melawan orang-orang yang berbuat jahat atau melawan orang-orang licik. Kita tidak boleh takut dan merasa kalah sebelum berusaha untuk mengingatkan orang tersebut, bahwa perbuatannya itu salah. Kita bisa melihat bagaimana  Mukhlis yang begitu berani melawan Pak Jo. Padahal ia tahu orang itu sangat berbahaya. Ia nekat melawan Pak Jo yang ingin menjualnya.


Selain petualangan, novel ini memang sedikit menyoroti tentang trafficking atau pedagangan manusia. Miris memang, tetapi kejadian seperti yang dialami  si tokoh utama memang sering terjadi. Salah satunya di India. Anak-anak yang hilang  banyak dimanfaatkan untuk dijual-belikan. Jadi melalui novel ini setidaknya penulis menghimbau agar  kita selalu berhati-hati di mana pun berada.

Kemudian, tentang kejujuran.  Kita diingatkan dan dimotivasi untuk selalu jujur di mana pun dan kapanpun. Sebagaimana Mukhlis, meski tersesat ia jujur tidak mengambil uang dari dompet yang ia temukan dan berusaha mengembalikan dompet itu pada pemiliknya.  Tokoh cerita juga berlaku jujur ketika menceritakan sebab musabab kenapa ia tersesat dan alasan kenapa ia nekat ikut kapal.

Ada pula motivasi tentang betapa pentingnya menuntut ilmu. Sebagai anak yang tinggal di pulau terpencil, Mukhlis belum mengetahui banyak hal. Namun ketika ia keluar dan menapaki dunia luar, ia kemudian mengenal banyak hal. Termasuk tentang cita-cita dan pentingnya belajar. Maka bagi siapa saja, kita harus bersyukur karena bisa belajar dengan mudah dan fasilitas yang lengkap. Oleh sebab itu kita harus rajin dan bersungguh-sungguh ketika belajar dan menuntut ilmu.

Menyayangi keluarga. Keluarga adalah rumah bagi kita. Itulah sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat dari kisah ini. Di mana pun berada,  Mukhlis selalu teringat dengan keluarganya. Sebagian cita-citanya pun berhubungan untuk membahagiaan keluarganya. Bahkan Mukhlis tetap menyimpan permen dari temannya, sejak sebelum ia bertualang sampai kembali. Dan itu semua demi sang adik.

Berani mengakui kesalahan. Setiap orang pernah melakukan kesalahan, maka sudah semestinya kita harus berani mengakui kesalahan tersebut. Salah satunya dengan meminta maaf. Sebagaimana Mukhlis yang mengaku salah karena telah berbuat nekat dan tidak berpikir panjang. Karena marah dan kecewa ia telah melakukan sesuatu yang menyusahkan orangtua juga banyak pihak.

Selalu berbuat baik. Kepada siapa saja seyogyanya kita memang harus bersikap baik. Kita tidak boleh bersikap kasar apalagi jahat. Sebagaimana Rifki, meski baru mengenal Mukhlis, ia selalu berbuat baik dan tidak segan menolong.  Begitu juga Mukhlis, meski sudah diperlakukan jahat, ia tetap menolong Pak Jok ketika dalam keadaan terdesak, termasuk ketika disengat ikan pari.

(Ikan pari yang banyak ditakuti, karena sengatannya mengandung 
racun)

Tidak mudah menyerah.  Dalam menghadapi sesuatu kita diharapkan memang tidak mudah menyerah. Kita harus melakukan segala upaya untuk menaklukkan tantangan yang ada di depan kita. Sebagaimana Mukhlis dan Rifki, juga Alif yang berusaha menggalkan upaya Pak Jo yang akan berbuat jahat kepada mereka.

Tentu saja masih banyak pembelajaran, inspirasi dan motivasi yang ada di dalam buku ini.  Penulis juga menyinggung tentang bagaimana mengatasi masalah anak jalanan. Ada pula sedikit sindiran yang dipaparkan penulis adalah bagaimana kebiasaan orang dewasa yang kurang mau mendengarkan pendapat remaja. Karena biasanya seorang remaja itu senang dihargai dan diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

“Orang dewasa biasanya bertindak seenaknya kepada anak-anak seperti kita tanpa bertanya.” (hal 153).

Srobyong, 21 Januari 2021

 


 

No comments:

Post a Comment