Monday, 8 June 2015

[Re-Post] [Artikel] Meneladani Raden Ajeng Kartini





Meneladani Raden Ajeng Kartini
oleh : Kazuhana El Ratna Mida
Koleksi Tropenmuseum
Potrait RA. Kartini (Colletion Tropenmuseum)
            Siapa yang tidak kenal dengan Raden Ajeng Kartini. Pahlawan wanita dari Jepara. Kiprah beliau yang menjadi panutan wanita untuk mengejar mimpi meraih pendidikan. Beliau pahlawan emansipasi wanita yang selalu dikenang warga.
            Beliau RA Kartini lahir di Jepara tanggal 21 April 1897. Putri kelima dari 11 bersaudara putra-putri R.M Sosoroningrat, Adipati Jepara. Beliau ingin menyetarakan hak pria dan wanita dengan mendirikan sekolah untuk anak-anak gadis di daerah kelahirannya.
            Betapa dulu kita ketahui, pendidikan hanyalah untuk kaum pria  bangsawan. Ibu Kartini sendiri hanya diperbolehkan sekolah sampai usia 12 tahun di ELS (Europese Lagere School) dan setelah itu beliau dipingit hingga waktu hadir untuk pernikahannya.
            Beliau sangat sedih, dan ingin menentang, tapi rasa takut ketika diangap menjadi seorang anak durhaka membuat beliau menerima semua keputusan yang ada. Untuk menghilangkan kesedihannya beliau mengumpulan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya untuk beliau baca di taman rumah. Jika ada kesulitan barulah RA Kartini beranya kepada ayahnya.
            Dari buku-buku, koran dan majalah Eropa itulah Ibu Kartini mulai tertarik dengan kemajuan berpikir dari perempuan Eropa. Itulah alasan kenapa R.A Kartini ingin memanjukan perempuan pribumi yang saat itu masih dalam kastah sosial yang rendah.
            Beliau tidak ingin wanita di Indonesia hanya menjadi pengurus dapur saja tanpa memiliki ilmu. Beliau memulai mengumpulkan para wanita untuk diajari menulis dan membaca. Dengan kesibukanya itu R.A Kartini juga masih aktif belajar dan menulis surat untuk teman-temannya dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang selalu mendukung beliau. R.A Kartini juga menulis surat kepada Mr.J. H. Abendanon untuk memohon beasiswa bersekolah di Belanda. Namun, sayang sebelum beliau bisa memanfaatkan beasiswa itu, beliau harus menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Dan ikut suaminya ke Rembang.
            Namun,siapa sangka ternyata suami RA Kartini mengetahui keinginan beliau, dan memberikan kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupeten Rembang atau sebuah bangunan yang disebut Gedung Pramuka. Walau begitu beliau tetap menghargai orang lain dan tidak pernah sombong kepada orang lain.
            Perjuangan RA Katini dalam emensipasi wanita bisa kita temukan dalam surat-surat beliau yang dikirimkan kepada teman-teman beliau. Bagaimana beliau menuangkan segala perasaan dan pandangannya tentang pendidikan wanita yang sangat kurang di Negaranya.
            Mari kita renungi sebentar surat RA kartini yang dikirimkannya pada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901 untuk pembelajaran.
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
Betapa RA Kartini sangat peduli dengan pendidikan kaumnya. Memikirkan dengan keras kebutuhan penting dalam menuntut ilmu dan manfaatnya bagi kaum wanita. Wanita sebagai pendidik pertama pada anak-anak mereka. Jika wanita itu bodoh maka, apa yang akan diajarkan pada anaknya?
Tulisan-tululisan RA Kartini juga banyak dimuat di beberapa majalah salah satunya ada di majalah De Hollandsche Lelie, sebuah majalah wanita Belanda. Perhatian RA Kartini ternyata tidak hanya dalam emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum.
            Dalam surat-surat RA Kartini tertuang pemikiran-pemikiran tentang kondisi saat itu, tentang kondisi wanita pribumi. Juga tentang budaya jawa yang dianggap  penghambat dalam kemajuan perempuan. Kartini ingin wanita memiliki kebebasan untuk belajar dan menuntut ilmu.
Pandangan kritis lain yang diungkapkan kartini dalam suratnya adalah mengenai agamanya. Beliau bertanya kenapa Al-Quran harus dihafalkan tanpa kewajiban untuk memahaminya. Padahal sangat penting untuk memahami isi Al-Quran agar bisa mengamalkan apa yang ada di dalamnya.
            RA Kartini dengan segala usaha yang beliau lakukan agar kita bisa bebas bersekolah sekarang ini. Tidak lagi terkungkung dalam budaya yang menghakimi. Memojokkan wanita bahwa mereka nanti hanya akan berakhir dalam dapur rumah tangga.
            Sekarang wanita memiliki hak yang sama untuk memperoleh segala ilmu yang mereka inginkan. Jika laki-laki bisa menjadi guru kenapa wanita tidak? Wanita yang dulunya tidak boleh bekerja hanya bisa berdiam diri di rumah karena pingitan, sekarang wanita bisa bekerja di mana saja.
            Betapa banyak jasa RA Kartini dalam perubahan untuk masa depan wanita. Sehingga harus sangat kita syukuri apa yang sudah beliau raih dan diwasiatkan pada kita. Sebagai wanita, hendaklah kita belajar dengan sunggguh-sungguh mengingat perjuangan keras beliau agar bisa membuat wanita maju.
            Teladanilah keaktifan dan usaha keras keras beliau untuk mewujudkan cita-cita tinggi menjadi wanita berilmu dan berbudi. Tetap berpegang pada agama dalam segala norma kehidupan.
            Sekarang adalah giliran kita untuk berjuang meneruskan mimpi RA Kartini. Belajar dengan giat untuk menjadi wanita berilmu dan sholeha. Tegaklah dalam menuntut ilmu, manfaatkan waktu dengan baik untuk menjaring segala informasi kemajuan dalam pendidikan.
Renungkan surat beliau yang ditulis untuk Nyonya Abendon, 4 September 1901. “Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Di bawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”.
Kita dipompa untuk terus berusaha tanpa kenal lelah. Tetap bangkit meski ada banyak cobaan yang menghadang. Dengan meneladani keuletan dan kegigihan RA Kartini semoga bisa menuntun kita untuk bisa lebih baik dan semakin mengeri betapa pentingnya ilmu dan bagaimana perjuangan zaman dulu yang masih banyak batasan budaya yang menghalangi.
Mari songsong masa depan dengan tekad membara untuk mewujudkan impian.

Srobyong, 2015.
 

No comments:

Post a Comment