Monday 29 February 2016

[Resensi] Mengenal Budaya Permainan Tradisional Lewat Novel


Judul Buku                  : Karena Aku Tak Buta
Penulis                         : Redy Kuswanto
Penerbit                       : Metamind, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Editor                          : Antik
Cetakan                       : Januari 2015
Halaman                      :  xii + 332 hlm
ISBN                           : 978-602-257-107-0

Karena Aku Tak Buta meraih juara pertama dari sebuah event lomba menulis novel dengan tema ‘Seberapa Indonesiakah dirimu?’ yang diadakan Penerbit Tiga Serangkai.  Novel  ini  mengambil setting di Jogjakarta, mengenalkan sebuah komunitas bernama Kolong Tangga—museum permainan tradisional yang digagas oleh seorang Belgia. Novel ini mengingatkan kembali  budaya permainan tradisional yang sekarang ini sudah semakin terkikis karena perkembangan zaman dan tentang rasa nasionalisme.

Menceritakan tentang tokoh yang bernama Zad—seorang anak metropolitan yang harus kuliah di Jogjakarta dan kemudian mengenal Gendis. Dari gadis itu dia mengenal desa di pedalaman Muntilan dan berkenalan dengan Mas Gendro dan Pak Gio, dua tokoh  yang gigih memperjuangkan tradisional dan budaya lokal.

Gendis  juga mengenalkan berbagai macam permainan tradisional pada Zad yang sering dilakukan anak-anak di desanya. Seperti gobak sodor, kasti, petak umpet, dakon dan lain sebagainya.  Namun laki-laki itu  sama sekali tak tahu. Karena sejak kecil dia hanya mengenal game online. (hal. 45)  Zad pun tertohok, ketika salah satu anak bertanya padanya. “Emangnya Mas Zad, bukan orang Indonesia?” (hal. 56)

Sejak itu Zad bertekad untuk lebih mengenal tentang budaya permainan tradisional, dia ingin ikut berjuang membudidayakan permainan tradisional yang sudah hampir punah. Salah satunya dengan ikutserta dalam rencana mewujudkan Festival Dolanan Bocah (hal.149) Zad sangat terinspirasi oleh Pak Rudi, warga Belgia yang menggagas Museum Kolong Tangga. Pak Rudi sungguh peduli dengan tradisional dan budaya Indonesia. Dimana Pak Rudi takut  permainan tradisional mulai menghilang dan menyebabkan anak zaman sekarang yang tidak banyak mengenal sama sekali.

Namun dalam upayanya untuk menjadi anak negeri yang peduli akan budaya tersebut, keinginannya sempat ditentang oleh ketiga sahabatnya—Yod, Fya dan Rhean. Tapi Zad berhasil meyakinkan mereka bahwa memang sudah seharusnya sebagai anak bangsa itu harus ikut melestrikan budayanya sendiri. Festival itu harus dilaksanakan agar orang-orang tahu tentang permainan tradisional.  “Permainan tradisional merupakan kekayaan tradisi bangsa Indonesia warisan nenek moyang yang patut dilestarikan.” (hal. 137)


Novel ini dipaparkan dengan bahasa yang mudah dipahami. Banyak kejutan dan setting dijabarkan dengan baik sehingga tidak terkesan tempalan. Dan pastinya novel ini sarat makna. Mengingatkan kembali pada budaya permainan tradisional yang sudah terkikis dengan arus globalisasi. Saat ini anak-anak lebih mengenal permainan moderen—game online dari pada permainan tradisional. Dan banyak orang dewasa yang tidak lagi mengenalkan semua itu. Seolah pergeseran zaman mulai menghapus jejak-jejak sejarah. Padahal permainan tradional merupakan permainan yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, mengandung nilai kemanusiaan yang baik, positif, luhur dan bukan merupakan hasil dari budaya industri. Permainan tradisional dapat meningkatkan berbagai ospek pengembangan anak. Permainan anak harus dilestarikan sebagai bekal membangun anak Indonesia yang berkarakter. (hal. 323-234)

Diresensi Ratnani Latifah, lulusan Unisnu Jepara


Dimuat di Koran Jakarta, Edisi; Jumat, 26 Februari 2016

Yang di atas naskha asli sebelum diedit.  ^_^ . Kalau mau baca versi yang media, bisa dibaca di Koran Jakarta 

4 comments:

  1. ini memang menurut saya cara terbaik mengenalkan permainan tradisional, bisa disisipkan di dalam novel, drama, film atau budaya pop yang lain. jadi kelihatan lebih keren tapi tidak terasa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener banget. Karena selain terhibur dari ceritanya sendiri, ada pesan moral yang keren. ^^

      Delete
  2. iya mbak, emang perlu dilestarikan dan dibudidayak permaiann tradisional indonesia.
    mbak, itu kek true story ya mbak hhhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget. harus dilestarikan. Ini fiksi tapi untuk kolong tangga memang benar-benar ada.

      Delete