Wednesday 8 April 2020

[Resensi Buku] Ketika Kita Harus Berani Membuat Pilihan

dokumen pribadi 



Judul               : Sociophilia
Penulis             : Febri Purwantini
Penerbit           : Cerita Kata
Cetakan           : Pertama, Maret 2020
Tebal               :212
ISBN               : 978-623-92949-3-9

Tema cinta dan impian, mungkin sudah banyak diangkat dalam berbagai kisah novel dalam pasar buku di Indonesia. Namun sebagaimana kita ketahui, tema-tema tersebut, masih selalu ditunggu dan tetap asyik untuk dinikmati. Sebagaimana novel hasil karya Mbak Febri. Meski mengambil tema yang bisa dibilang pasaran, tetap saja novel ini cukup menarik untuk dibaca. Dengan bahasa sederhana dan tidak jlimet, pembaca akan dihibur dengan kisah ringan tentang perjalanan hidup Dafina dalam menghadapi berbagai problematika di sekitarnya.

Sudah sewajarnya setelah menyelesaikan kuliah, kita akan termotivasi untuk segera mendapatkan pengalaman baru dengan memperoleh pekerjaan sesuai dengan jurusan yang kita pilih.  Rasanya sangat memalukan, setelah menyelesaikan pendidikan strata satu, tetapi kita malah menganggur dan tidak kunjung bekerja. Setidaknya itulah dilema yang dialami Dafina. Ia merasa rendah diri dan merasa tidak berguna.

Padahal sahabatnya, Kalandra, sudah satu langkah berada di depannya. Jika segala prosesnya lancar, Kalandra bisa langsung berangkat ke Jepang. Kalau boleh jujur Defina merasa sedikit iri. Namun dia bisa apa, ketika setiap kali dia berusaha mengirimkan lamaran, tetapi belum ada yang menerima lamaran pekerjaannya?

Beruntung Dafina memiliki keluarga yang selalu mendukung dan memberinya motivasi untuk tetap bertahan. Hingga akhirnya kesempatan untuk mencicipi asam manis dunia kerja berhasil Dafina raih. Namun dunia kerja ternyata tidak seindah atau semudah bayangannya. Apalagi kebetulan bos di tempatnya bekerja benar-benar menyebalkan dan super galak.  Di sana Dafina harus belajar tentang arti penting kesabaran.

Tidak hanya harus berlatih kesabaran karena sikap bosnya yang super ngeselin, hati Dafina juga harus diuji dengan virus merah jambu yang membuatnya kalang kabut.  Dan pada titik yang sama, Dafina menyadari bahwa pekerjaannya saat ini, bukanlah passion yang selama ini dia inginkan.

Secara keseluruhan novel ini cukup menarik. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari kisah hidup Dafina bersama teman-teman dan keluarganya.  Misalnya tentang sikap harmonis dan saling peduli dalam keluarga, tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, berani mengejar impian dan passion yang kita miliki dan banyak lagi.

Hanya saja novel ini masih menyimpan banyak lubang-lubang yang jika ditambal akan semakin menarik dan memikat. Misalnya dalam prolog cerita. Kalau boleh jujur prolog ini masih kurang nendang dan belum membuat pembaca di awal untuk memiliki rasa penasaran yang tinggi untuk melanjutkan membaca pada bab selanjutnya. Padahal kalau penulis bisa menampilkan prolog yang lebih mendebarkan dan membuat penasaran, pasti kisah akan lebih menarik sejak awal membuka halaman buku ini.
Lalu ada pula bagian yang diceritakan kurang detail dan terasa lompat-lompat, sehingga kisah jadi terasa terburu-buru dan kurang hidup. Di luar isi cerita, saya agak terganggu dengan penulisan judul pada tiap bab. Secara kasat mata tulisan itu memang terlihat bagus dan menarik. Tapi  kalau tidak jeli, pembaca akan sering dalam mengeja huruf dan membuat pembaca salah membaca judul bab.   Dari segi tulisan, secara keseluruhan sudah sangat rapi. Saya hanya menemukan satu kesalahan tulis pada halaman 48 Moda transportasi ..., mungkin maksudnya Modal transportasi.

Satu lagi yang membuat saya penasaran kenapa judul novel ini adalah  Sociophilia? Padahal dari pengataman saya, dari segi dan judul keduanya tidak ada benang merahnya. Atau mungkin karena daya serap saya yang kurang dalam menyambungkan benang merah di antara keduanya?  

Namun lepas dari kekurangannya, dari segi gaya bercerita, penulis sudah memiliki modal yang luwes dan menarik.  Ini bisa jadi modal selanjutnya untuk menghasilkan karya-karya yang lebih menarik.  Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan rasa salut kepada penulis yang berhasil menghasilkan karya yang menghibur.

“Kita nggak bisa nyenangin semua orang. Kalau bisa, sih, kerja jangan hanya mengharap pujian dari orang. Entar kita bakal kecewa berat kalau nggak dapat.” (hal 159).

Srobyong, 8 April 2020



No comments:

Post a Comment