Judul :
Rumus Bahagia
Penulis :
Mo Gawdat
Penerjemah :
Alex Tri Kantjono Widodo
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Cetakana :
Pertama, 2020
Tebal :
382 halaman
ISBN :
978-602-06- 2430-3
Peresensi :
Ratnani Latifah
Hampir setiap orang mendambakan kebahagiaan dalam kehidupannya. Meskipun dalam mewujudkan kebahagiaan itu kadang kita akan bertemu dengan tembok penghalang—misalnya kehilangan, kerentanan dan berbagai rasa lain yang tidak baik—bertemu banyak kejutan yang tidak terduga dan berbagai tantangan lainnya. Akan tetapi jika kita dapat mengatur ulang diri ini, dapat menemukan jalan kembali untuk penyesuaian diri dengan apa yang kita alami, sejatinya kita dapat menumbuhkan kebahagiaan lagi.
Buku “Rumus Bahagia” karya Mo Gawdat ini dapat menjadi
panduan bagi kita untuk menumbuhkan dan menciptakan kebahagiaan yang kita
inginkan. Terlebih buku ini hadir dari pengalaman penulis setelah mengalami
berbagai kepedihan; dimulai dari kehilangan Ali, putranya dan saudara lelakinya, gagal dalam kesepakatan
bisnis serta berbagai kejadian buruk lainnya.
Pasca kejadian yang ia alami, penulis berusaha menguji sistem alogaritma yang telah
ia kembangkan dan pelan-pelan dirinya dapat menikmati perjalanan hidupnya yang
naik turun, penuh tantangan dengan Rumus Bahagia yang ia kembangkan. Seperti apakah
Rumus Bahagia yang ditawarkan Mo Gawdat ini?
“Kebahagiaan
dalam dunia modern dikelilingi
mitos. Sebagian besar pemahaman kita tentang apa itu kebahagiaan dan dari mana
kita dapat menemukannya mengalami distorsi. Ketika Anda tahu yang sedang Anda
cari, pencarian menjadi mudah. Mungkin perlu waktu untuk melepaskan
kebiasaan-kebiasaan lama, tetapi selama Anda bertahan di jalan yang benar, Anda
akan meraihnya.”
(Mo Gawdat, Rumus Bahagia. hal. 1)
Pada bagian pertama kita akan diajak untuk menyusun
persamaan. Di sini kita diajak untuk mengenal
diri sendiri, siapa kita, bagaimana status sosial kita hingga tragedi apa yang
pernah kita alami. Dari semua itu, faktanya siapa pun kita diri ini memang mendambakan
kebahagiaan.
“Keinginan untuk
merasakan kebahagiaan merupakan keinginan dasar manusia seperti dorongan bagi
kita untuk bernapas.”
Dalam upaya meraih kebahagian, ada yang
memperjuangkannya dengan mengukir prestasi, meraih keberhasilan, mengumpulkan
kekayaan atau meraih ketenaran. Namun, faktanya semua itu tidak selalu menjadi
faktor kebahagiaan, ada banyak orang yang telah sukses, tetapi mereka masih
merasa tidak puas dan masih mendambakan kebahagiaan.
Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa kesuksesan itu bukan syarat utama dalam meraih kebahagiaan. Akan tetapi dengan bahagia kita dapat meraih keberhasilan. Di sini penulis mengungkapkan bahwa ada sumber-sumber lain yang dapat membuat rasa bahagia itu lebih menenangkan. Bahkan jika itu hal-hal yang sederhana. Misal kita merasa bahagia ketika melihat langit cerah, merasa bahagia dengan secangkir kopi dan buku, atau membuat daftar kebahagian yang kita alami dalam sehari-hari. Dan faktanya hal ini memang sangat membantu. Saya pun pelan-pelan mencoba melakukan hal ini untuk menumbuhkan rasa bahagia dari hal-hal kecil yang saya alami.
Kemudian, dijelaskan pula bahwa pikiran kita memiliki kekuatan dalam menumbuhkan kebahagiaan yang kita harapkan. Dan rasa sakit yang kita rasakan, meskipun rasanya tidak selalu menyenangkan, tetapi rasa sakit itu pada dasarnya memberikan kita banyak manfaat. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Hal ini memang ada benarnya, ketika kita lebih sering berpikir positif, maka hal baik itulah yang terjadi. Sebaliknya jika kita sering berpikiran buruk, resah dan tidak tenang itulah yang kita dapatkan.
Penulis juga memaparkan macam-macam pikiran yang secara keseluruhan
dapat memberikan pengaruh bagaimana kita dapat menghadapi suatu masalah dan
dalam menyikapi apa yang kita alami. Setidaknya ada lima kondisi pikiran kita,
Kondisi bingung, kondisi menderita, kondisi pelarian, kondisi
bahagia, kondisi sukacita
Ketika kita memahami lima kondisi pikiran kita, maka
hal itu akan memudahkan kita dalam membangun model kebahagiaan versi kita.
Misalnya dalam kondisi bingung kita rentan mengalami
ilusi yang membuat kita pikiran menjadi tidak tenang. Kita membayangkan hal-hal
yang tidak baik, kita merasa kehabisan waktu, merasa tertinggal, hingga
perasaan bingung semakin lekat dalam diri kita. Kita seolah berada di labirin
panjang yang tidak tahu jalan keluarnya.
Sedangkan ketika kita berada pada kondisi suka
cita, pikiran kita lebih memahami dan
menerima kehidupan memang seperti ini. Kadang ada riak dan tantangan, tetapi
ketika kita paham memang seperti itulah kehidupan, maka kita lebih mudah
berdamai dengan keadaan dan tidak mudah terjebak pada kondisi kebingungan yang
rentan.
Pada bagian dua kita diajak untuk menyelami lebih
dalam tentang bagaimana memaknai kebahagiaan, yaitu tentang 6
Ilusi Besar; yaitu hal-hal yang dapat memengaruhi
kita dalam memaknai kebahagiaan.
Seringkali tanpa kita sadari, diri ini masih sering
terjebak pada suara kecil yang ada di pikiran kita. Suara yang terus berisik
yang kadang ia membawa pengaruh buruk, kadang juga membawa pengaruh yang baik. Agar kita lebih mudah dalam menemukan titik
kebahagiaan, penulis menganjurkan kita untuk pelan-pelan mengelola suara
berisik tersebut.
Secara
sederhana, pelan-pelan singkirkan pikiran negatif yang menggema, kuasai diri
dan pikirkan hal-hal baik yang membawa pengaruh positif pada diri.
Kalau
kata Mo Gawdat, ia menuturkan,
“Kebahagiaan
selalu ditemukan di sisi positif setiap konsep.”
(hal.
58)
Kemudian kita diajak untuk mengenal siapakah diri kita yang sebenarnya. Di mana secara keseluruhan kita diajak untul belajar menjadi diri sendiri, apa pun kata orang. Menjadi diri sendiri akan membuat kita lebih menghargai dan mencintai diri sendiri. Menghargai diri dapat menumbuhkan rasa bahagia dan ketenangan hati. Nyatanya memang benar. Ketika kita fokus menerima diri, kita jadi lebih mudah untuk berdamai dengan diri sendiri dan tidak lagi ingin membandingkan diri.
“Tidak
ada baik atau buruk, tetapi pikiranlah yang membuatnya demikian.”
(hal.
121)
Tidak hanya itu kita juga
diajak berdamai dengan keadaan di masa lalu dan menghargai masa kini.
“Jika
Anda ingin bahagia, hayatilah hidup pada detik ini juga.”
(hal.
141)
Secara
ringkas bagian tiga akan membahas tentang
7 Titik Buta yang kerap
membuat kita kesulitan menemukan kebahagiaan. Misalnya kebiasaan kita yang sering
mengkritik diri sendiri.
“Otak kita cenderung lebih sering mengkritik,
mencela, dan mengeluh daripada sebaliknya.”
(hal. 200)
Dan bagian keempat akan
membahas tentang 5 Kebenaran, tentang kebahagiaan. Pada bagian ini kita diharapkan
dapat menyadari pola kehidupan. Bahwa sesekali kita mungkin akan bertemu
hal-hal yang tidak menyenangkan, kesedihan atau kegagalan. Akan tetapi ketika
kita siap dan maun menerimanya, belajar bersyukur pada hal-hal kecil,
menumbuhkan cinta pada orang lain, maka di sana pelan-pelan kita akan menemukan
kebahagiaan yang kita ingini.
“Bersyukur adalah jalan pasti menuju kebahagiaan.”
(hal. 264)
Bahwa hidup bahagia itu,
bukan berarti kehidupan ini selalu berjalan lancar sesuai apa yang kita
harapan. Akan tetapi ketika kita dapat mengelola hati dan pikiran, dapat
menghargai setiap perjalanan hidup dan menerima takdir yang telah Allah tetapkan.
Buku ini banyak memberikan
gambaran baru tentang bagaimana memaknai kebahagiaan. Membaca buku ini saya
seperti diajak menyelami diri, guna memahami bagaimana kita dapat menumbuhkan
bahagia yang sebenarnya alih-alih terpaku pada bahagia semu yang kerap kita
anggap sebagai kebahagiaan sejati.
Membaca buku ini setidaknya
saya memahami, bahwa:
- Bahagia itu hadir dari dalam diri sendiri
- Bahagia hadir bukan hanya karena prestasi atau kesuksesan dan
kekayaan.
- Bahagia dapat hadir dengan penerimaan diri
- Bahagia tumbuh dari pikiran positif
- Belajar menghentikan kebiasaan mengeluh dan mengkritik diri dapat
membuat kita lebih tenang dan bahagia
- Bahagia itu belajar berdamai dengan keadaan
- Berhenti overthinking agar lebih menikmati hidup
- Bahagia hadir dengan rasa syukur
- Bahagia tumbuh dari rasa cinta kasih
- Berbagai masalah yang hadir memang kadang membuat kita sedih, tetapi
kepedihan juga membawa manfaat baik bagi kehidupan.
- Bahagia tumbuh ketika kita lebih fokus pada saat ini, daripada
terjebak masa lalu
- Boleh memikirkan masa depan, tetapi jangan lupa menikmati masa
sekarang ini.
Saya rekomendasikan buku ini untuk siapa pun yang sedang berusaha menemukan jati diri dan berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih baik, menghargai proses hidup yang dimiliki dan menemukan bahagia versi dirinya sendiri.
Srobyong, 29 Januari 2025
No comments:
Post a Comment