Friday 30 September 2016

[Resensi] Belajar Arti Persahabatan Lewat Novel


Judul buku      : Promises
Penulis             : Kristi Jo
Desain cover   : Orkha Creative
Penerbit           :  Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, September 2015
Tebal buku      : 232 halaman
ISBN               : 978-602-03-2000-7

Orang boleh berubah, waktu boleh bertambah, tapi ikatan persahabatan nggak harus putus. (hal. 93)

Novel ini menceritakan tentang persahabatan antara Joshua, Lana dan Alex yang sudah dibina sejak kecil. Mereka bisa dibilang seperti permen karet yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Tapi, setiap pertemuan sudah pasti ada perpisahan. Lana harus meneruskan pendidikannya ke Melbourne, menyusul kakaknya.  Joshua sendiri pindah ke Surabaya. Hanya Alex tetap tinggal di Jakarta.

Hal ini-lah yang kemudian harus mereka terima karena sudah pasti mereka tidak bisa bersama lagi. Karena akan berpisah, Lana mengusulkan untuk membuat sebuah kesepatakan. Menulis sebuah harapan yang nantinya akan dibuka bersama-sama setelah lima tahun. (hal. 11) Meski pada awalnya Joshua dan Alex tidak terlalu setuju, mereka pada akhirnya tetap melakukannya.

Namun setelah lima tahun, ketika mereka kembali bertemu, semua sudah tidak bisa lagi seperti dulu. Lana berubah menjadi pendiam dan terkesan menjaga jarak dengan Joshua. Alex tidak bisa dihubungi dan juga sulit diketahui keberadaannya. Bahkan ketika akhirnya Alex ditemukan, cowok itu sudah tidak seperti Alex yang dulu. Joshua bingung, tapi dia tidak mau persahabatan mereka putus begitu saja. Karena itu dia mulai menyelidiki kenapa kedua sahabatnya telah berubah. 

Dan siapa sangka potongan puzzle yang berusaha Joshua susun, menempatkannya pada posisi yang tidak pernah duga. Dia baru tahu kalau persahabatan mereka telah berubah menjadi lingkaran cinta segitiga.  Alex mencinta Lana tapi Lana menyukai dirinya. Tidak hanya itu Joshua juga mendapati kenyataan kalau Alex telah menjadi pecandu narkoba dan mengidap AIDS. Sedang Lana sempat mengalami pelecehan seksual hingga membuat  gadis itu trauma.

Dan dia pun bertanya-tanya mungkinkah persahabatanya bisa kembali utuh setelah mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi?

Sebuah novel yang mengajaran arti sebuah persahabatan dengan segala intrik dan konflik yang harus diselesaikan. Bahwa setiap orang memang memiliki masalah dan rahasia sendiri-sendiri. Namun memiliki masalah bukan akhir dari kehidupan, karena begitula hidup, bahwa orang tidak akan lepas dari masalah.“Nggak selamanya hidup cuma diisi dengan hal-hal yang baik dan membuat bahagia. Pasti akan ada masalah. Dan sudah seharusnya harus diingat, kalau di ada hal yang baik dalam hidup di balik adanya sebuah masalah. Kalau punya masalah, face it! Cari solusi. Kalau mampu bertahan menghadapi kesulitan apa pun, yakin saja bahwa hidup akan kembali pada titik yang baik lagi.” (hal. 161)

Selain itu novel ini juga mengajarkan untuk saling mendukung dan menguatkan,  mengajak agar hidup tidak diisi dengan terjebak pada masa lalu. “Gue nggak bisa memutar ulang waktu dan berada di sana supaya lo nggak mengalaminya. Tapi gue di sini sekarang buat lo. Yang kita jalanin adalah masa depan, Lan. bukan masa lalu.” (hal. 164) “Boleh, kok kita ngelihat ke belakang, sekadar mengintip. Tapi jangan sampai lo menoleh ke belakang. Apalagi sampai berputar dan kembali ke sana.” (hal. 177) Sahabat akan selalu ada dalam suka dan duka. Novel ini mengajarkan semua itu.

Ditulis dengan gaya santai dan mudah dicerna. Covernya pun menarik.  Hanya ada beberapa kesalahan seperti sempat ditemukan ada campuran sebuah pov, lalu ketidakkonsistenannya dalam panggilan nama dan di akhir bagian novel ini terasa lambat.  Namun, lepas dari semua itu novel ini recomended untuk dibaca. 

Dimuat di Koran Singgalang, Minggu 14 Agustus 2016 

Telat banget tahunya kalau naskah resensi ini dimuat di Singgalang. ^_^


Monday 26 September 2016

[Resensi] Menjaga Cinta dengan Jalan Hijrah


Judul               : Ku Cinta Kau dan Dia
Penulis             : @DuniaJilbab & Ririn Astutiningrum
Penyunting      : Rarindra Rahman
Penerbit           : Wahyu Qalbu
Cetakan           : Pertama, Juli 2016
Halaman          : 204 hlm
ISBN               : 978-602-74138-9-4
Peresensi         : Ratnani Latifah,penikmat buku dan penyuka literasai alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Membahas cinta memang tidak akan ada habisnya. Karena cinta bagi manusia itu memang sebuah fitrah. Allah menciptakan manusia dengan menanamkan sikap cinta—welas asih. Hanya saja yang menjadi pertanyaan bagaimana menjaga cinta agar berbuah surga? Karena sejatinya cinta itu tidak mudah dipelihara.  Ada adab dan batas-batas yang harus dipatuhi ketika cinta itu datang.  Dan cinta yang paling hakiki adalah cinta pada-Nya. Menyandarkan segala cinta pada Sang Pencipta.

Berdasarkan itu, penulis mencoba mengurai cara menjaga cinta agar berbuah jalan menuju jannah—surga.  Lazim diketahui cinta itu tentang kecondongan hati yang membuat seseorang selalu ingin dekat dan bertemu orang yang dicintai.  Namun hal itu tidak bisa dilakukan jika kunci halal bernama pernikahan belum disahkan.  Di sini adalah tantangan bagi kita dalam menjaga cinta.

Dan agar cinta itu bisa berbuah surga, maka yang perlu dilakukan adalah hijrah. Dalam artian meninggalkan cinta yang belum halal itu dengan berserah pada Allah. Karena hijrah berarti   meninggalkan kekasih hati yang selama ini mengisi, mencintai, menyayangi, melengkapi dan memenuhi ruang hati dan kehidupan kita.  (hal. 27)

Dengan berhijrah kita bisa menjaga hati agar cinta yang kita miliki tidak membawa pada jalan yang salah jika memang belum disahkan—menikah. Memang berhijrah membutuhkan pengorbanan. Itu pasti. Pengorbanan yang harus kita lakukan demi mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar, yakni cinta-Nya yang kelak mengantarkan kita memasuki janah al-ma’wa.  (hal. 31)  Selain itu buku ini mengingatkan bahwa jodoh itu misteri—hanya Allah yang tahu. Sebelum jodoh datang alangkah baiknya sambil menunggu adalah selalu memperbaiki diri. Karena jodoh adalah cerminan diri sendiri.  (hal. 49)

Membaca buku ini mengajarkan arti kesabaran dan keikhlas. Bahwa dalam setiap rencana Allah adalah jalan terbaik yang diberikan. Kita diajarkan untuk tidak mudah putus asa dan menjaga diri agar terhindar dari zina. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah, tidak berkesan menggurui menambah poin keunggulan buku ini. Selain itu dalam buku ini juga dilengkapi dengan tips  dalam istiqomah dalam hijrah pada Allah. Ada  pula kisah-kisah isnpiratif para sahabat yang berjuang dalam hijrah dan menjaga diri dari

Srobyong, 24 Agustus 2016 

Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Sabtu 24 September 2016



Sunday 25 September 2016

[Resensi] Inspirasi para Tokoh dari Berbagai Penjuru Dunia

Judul               : Faces & Places
Penulis             : Desi Anwar
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Agustus 2016
Tebal               :  ix + 382 hlm
ISBN               :  978-602-03-2489-0
Buku ini memuat 35 tokoh dan 50 tempat yang menginspirasi. Salah satunya dari Karen Amstrong tentang Tuhan. Menurut Amstrong, sikap welas asih lebih penting dalam menjalani hidup, apa pun agama seseorang, termasuk kalau dia tidak beragama. Dasar segala agama adalah cinta kasih, walau sering terkubur di bawah dogma serta rasa saling takut dan curiga antaragama (hal 63).
Pemimpin spiritual Tibet Dalai Lama menegaskan, orang  tak perlu beragama untuk bisa mempraktikkan welas asih. Setiap manusia seharusnya hidup dengan mengikuti kaidah emas Konghucu, “Jangan melakukan kepada orang lain apa yang engkau tidak ingin orang lain lakukan untukmu.”
Ada  tentang kisah  Chanee, Gibbon Guy yang peduli owa, spesies kera yang menuntun warga Prancis bernama asli Aurelien Brule ini berusaha mendapat kewarganegaraan Indonesia agar bisa melindungi primate yang hampir punah. Dia menelepon kementerian kehutanan setiap hari selama setahun hingga akhirnya pemerintah Indonesia memberikan izin untuk mendirikan yayasan owa. Dia membangun kamp di kawasan pelestarian dan suaka owa di Taman Nasional Pararawen di Barito Utara, Kalimantan Tengah (hal 88-89).
Tidak kalah menarik cerita  suku Komoro di Papua.  Seorang warga Hongaria Kal Muller begitu berdedikasi  terhadap orang Papua. Dia  membantu suku Komoro yang memiliki budaya memahat untuk mengasah keahlian membuat ukiran (hal 210).
Sedang mendiang Presiden Afrika Selatan Nelson Mandala  mengajarkan bahwa hati yang terbuka  lebih penting daripada kekuasaan. Keberanian terletak pada pengampunan, bukan mengumbar amarah. Setiap manusia apa pun ras, warna kulit, serta agamanya adalah setara (hal 248-249).
Di Yangon (Rangoon), Myanmar, warga setempat masih suka mengenakan pakaian tradisional seperti sarung dan sandal hitam untuk berbusana sehari-hari. Di tengah modernitas, Yangon tetap bisa melestarikan banyak arsitektur kolonial indah peninggalan Inggris dan taman kota rindang dengan danau cantik (hal 245).
Dari dalam negeri ada pengalaman di desa dekat Kota Batu. Di ketinggian di atas 1.800 meter, udaranya masih bersih dari pencemaran dataran rendah. Cuacanya sejuk dan tanahnya subur. Berbagai hasil bumi tumbuh subur untuk kebutuhan sehari-hari.  Alam selalu memberi semua kebutuhan (hal 267).
Masih banyak tokoh dan tempat lain yang menyebarkan pola pikir baru dan sangat menginspirasi. Di antaranya,  pertemuan dengan Bill Gates, Zidane, Joop Ave, Presiden Ramos, Guru Chin Kung. Juga cerita perjalanan di Tokyo, Paris, Shanghai, dan seterusnya. 
Diresensi Ratnani Latifah, lulusan  Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara, Jateng

Dimuat di Koran Jakarta, Jumat 23 September 2016 

Dimuat di Koran Jakarta, Jumat 23 September 2016 


Saturday 24 September 2016

[Cerpen] Sebuah Mandat

Dimuat di Tabloid Banger edisi 2 (April-Agustus 2016)

Kazuhana El Ratna Mida

Bumi tengah marah. Atau malah Tuhan?—Pemilik langit—tepatnya jagad raya. Yah, mungkin salah satunya. Atau malah keduanya. Aku mengangkat bahu. Tidak tahu. Antara yakin dan tidak yakin. Lagipula aku juga tidak bisa bertanya pada bumi atau pun langit.  Apalagi Tuhan. Aku hanya bisa melihat kenyataan saat ini. Kenyataan yang membuat miris. Sungguh di luar logika untuk dipikirkan. Dan kenyataan yang ada ..., ketika mandat sudah ditetapkan memang apa yang bisa aku lakukan selain pasrah? Begitulah.

~*~



Dan ternyata cerpen ini juga dimuat di Koran Pantura Senin 19 September 2016, masih satu wadah soalnya. Seperti halnya cerpen "Beras Subsidi" . Mungkin ada seleksi untuk dimuat di Jurnal Banger. 


Wednesday 21 September 2016

[Cernak] Liburan ke Museum

Hasil gambar untuk museum danar hadi solo
Sumber Google.

*Kazuhana El Ratna Mida

Nana memonyongkan bibirnya lima senti. Gadis berkuncir dua itu tidak suka dengan permintaan sepupunya, Lili.

“Kenapa harus museum, sih Li? Di Solo banyak tempat wisata yang lebih bagus dari museum.” Nana memprotes pada Lili yang minta ditemani ke Museum di solo.

“Museum juga bagus, Nana.” Lili tersenyum lebar.

“Kenapa sih kamu jadi suka museum gini, dulu kayaknya tidak deh. Kamu selalu menolak kalau diajak ke museum.”  Dulu Lili memang tidak suka kalau diajak ibunya mengunjungi musem, tapi sekarang sudah berbeda. Dia malah selalu penasaran dan ingin mengetahui lebih banyak tentang museum di seluruh Indonesia.

“Kan itu dulu, Na. Sekarang sudah beda. Kamu mau, ya. Mumpung aku liburan di Solo. Nanti kalau kamu ke Jogja, aku ajakin ke tempat-tempat yang seru.” Lili masih memohon dengan sungguh-sungguh.

“Nanti aku juga akan cerita deh, kenapa aku jadi suka museum.”

Nana bingung, menurutnya mengunjungi museum itu sudah pasti akan sangat membosankan. Teman-teman Nana di sekolah juga berkata seperti itu setelah mengunjungi Museum.   Tapi Nana juga tidak enak meminta permintaan saudara sepupunya itu. Dia juga penasaran kenapa sepupunya jadi berubah sangat tertarik dengan museum. Akhirnya dengan agak terpaksa dia pun mengangguk.

Museum Bati Danar Hadi menjadi pilihan  pertama, untuk urutan museum yang akan mereka kunjungi. Selain mereka, ada juga Mbak Intan, kakak Sulung Nana yang bertugas mengantar dan mengawasi dua gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas 4 di  sekolah dasar itu.

Di sana, Nana dan Lili melihat berbagai koleksi batik yang ada bersama pemandu museum. Mereka dikenalkan dengan  Batik Belanda di mana warna dan pola Batik Belanda itu didominasi oleh bunga-bungaan, dedauan, bintang bahkan ada yang di antaranya ada yang mengambil tema dongeng. Seperti Snow White dan Sleeping Beauty.

Hasil gambar untuk museum danar hadi solo
Sumber Google. 

Selain Batik Belanda, ada pula Batik  China, Batik Djawa Hokokai, Batik Nitik, Batik Sembagi dan Batik Polikat, Batik Madura, Batik Jambi, Batik Banyumas, Batik Cirebon dan masih banyak lagi.

Tidak ketinggalan pula ada jenss baik keraton, seperti Batik Keraton Surakarta, Batik Keraton Yogyakarta, Batik Puro Pakualam dan Batik Puro Mangkunegaran.

“Setiap jenis dan motif batik keraton ini memiliki makna dan fungsi masing-masing, Dik.” Kak Sita, pemandu museum itu memberi tahu.

Lili mendengarkan dengan saksama. Begitupun Nana yang semula nampak tidak tertarik. Kini dia juga penasaran. Dari penjelasan Kak Sita, mereka tahu, jika mereka bisa mengetahui kedudukan seseorang di keraton hanya dengan jenis kain yang dipakainya.

Setelah puas melihat koleksi batik di Danar Hadi, Nana dan Lili menyempatkan membeli beberapa suvenir batik berupa boneka. Mereka terlihat senang sekali.

“Jadi bagaimana? Asyik kan, Na mengunjungi museum?” tanya Lili di sela-sela menjilati eskrim yang baru dibelikan Mbak Intan setelah mereka dalam perjalanan pulang.

Nana mengangguk mantap. “Iya, banyak sekali koleksi batik di sana. Dan semuanya bagus-bagus. Ternyata seru juga.”

“Eh, tadi ada berapa kata Kak Sita koleksi batik di sana?” Nana balik bertanya.

“10.000 koleksi batik, Nana,” jawab Lili cepat masih dengan es krim di tangannya.

Hasil gambar untuk museum danar hadi solo
Sumber Google.

“50 di antaranya jenis batik kuno,” imbuh Mbak Intan yang sedari tadi diam memerhatikan Nana dan Lala yang nampak begitu bahagia.

“Wah, Mbak Intan denger juga, ya?”

“Ya, dong, masa nggak denger, Mbak kan ada di sana jadi pengawal kalian.”  Nana dan Lala langsung tertawa lebar mendengar guraun Mbak Intan. 

“Apa aku bilang, Na? Mengunjungi museum, membuat kita banyak pengetahuan, Na. Makanya aku jadi suka sekali kalau diajak ke museum,” cerita Lili.

“Khususnya tentang sejarah di Indonesia,” lanjut Lili.

“Memang sih, dulu aku benci banget kalau diajak ibu ke museum. Masa setiap hari diajak liburan ke museum. Tapi lama-lama ternyata asyik juga. Apalagi banyak pengetahuan sejarah yang aku dapat. Jadi, sekarang aku malah yang terus mengajak ibu untuk mengantarku, mengelilingi museum di Yogyakarta.”

“Aku malah bercita-cita ingin mengunjungi semua museum di Indonesia. Pasti asyik sekali.” Mata Lili terlihat bersinar. 

Nana diam menyimak cerita sepupunya. Dia membenarkan semua ucapan Lili. Memang jika di awal-awal museum itu terlihat tempat yang membosankan. Tapi ternyata di dalamnya banyak pengetahuan yang bisa diambil pelajaran. 

“Nanti kalau pergi jangan lupa ajak-ajak, aku ya?” Nana berucap dengan yakin.

“Eh, serius?” Lili senang mendengar Nana yang tidak lagi membenci museum.

Nana mengangguk. “Dan ingat, kamu hutang menemaniku mengunjungi museum kalau nanti aku liburan ke Yogyakarta.”  Nana tersenyum manis diikuti Lili dan Mbak Intan. Sekarang mereka melanjutkan perjalanan ke museum berikutnya untuk dikunjungi.

Srobyong, 21 Juli 2016

Keterangan

*Informasi tentang Museum Batik Danar Hadi, diambil dari buku “3 Emak Gaul Keliling 3 Kota” karya, Fenny Ferawati, Ika Koentjoro, Muna Sungkar, terbitan Bhuana Ilmu Populer, 2015. 

*Kazuhana El Ratna Mida, penulis bisa dihubungi di akun FB Ratna Hana Matsura. Atau mengunjungi blog http://tulisanelratnakazuhana.blogspot.co.id/

Dimuat di Joglosemar, Minggu 18 Agustus 2016


Thursday 15 September 2016

[Resensi] Kumpulan Cerita tentang Musik, Film dan Parfum


Judul               :  Celia dan Gelas-Gelas di Kepalanya
Penulis             : Lugina W.G. dkk.
Penerbit           : Diva Press
Cetakan           : Pertama, Mei 2016
Halaman          :  256 hlm
ISBN               : 978-602-391-147-9
Peresensi           : Ratnani Latifah, Penyuka buku dan penikmat literasi. Alumni Univesitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Kumpulan cerpen Celia dan Gelas-Gelas di Kepalanya merupakan hasil dari  event kepenulisan  bertema musik,  film dan parfum yang diadakan Diva Press.  Memang dalam membuat cerpen musik, film dan parfum sering sekali menjadi sumber ide yang memarik. Karena dalam kehidupan sehari-hari ketiga hal tersebut selalu menjadi teman yang menyenangkan. Dan dari tema ini 13  penulis yang naskah cerpennya terpilih mengungkapkan kejadian sehari-hari dengan cara unik yang tidak biasa.

Dibuka dengan cerpen berjudul “Wajah-Wajah dalam  Kaset Pita” karya Gin Teguh.  Mengisahkan pertemuan tokoh aku dengan Nima.  Kesukaan pada grup musik dan penyanyi  yang sama—Semesta di Bawah Bulan yang dinyayikan grup Selaras Tiga membuat mereka dekat. Bahkan pergantian hari, mereka selalu mengatur pertemuan untuk saling berbincang. Namun suatu hari tokoh aku merasa ketakutan mungkin Nima sudah tidak lagi mengenalinya. (hal. 33)

Kisah lainnya adalah “Lelaki yang Menyatakan Cinta dengan Menjadi Bayangan” karya Evi Sri Rezeki. Membaca judulnya sudah tergambar keunikan dari cerpen ini. Cukup panjang tapi memikat. Berkisah tentang lelaki yang memiliki aroma harum kayu gaharu. Memiliki wajah yang cukup tampan membuatnya banyak disukai kaum hawa. Namun bagi lelaki itu hanya ada nama Tiffany yang selalu dipuja. Apapun yang diinginkan gadis itu, segala upaya akan dilakukan agar Tiffany merasa bahagia.

 “Aku akan menjadi bayanganmu. Menciptakan karya untkmu. Bersamamu selamanya.” Begitulah yang kira-kira pernah lelaki yang memiliki aroma harum kayu gaharu.  Dan sesuai janjinya, ketika Tiffany pada akhirnya menikah dengan laki-laki lain, lelaki beraroma kayu gaharu menjadi bayanganan. Memeluk Tiffany hingga membuat gadis itu penuh sesak.  Lalu ruang pesta yang awalya  dipenuhi wangi parfum merek Tiffany, mendadak aroma seluruh ruangan berubah menjadi aroma kayu gaharu.

Takut itulah yang dirasakan Tiffany, hingga akhirnya dia membersihkan diri agar bau tubuhnya tak lagi seperti aroma kayu gaharu. Namun ketika sudah berada di bathtub, aroma itu makin  menyengat hidung. Yang pada akhirnya membuat dirinya memotong hidung agar tak lagi mencium bau itu. Hal serupa ternyata terjadi pada para undangan yang menghadiri pernikahan Tiffany. Entah apa yang sebenarnya terjadi di sana. (hal. 75)

Ada pula cerpen berjudul “Celia dan Gelas-Gelas di Kepalanya karya Lugina W.G. Menceritakan tentang  Celia yang sangat menyukai film ‘Alice in Wonderland’ Alice memiliki kucing bernama Dinah dan Alice memiliki kucing bernama Puffin. Bahkan saking sukanya Alice berkali-kali mencoba memakaikan mahkota dari kelopak mawar pada Puffin meniru mahkota bungan daisy milik Dinah.

Namun tiba-tiba, Celia berubah, di kepala kini dipenuhi gelas-gelas pecah. Dan dia mengira Puffin adalah biang masalah tersebut. Celia benci melihat pecahan gelas berhamburan akibat ulah Puffin. Saking marahnya, Celia sekarang malah kerap menyiksa Puffin. Hal ini tentu saja membuat Maria—ibunya khawatir dan mengganti Puffin dengan boneka.

Terlalu sering mendengar gelas pecah di kepalanya, lambat lain membuat Celia depresi. Dia marah dan menyalahkan Puffin. Padahala sejatinya itu  suara-suara itu berasal dari kenyatan lain yang tidak ingin Celia akui. (hal. 103)

Cerpen-cerpen yang termaktub dalam buku ini menyajikan cerita-cerita yang sejatinya kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun diramu dengan sudut pandang lain hingga terkesan berbeda.  Keunggulan dalam buku ini adalah, tentang bagaimana para penulis yang mampu membuat judul dan mebukaan cerpen yang memikat. Sehingga pembaca tidak ingin lepas sebelum menamatkan. Kepiawaian dalam mengeksekusi cerita juga menjadi tambahan poin pada buku ini.  Pun dengan kejutan pada ending cerita. 

Membaca cerpen-cerpen pilihan ini, pada salah satu cerpen mengingatkan bahwa hubungan orangtua itu bisa mempengaruhi psikologi anak. Apakah membuat anak menjadi pribadi yang baik atau sebaliknya. Sebuah buku yang patut dibaca bagi penikmat cerpen dan ingin belajar membuat cerpen dengan baik. Beberapa bagian monotn dalam beberapa kisah, tidak mengurangi keasyikan dalam membaca.


Srobyong, 29 Juni 2016 

Dimuat di Kabar Madura, Kamis 8 September 2016 


Sunday 11 September 2016

[Artikel] Parenting - Kiat Mengembangkan Rasa Percaya Diri Pada Anak


Sumber Google
Kazuhana El Ratna Mida

Ini artikel lama yang saya buat ketika belajar membuat artikel parenting di Grup LovRinz, semoga bermanfaat. :) 

Kadang kita melihat ada anak yang sangat aktif dan begitu percaya diri. Lalu kita melihat anak lainya,  yang begitu pendiam dan pemalu. Kenapa bisa begitu? Apa masalahnya? Bukankah usia mereka sama? Lalu apa yang membedakan? Pertanyaan itu mungkin kerap menghantui para ibu. Mereka penasaran kenapa anak mereka berbeda dengan yang lain.

Mungkin kebanyakan orangtua tidak menyadari, tenyata pola asuh anak itu sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Pola asuh merupakan cara menjaga dan mendidik anak dari waktu ke waktu. Dampak dari pola asuh bisa dilihat dari kecerdasan intlektual anak juga kecedasan emosinya. Bukankah orangtua adalah keluarga terdekat anak? Dari keluarga anak-anak mendapat pendidikan awal. Orangtua adalah contoh; panutan dari anak itu sendiri. Bagaimana sikap mereka akan terkekam dalam pandangan mereka.

Kita akan menemukan banyak perbedaan bagaimana sikap anak dari orangtua yang menerapkan pola asuh  secara otoriter dan pola asuh demokrasi.  Dan akan berbeda pula jika orangtua menerapkan pola asuh Laissez faire—polas asuh yang menanamkan kebebasan pada anak karena menganggap mereka sudah dewasa. Tidak ada teguran, arahan dan bimbingan.

Anak yang diasuk secara otoriter akan menjadi anak yang suka membangkang atau tertekang. Anak yang diasuh secara dekomaris akan menjadi pribadi yang menghargai orang lain. Dan anak yang diasuk dengan pola asuh Laissez faire akan menjadi anak yang penuh kebebasan tanpa adanya kontrol. Dan itu cukup membahayakan.

Nah untuk membuat anak memiliki rasa percaya diri, ada baiknya kita menggunakan pola asuh demokrasi—kita menghargai namun tetap mengawasi anak.

Inilah  Kiat Mengembangkan Rasa Percaya Diri Pada Anak,  jika menerapkan pola asuh demokrasi,  intip beberapa tips ini yuk:

1.      Orangtua memberi pengakuan pada anak, menghargai pendapat anak

Pengakuan atau menghargai ini sangat penting untuk anak. Jika anak diakui keberadaannya, mendapat yang dimiliki dihargai itu akan memupuk rasa percaya diri anak.  Walapun pendapat itu tidak dipakai,tapi mengajari anak berani berpendapat itu baik. Dari pada mendidik anak dengan otoriter hingga anak merasa takut dan tertekan.

2.      Membiarkan anak membatu dalam kehidupan sehari-hari.

Ini tidak akan menjadi bencana, kok. Kalau sejak kecil anak dibiarkan membantu, dengan sendirinya itu akan memupuk rasa percaya diri mereka. Lihatlah ketika anak-anak merasa puas dan bangga ketika selesai membantu menyapu. Atau membantu membawakan belanjaan.

3.      Mengajari anak untuk mandiri dan bertanggungjawab

Ini juga penting. Jangan melarang anak jika anak kita bisa melakukan sendiri. Seperti membersihkan kamar tidurnya atau mandi sendiri. Kita hanya mengawasi ketika anak kita benar-benar kesulitan dan meminta bantuan kita.

4.      Memberikan teladan yang baik pada anak
      Orangtua adalah contoh anak, karena orangtua adalah orang terdekat mereka. Jadi apa yang orangtua lakukan akan dicontoh. Kalau sejak dini kita memberikan contoh teladan yang baik, maka dengan sendirinya anak akan mencontoh itu dan menerapkannya pada kehidupan sehari-hari.

5.      Luangkan waktu untuk anak

Ini juga penting. Seberapa pun sibuk,orangtua harus meluangkan waktu. Berbicara dengan anak untuk mengetahui masalah yang terjadi. Jika orangtua terlalu sibuk akan membuat anak merasa diabaikan dan rendah diri.

6.      Jangan pelit untuk memuji

Sama halnya seperti guru, orangtua jangan pelit memberikan pujian jika anaknya mendapat nilai bagus atau dapat menyelesaikan pekerjaan prakarya atau tugas. Karena dengan begitu anak merasa dihargai akan jerih payah yang telah dilakukannya.

7.      Sayangi anak

Ini bukan berarti memanjakan anak, bukan. Menyayangi adalah suatu tahap kita mengajari anak bagaimana kita berinteraski dengan orang lain. Menerima apa adanya.

8.      Jangan membanding-bandingkan atau pilih kasih

Anak itu sangat peka. Kalau kita membandingkan antara anak pertama dengan kedua, dengan mengatakan “Kamu kenapa tidak sepintar kakakmu?” itu bisa membuat anak merasa rendah diri. Pun dengan pilih kasih. Jika orangtua lebih condong pada satu anak dari anak lainnya, itu akan membuat mereka merasa rendah diri. Bertanya-tanya “Kenapa aku tidak disayang seperti dia? Apakah karena aku tidak pintar, cantik?” dan pertanyaan lainnya.

9.      Mengajari sikap displin

Dengan mengajari anak disiplin, itu akan membuat anak terbiasa dan akan memupuk rasa percaya diri jika anak bisa mematuhi kedisplinan yang diterapkan secara bersama.

10.  Mengajari anak  untuk menjadi seorang pemaaf.

Sebuah langkah awal untuk mengajari anak bersikap dewasa dan menjadi seorang yang bijak. Kita memberi contoh melakukan kesalahan itu bukan dari akhir segalanya,kita bisa saling memaafkan dan memulai dengan saling berbaikan.

Semoga bermanfaat.

Referesni
Soeparwoto, dkk, Psikologi Perkembangan, 2007,  Semarang : UPT UNNES PRESS
Dalyono,M. Drs, 2009, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Berbagai sumber.

Srobyong, 14 Agustus 2015.