Thursday 30 November 2017

[Resensi] Menyikapi Masalah dan Musibah

Dimuat  di Harian Singgalang, Minggu 19 November 2017 


Judul               : Peony’s World
Penulis             : Kezia Evi Wiadji
Penerbit           : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan           : Pertama, September 2017
Tebal               : 236 halaman
ISBN               : 978-602-394-906-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Masalah dan musibah  diciptakan bukan untuk membuat kita bersedih kepanjangan atau bahkan merasa putus asa. Keduanya diciptakan memiliki tujuan untuk membuat kita mau berusaha dan menumbuhkan sikap sabar, ikhlas dan tawakal.  Novel yang mengambil genre fantasi ini mencoba mengingatkan kepada kita tentang bagaimana cara menyikapi sebuah masalah dan musibah. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah dan eksekusi yang memikat, membuat novel ini rekomendasi untuk dibaca.

Novel ini sendiri berkisah tentang Peony yang ternyata lahir dengan sebuah kemampuan unik. Dia bisa menginjak di dua dunia—dunia nyata dan dunia ciptaannya. Sebuah kemampuan yang sempat membuat Peony tidak suka bahkan terbebani. Karena gara-gara kemampuannya itu berbagai kejadian tidak mengenakkan kerap kali menimpanya. Namun berjalannya waktu dan usia, Peony kemudihan mulai menerima kemampuan itu dan menyadari bahwa bakat itu telah memberinya warna hidup yang menyenangkan.

Bersama sahabatnya—Lola dan Justin serta  pacaranya, Jovan, mereka sering menghabiskan waktu di dunia ciptaan Poeny jika kebosanan melanda.  Namun siapa sangka, kehidupan Peony yang sebelumnya penuh warna dan begitu sempurna—dia memiliki orangtua lengkap yang selalu menyayanginya, sahabat-sahabat yang baik, hingga seorang kekasih yang setia, tiba-tiba kebahaagian itu direngut paksa oleh Tuhan (hal 40).

Sebuah kecelakaan menimpa Jovan, hingga tak bisa diselamatkan. Kenyataan itu tentu saja membuat Peony sangat kaget dan kacau. Dia masih tidak bisa menerima kenyataan itu.  Dia selalu mengurung diri dan tidak mau makan.  Sampai suatu ketika, tiba-tiba Jovan muncul di dunia ciptaan baru, membuat Peony kaget dan tidak percaya.  Ada satu sisi di hatinya yang merasa senang, namun di sisi lain dia merasa sedih karena Jovan terjebak di dunia ciptaannya.

Selain itu sebuah masalah baru juga tiba-tiba juga muncul dan membuat Peony bimbang. Dari Jovan dia tahu bahwa ada seseorang yang ingin menyelakai dirinya.   Di mana masalah itu ternyata berbuntut panjang. Karena dari masalah itu, Peony harus berurusan dengan buku tua, kisah keramat dan sosok mengerikan yang ingin mencelakakannya. Lalu bagaimana akhirnya Peony menghadapi masalah dan musibah itu secara bersamaan?

Hadir dengan sentuhan baru, Kezia menampilkan sebuah kisah fantasi yang menarik dan patut dibaca. Sebagai gebrakan pertama, saya rasa novel genre fantasi ini cukup menghibur dan sukses membuat kita ikut memasuki dunia ciptaan Peony. Dan karya terbaru penulis ini juga menunjukkan kepiawaian penulis dalam  dunia literasi.  Novel ini tidak kalah menarik dengan novel realis karya Kezia yang selalu menghibur dan banyak memberi pelajaran hidup.

Di sini kita dapat mengambil pelajaran tentang bagaimana cara kita menghadapi sebuah masalah dan musibah. Apakah kita memilih menyerah dan terpuruk? Atau memilih bangkit dan menerima semuanya dengan penuh kesabaran, ikhlas dan tawakal. Karena di balik setiap masalah dan musibah, selalu ada hikmah yang bisa dipetik hikmahnya.  Masalah adalah batu loncatan yang akan membuat kita tumbuh menjadi orang yang kuat dan tegar. Dan musibah adalah cara Tuhan untuk mengingatkan kita untuk selalu berserah diri kepada-Nya. Mau bersabar, syukur dan tawakal.

Selain itu dari novel ini kita juga bisa mempelajari sifat manusia. “Aku nggak percaya ada orang yang dilahirkan menjadi sisi baik atau si jahat. Menjadi baik atau jahat adalah pilihan orang itu sendiri.”  (hal 189).  Dan sebuah larangan untuk memelihara sifat iri, yang seyogyanya malah akan merugikan diri sendiri.   “Perbuatan adalah cermin isi hati. Perasaan iri dan mementingkan diri sendiri, memyebabkan kekacauan dan  segala macam perbuatan jahat.” (hal 5).

Srobyong, 29 Oktober 2017

Wednesday 29 November 2017

[Resensi] Kiat Menjadi Muslimah Berkarakter

Dimuat di Majalah Auleea, edisi November 2017 


Judul               : Muslimah Antibaper; Days with Love, Lifestyle, hope & Fight!
Penulis             : @GentaMuslimah
Penerbit           : Genta Hidayah
Cetakan           : Pertama, Juni 2017
Tebal               : x + 414 halaman
ISBN               : 978-602-6359-42-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Siapa yang tidak ingin menjadi muslimah yang baik—memiliki karakter kuat serta memiliki pribadi yang berkualitas? Pastinya hampir semua muslimah menginginkannya. Memang benar, menjadi muslimah yang baik tentu saja bukan perkara mudah. Banyak tantangan yang harus kita lalui agar bisa mencapainya.  Namun begitu kita tidak boleh putus asa apalagi menyerah. Jika kita mau berusaha pasti akan selalu jalan untuk menjadi seorang muslimah yang baik—berkarakter dan berkualitas. 

Buku ini hadir untuk menjawab kebingungan kita yang tengah berusaha menjadi seorang muslimah yang baik.  Sebagaimana tagline yang termaktub dalam cover, buku ini fokus membahas tentang empat hal yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu : love, lifestyle, hope dan  fight.

Membahas cinta, siapa yang tidak pernah mendengar satu kata tersebut? Satu kata namun memiliki sejuta makna. Cinta memang selalu asyik untuk dibahas dan dikulik. Namun  yang tidak boleh kita lupakan adalah bagaimana cara memaknai cinta itu sendiri.  Saat ini banyak muslimah yang telah salah dalam memaknai cinta.  Kerap kali kita mengikuti budaya Barat dalam memaknai cinta dengan melakukan pacaran.   Padahal sebagaimana seorang muslimah yang baik, kita harus bisa memanage hati, agar dalam memaknai cinta kita tidak sampai jalan.  “Cinta yang baik itu bukan aku dan kamu pacaran saat ini. Karena cinta sejatinya hanya termaktub dalam ikatan suci.” (hal 9).

Jika kita sudah terjangkit cinta, maka jalan terbaik yang harus kita tempuh adalah menikah jika sudah mampu. Namun jika belum mampu, kita harus menjaga pandangan dan nafsu agar tidak tergoda dengan ajakan setan. “Semua bencana itu bersumber dari padangan. Seperti api besar itu bersumber dari percikan api. Betapa banyak pandangan yang menancap dalam hati seseorang. seperti panah yang terlepas dari busurnya.” (hal 42).

Selanjutnya masalah liyestyle.  Di sini sedikit banyak penulis membahas tentang bagaimana penampilan terbaik yang harus dikenakan seorang muslimah. Membicarakan masalah penampilan, maka sudah pasti tidak jauh-jauh dari gaya berpakaian dan kebiasaan berhias. Di mana sudah semestinya kita selalu memakai baju syar’i yang menutup seluruh aurat kita.  Karena pakaian yang kita kenakan itu menunjukkan jati diri kita. “Bersihkan dirimu, bersihkan hatimu, niscaya akan terpancar pesona cantikmu.” (hal 110). 

Untuk menjadi seorang muslimah yang berkualitas, kita memang harus paham benar tentang batas-batasan dalam memilih model baju. Begitu juga dalam masalah berhias. Karena disadari atau tidak, berhias merupakan fitrah seorang wanita. Setiap wanita sudah pasti ingin terlihat cantik.  Dalam masalah berhias, dalam buku ini kita diingatkan untuk tidak berlebihan. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah surat Al-A’raf ayat 31-31.

“Wahai anak-anak Adam! Pakailah pakaian kamu yang indah, berhiaslah pada tiap-tiap  kali kamu ke tempat ibadah (atau mengerjakan sembahyang) dan makanlah serta minumlah dan jangan pula kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak suka akan orang-orang yang melampaui batas.” Selain itu, dalam bagian ini nant,  kita juga diingatkan tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik  dengan keluarga, saudara, teman atau masyarakat.

Selanjutnya akan dibahas tentang cita-cita dan harapan. Bahwa  kita sebagai seorang muslimah itu berhak memiliki mimpi dan harapan. Karena passion adalah  motor penggerak yang mempompa semangat dan antusiasme untuk menjapai tujuan (hal 204).  Akan tetapi dalam kita juga harus ingat passion juga perlu diikuti dengan istiqomah berlatih.  Dan yang tidak kalah penting kita juga harus mendapat restu orangtua. Jangan sampai demi mengejar passion, kita malah durhaka kepada orangtua. Tentu saja hal itu dilarang.

Terakhir adalah pembahas tentang fight atau perjuangan. Di mana dipaparkan bahwa sebagai seorang muslimah kita tidak boleh lemah. Kita harus kuat. Karena tantangan sebagai seorang muslimah akan benar-benar kita rasakan ketika sudah menjadi seorang ibu. Kita harus berjuang saat akan melahirkan—siap berkorban nyawa,  juga ketika merawat anak-anak.  

Sebuah buku yang patut dibaca baik  para muslim juga muslimah.  Dipaparkan dengan gaya bahasa yang sederhana namun memikat, membuat buku ini asyik untuk dibaca.  Keunggulan lain dari buku ini adalah penulis melengkapinya dengan kisah-kisah inspiratif yang pastinya bisa membuat kita mengambil banyak pembelajaran, juga quote-quote menarik yang bisa dijadikan renungan. Beberapa kekurangan yang ada, tidak mengurangi esensi dari isi buku ini. 

Srobyong, 16 September 2017 

Tuesday 28 November 2017

[Resensi] Kehebatan Hercule Poirot Memecahkan Kasus Misteri

Dimuat di Radar Sampit, Minggu 5 November 2017 


Judul               : The Best of Hercule Poirot
Penulis             : Agatha Christie
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Maret 2017
Tebal               : 599 halaman
ISBN               : 978-602-03-3871-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara


Bagi penikmat kisah misteri pasti sudah tidak asing dengan nama Hercule Poirot.  Dia merupakan tokoh fiksi karangan Agatha Christie—penulis fiksi kriminal asal Inggris, yang mana karya-karyanya selalu laku dipasaran. Hercule Poirot adalah seorang detektive swasta yang memiliki kecerdasan dan kejelian dalam menganalisis berbagai masalah.  Selain itu dalam memecahkan kasus yang dihadapi Poirot ini memiliki pendekatan yang berbeda dari kebanyakan detektive. Dan hal itu-lah yang membuatnya hampir selalu sukses dalam menguak berbagai kasus misteri.

Membaca jejak petualangan Poirot rasanya seperti memasuki labirin panjang yang tidak ada ujungnya. Namun begitu kita tidak pernah merasa bosan. Kenyataan yang ada, kisah-kisah petualangannya selalu ditunggu. Untuk mengobati kerinduan penggemar Agata Christie, Gramedia memilih tiga cerita yang paling difavoritkan pembaca untuk dicetak kembali dalam tampilan yang menyegarkan. Inilah buku “The Best of Hercule Poirot”. Di mana kisah-kisah yang terpilih adalah ; The Abc Murders (Pembunuhan ABC), Five Little Pigs (Menguak Pembunuhan), dan Curtain : Poirot’s Last Case (Tirai).  Memang ketiga cerita ini tidak memiliki kaitan, namun kisah yang dipaparkan sukses memberi ketegangan dan kejutan menarik dalam penyelesaian kasus. Tidak terduga dan menakjubkan.

Pada cerita The Abc Murders (Pembunuhan ABC), secara tiba-tiba Poirot mendapat surat kaleng dari seseorang dengan  inisial ABC.  “Mr. Hercule Poirot—Anda menganggap Anda dapat memecahkan misteri-misteri yang bahkan terlalu rumit bagi polisi Inggris kamu yang dungu, bukan? Mari kita buktikan, Mr. Clever Poirot, sampai mana kepintaran Anda. Mungkin bagi Anda kasus ini tidak terlalu sulit untuk dipecahkan. Berhati-hatilah terhadap apa yang akan terjadi di Andervon pada tanggak 21 bulan ini.” (hal 16).  

Arthur Hastings, sahabat Poirot menganggap kalau surat itu hanya pekerjaan orang iseng.  Begitu pula  dengan polisi yang juga telah melihat surat tersebut. Hal itu sangat berbanding terbalik dengan pendapat Poirot.  “Ada sesuatu  mengenai surat ini yang tidak aku sukai .... Bukan karena naluri. Lebih tepatnya adalah pengetahuanku—pengalamanku—yang mengatakan padaku bahwa ada sesuatu yang salah dalam surat ini—“

Dan ternyata dugaan Poirot tidak meleset pada tanggal 21 di Andover dia mendapat laporan bahwa seorang wanita tua bernama Ascher, yang membuka toko kecil serta menjual tembakau dan surat kabar, ditemukan terbunuh (hal 24).  Di sana tidak ada petunjuk apapun kecuali, sebuah buku panduan kereta api dan panduang itu memang ABC.  Bersama Hastngs, Poitor mencoba mengungkapkan fatka di balik pembunuhan itu. Karena ternyata pembunuhan yang terjadi itu tidak sesederhana dari apa yang terlihat.

Lalu pada kisah kedua Five Little Pigs (Menguak Pembunuhan), di sini Poirot mendapat permintaan dari Carla Lemarchat untuk mengungkap kebenaran di balik pembunuhan yang dilakukan ibunya—Caroline Crale enam belas tahun yang lalu. Carla tidak percaya bahwa ibunya telah membunuh ayahnya—Mr. Crale.  Dia suda bertekad bulat, apapun hasilnya dia harus mengetahui kebenaran itu.
Poirot pun mulai mendatangi siapa saja yang memiliki keterkaitan dengan kejadian itu. di sana Poirot mendapat kenyataan bahwa Caroline berada pada pihak yang disudutkan dan memang semua bukti menunjukkan kalau  Caroline adalah  pembunuhnya.

“Kenyataan ini mungkin menyakitkan tetapi saya selalu berprinsip kebenaran harus diutamakan. Kendati tujuan baik, kedustaan akan bahaya. Setiap orang harus berani menghadapi kenyataan. Tanpa keberanian, hidup takkan mempunyai arti.” (hal 362).  

Dan terakhir adalah Curtain : Poirot’s Last Case (Tirai).  Saya merasa kisah ini yang paling mendebarkan. Karena lokasi kejadian kali ini juga memiliki sejarah  tersendiri bagi Arthur Hastings dan Poirot. Saat itu Poirot tengah menghadapi kelihaian seorang pembunuh yang lebih suka Poirot sebut X. Karena perbuatan si X banyak korban berjatuhan. Hanya saja dalam usahanya menemukan X di sana ada  Judith—putri Hastings yang bisa jadi adalah pelaku.  “Jangan terburu nafsu Sobat. Aku mohon kau jangan berbuat kesalahan yang tidaaak mau kubukukan untukmu.” (hal 449).

Ketiga kisah ini benar-benar mendebarkan dan tidak terduga. Diterjemahkan dengan bahasa yang mudah dipahami, membuat kita terasa nikmat saat membaca. Beberapa kesalahan tulis yang ada tidak mengurangi kenikmatan saat membacanya. Dari kisah-kisah ini saya menyadari hal yang paling berbahaya yang bisa menuntun seseorang penjadi pembunuh adalah cinta dan harta.

Srobyong, 24 September 2017 

Sunday 26 November 2017

[Review Buku] Dari Judi, Dendam Hingga Cinta



Judul               : Game of Hearts ; Love in Las Vegas
Penulis             : Silvarani
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama,  September 2017
Tebal               : 225 halaman
ISBN               : 978-602-03-6634-0


“Hidup adalah meyakini ketentuan Allah. Jika ingin mendapatkan, selalu berusaha, sebaliknya jika tak dapat, ikhlaskan dan tetap berprasangka baik kepada Allah.” (hal 214).

Dibuka dengan prolog yang tegang dan menarik, hal ini sudah menjadi nilai kelebihan dari novel ini. Karena sudah pasti pembaca akan langsung penasaran dan ingin membaca kisah ini hingga selesai. Tidak jauh-jauh dari cinta, namun dipadukan dengan tema yang tidak biasa, membuat novel ini memiliki kelebihan sendiri. Yah, kali ini penulis memasukan unsur perjudian yang saya pikir jarang digarap para novelis Indonesia.  Kemudian disatu padukan pula dengan masalah keluarga dan dendam hingga membuat novel ini semakin berwarna.

“Hati-hatilah kepada gadis yang sakit hati. Caranya balas dendam selalu tidak disangka-sangka.” (hal 28).

Aldhan Prasetya Aridipta adalah pewaris dari kekayaan milik keluarganya, Aridiptha Group. Keberadaannya saat ini menjadi tumpuan dan harapan untuk semua orang dalam hal kesejahteraan dan perubahan dan perusahaan yang saat ini dia pimpin. Lalu suatu hari  sebuah proyek Las Vegas membuat Aldhan terkejut, pasalnya ternyata dialah yang ditujuk untuk melakukan bisnis ke sana. Dan yang lebih membuat Aldhan terkejut adalah alasan sebenarnya di balik proyek tersebut.  Di mana jika dia tidak mau melakukan proyek ini bisa jadi banyak investor yang akan menarik diri dari bisnis Aridipta dan bahkan nyawa sang ayah akan berada dalam bahaya (hal 42).

Aldhan meski kadang marah kepada sang ayah, pada kenyataannya di lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih sangat menyayangi ayahnya. Meski sejak krisis moneter 1997 kehidupan ayahnya berubah dan keluarga mereka berantakan. Ayah dan ibunya bercerai. Sang ibu menikah kali dan sudah bahagia dengan keluarga barunya. Sedang dia dan adiknya, Renald, hanya dimanja dengan harta berlimpah namun minim kasih sayang.  Hal inilah yang membuat adiknya sering membuat ulah untuk menarik perhatian. Sayangnya cara itu tidak berhasil, kedua orangtuanya masih sibuk dengan dunia masing-masing.  Dan Aldhan lebih fokus pada karir dan bermain-main dengan wanita. Membawa wanita dengan bebas keluar masuk di rumah bukanlah perkara asing.

Kepergiannya ke Las Vegas ini  akhirnya membuat dia mengenal Ryker Preston, pemilik Rotten Pumkin. Dan dari pria itu, Aldhan diajari untuk bermain judi dan dikenalkan dengan Reika Matilda—yang ternyata adalah lulusan Nevada University  yang menulis tesis tentang cara memenangi permainan judi berdasarkan perhitungan matematika.

Membaca novel ini seperti menikmati film-film luar yang penuh dengan permainan-permainan judi. Kita diajak melihat dan menikmati keseruan juga ketakutan tatkala tengah mengadu nasib dengan permainan judi. Karena jika tidak pintar, maka sudah pasti kita akan menjadi pecundang, karena selalu kalah secara berulang.

Selain mengajak kita menikmati dunia gemerlap kasino di Las Vegas,  Aldhan juga harus menerima teror dari Love—wanita yang pernah menemani malam-malam panjangnya yang tidak terima ditinggal begitu saja. Gadis itu masih mencinta Aldhan dan tidak ingin diputus begitu saja. Oleh karenya Love berusaha menyusul Aldhan.

Sedang Aldhan sendiri setelah menginjakkan kaki di Las Vegas, lebih fokus pada urusan utang ayahnya dan berusaha melunasi secepatnya. Dia tidak tertarik dengan urusan wanita, sebelum dia bertemu Reika Matilda yang entah kenapa membuat dia tertarik.  Namun yang mengejutkan adalah tentang sebuah titik rahasia yang Reika simpan. Tentang dia yang tidak percaya cinta juga tentang kenyataan lain yang tidak pernah Aldhan duga. Ada apa sebenarnya?

“Begitulah hidup. Terkadang apa yang kamu inginkan sulit sekali digenggam. Justru yang tak terlalu kamu inginkan mengemis untuk dimiliki.”  (hal 109).

Diceritakan dengan gaya bahasa yang mudah dicerna dan tidak jlimet, membuat buku ini asyik dibaca.  Suka dengan pengambilan tema yang tidak biasa dan keberanian penulis dalam memasukkan unsur judi, yang terasa begitu nyata. Jadi penasaran apa penulisnya juga jago judi, eh xixii. Habis eksekusinya mantap. Jika divisualisaikan pasti memang lebih seru. 

Keunggulan lainnya adalah tentang kepiawaian penulis dalam menyimpan misteri ending hingga akhir. Membuat kita penasaran apa yang sebenarnya telah terjadi? Bernarkan tebakan-tebakan yang kita buat sejak awal membaca kisah ini benar? Nah, jadi secara tidak langsung sejak awal membaca kita juga diajak bermain hati. Hhehh. Karena kita selalu menebak-nebak akhir kisah. Benarkah? Atau salahkah?

Dan yang saya sukai lagi adalah selipan-selipan motivasi keagamaan yang terasa kental dari sosok Jack—sopir pribadi Aldhan yang sudah seperti sahabat  sendiri.

“Cinta adalah kebebasan yang berkomitmen , hasrat yang bertanggung jawab, dan kasih yang tak mengenal pamrih.” (hal 16).

“Membentuk keluarga adalah ibadah dan menyempurnakan iman.” (hal 22).

“Nikahilah gadis salihah agar keturunanmu diajarinya berbagai hal yang baik. Indah” (hal 22).

Kita banyak diajarkan tentang hubungan antara manusia dan Tuhan. Tentang keimanan dan banyak lagi. Semisal tentang kebiasaan Jack yang selalu berusaha mengingatkan  Aldhan untuk selalu menjalankan salat lima waktu.

Hanya saja dari kisah ini ada beberapa bagian yang bagi saya terasa lambat. Lalu tentang keberadaan Love yang manurut saya kurang dieksplore lebih. Karena tokoh ini tiba-tiba hilang. Padahal jika Love dimasukkan lebih dalam cerita pasti akan lebih menarik. Misalnya dia jadi ke Las Vegas dan akhirnya bertemu Reika dan Aldhan, pastinya bakal seru. Kira-kira bagaimana hubungan mereka?

Namun lepas dari kekurangannya, secara keseluruhan novel ini tetap asyik dinikmati. Dari novel ini kita bisa belajar bahwa dendam hanya akan merugikan diri sendiri dan membuat hidup tidak tenang. Lalu kita juga diingatkan dalam mendidik anak yang terpenting itu bukan hanya  pemberian materi yang berlimpah, tapi juga kasih sayang. Temukan juga quote-quote inspiratifnya yang bikin kita ternyuh dan berpikir kembali. 

“Cinta itu bukan tergantung pada pasang atau surutnya hubungan dengan seseorang, tapi perasaan cinta itu ada di hati itu sendiri.” (hal162).


Srobyong, 26 November 2017

Friday 17 November 2017

[Review Buku] Antara Memilih Mempertahankan Pernikahan atau Melepasnya



Judul               : (im) Perfect Serenade; Love In Verona
Penulis             : Irene Dyah
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, September 2017
Tebal               : 244 halaman
ISBN               : 978-602-03-6104-8

“Semua wanita mengharapkan kisah cinta sempurna, pasangan yang tanpa cacat, kehidupan yang happy ever after tanpa perjuangan setitik pun. Mana bisa? Perjalanan hidup kita kan bukan cerita film atau novel. Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan.” (hal 59).

Memiliki keluarga yang  bahagia pasti menjadi harapan setiap orang. Memiliki suami yang tampan, sukses pengertian dan tidak neko-neko. Namun bagaimana jika suatu hari rumah tangga yang  awalnya begitu indah dalam sekejam mata porak poranda?  Hal itulah yang tengah dialami Serenada Sukma.  Biduk rumah tangga tengah digoncang badai. Dia tidak pernah menyangkan Bansar—suami yang sangat dia percaya berani bermain api di belakangnya. 

Selingkuh dan perang rumah tangga, jelas tidak masuk rancangan pernikahan sempurna yang dia cita-citakan. Apalagi perceraian. Membayangkannya saja membuat Seres nyaris pingsan. Tidak mungkin dia rela status “jande cerai” ditatokan di dahinya dan bertahan di situ seumur hidup (hal 47).

Dibuka dengan quote dan prolog yang menarik, kita akan digiring pada kisah Seren dan Bastar yang menggemaskan.

“Setiap perjalanan pasti butuh kata pulang. Dan pulang bagimu saat ini adalah kepadaku. Kepada rumah kita. Kepada yang kita bangun bersama enam tahun terakhir.” (hal 132).

Bagi Seren sejak dia memergoki affair antara Bansar dan Ayang—sekretarisnya,  kehidupan mereka telah berubah. Oleh karena itu project  Wisata Kota Cinta yang awalnya ditolak Seren, karena muak dengan hal-hal yang berbau cinta, kini dia terima.  Setidaknya perjalanan ke Verona akan membuatnya rileks sejenak dari hubungan aneh dan kaku yang dia rasakan sekarang.  Selain itu dia juga beruntung karena bisa sekalian melakukan riset terhadap novel yang tengah digarapnya.

Selama di sana Seren  menjadi sekretaris di Juliet Club—sebuah tempat yang menerima surat cinta atau surat apa saja dari berbagai negeri. Dan tugas Seren dan teman-temannya—Giovanna dan Saima adalah untuk membalas surat-surat tersebut.  Ternyata benar suana baru sedikit banyak telah membuat Seren lupa dengan masalah di rumahnya. Namun ternyata  hal itu tidak bertahan lama. Sejak kehadiran Aris  Zanetti kehidupan Seren berubah (hal 15).

Lebih mengejutkan adalah profesi Aris yang ternyata sama dengan dirinya. Padahal jika dilihat dari sikapnya, Seren tidak menyangka kalau dia adalah penulis. “Seren, tentang janjiku memperkenalkan penulis lokal, ini dia penulis yang kuceritakan. Yang kenbetulan adikku. Maafkan kelakuannya yang seperti anak umur lima tahun. Tapi dia sudah menerbitkan beberapa buku, dan agennya cukup menyukainya. Sebagai penulis dia cukup lumayan.” (hal 24).

Namun karena memiliki profesi yang sama dan Seren memang butuh penulis lokal untuk diwawancarai dan dimasukkan di website-nya, maka mereka pun perlahan dekat. Bahkan jika memungkinkan penulis Indonesia dan Itali biasa berkolaborasi menghasilkan karya yang menarik.
Sayangnya kedekatan itu ternyata mengundang bahaya yang lebih besar yang tidak pernah Seren duga. Terlalu sering menghabiskan waktu dengan Aris menikmati keindahan Verona dan berbagai kejadian tidak terduga, ternyata membuat sesuatu bergejolak di hati Seren.  Bertepatan dengan itu ... Bansar tiba-tiba muncul di Verona (hal 154).

Membaca novel ini kita akan dibuat penasaran dengan kisahnya sampai akhir. Selain mengungkap tentang kemelut rumah tangga antara Bansar dan Seren, ada pula kisah-kisah tidak terduga tentang beberapa surat yang diterima di Juliet Club. Salah satunya adalah surat yang entah mengapa sangat menyentuh Seren. Karena kisah itu membuatnya teringat dengan dirinya sendiri.

“Setiap orang memiliki perjuangan perangnya sendiri-sendiri. Dan kita semua punya pilihan cara untuk memenangi perang itu.” (hal 116-117).

Kita juga akan dibuat penasaran dengan keindahan Verona yang membius. Lalu tidak kalah menarik adalah  tentang dunia kepenulisan yang disisipkan Mbak Irene, perihal kritik saran bagi penulis dan laris tidaknya penjualan buku. Asli argumen Seren itu jleb banget. Dan saya  sangat setuju.

“Begini ... terlepas dari profesi saya sebagai penulis, saya selalu merawa bahwa tulisan, buku, novel, itu semua adalah semacam karya seni. Tidak bisa mutlak dihakimi bagus-jelek atau benar-salah. Yang ada adalah suka atau kurang suka. Jadi ini masalah selera. Tugas kita sebagai penulis adalah menulis sebaik mungkin, tapi ya tentu saja tidak pernah ada jaminan bahwa semua pembaca akan menyukai hasil karya kita. Yang terpenting adalah terus berlatih dan terus berkarya. Best seller atau tidak, secak ulang atau tidak, semua rahasia Ilahi ...,” (hal 35).

Diceritakan dengan gaya bahasa yang renyah dan tidak jlimet, membuat kita tidak bosan membaca. Saya juga suka dengan alur maju mundur, yang membuat kita menebak-nebak akhir kisah ini. Karena ternyata di bagian-bagian akhir Mbak Irene menyiapkan sebuah kejutan yang tidak terduga. Meski ada beberapa bagian yang aku bisa tebak. (Berasa baca apa sih kok tebak-tebakan? Hhehh).  Untuk penokohan, saya pikir sudah maksimal. Mbak Iren konsisten dengan sikap masing-masing tokoh.  Sayangnya masih ada sedikit typo yang terlewat. Sura-surat lain (hal 112).

Suka dengan gaya bercerita Mbak Iren yang gurih. Pendek tapi bisa bikin ketawa ngakak. Mbak Iren punya khas khusus dalam membangun percakapan yang bikin hidup.Salut. Secara keseluruhan novel ini menarik dan memikat. Saya jadi mengenal tentang sejarah Julia Club dan tempat-tempat menarik lainnya. Selain itu banyak hal pesan moral yang bisa kita jadikan renungan.

Bahwa kita harus kuat dan tidak mudah putus ada. Jadikan kesalahan dan masa lalu sebagai jalan memperbaiki diri.

 “Berhenti menghujat diri sendiri, kamu mesti bangkit  mengatasi masalah, dengan rasa percaya diri.” (hal 98).

Jika kita mau berusaha pasti kita bisa meraih apa yang kita inginkan. “Selalu ada cara untuk mengusahakannya. Kalau sudah tidak ada pilihan yang baik tersedia, dia harus membuatnya. Setiap pilihan punya risiko.” (hal 119).

“Al-Quran selalu punya jawaban untuk setiap perkara. Cuma manusia sering kali lupa itu. Mereka memilih mengadu kepada orang lain, yang  belum tentu bisa memecahkan masalah.” (hal 212).

“Jadi benar, ya, memang tidak ada pria yang sempurna. Bisa jomblo sampai akhir zaman kalau mau menunggu datangnya pria yang tanpa kekurangan. Semua pria yang terlihat dari luar sebagai suami idaman pun, sebetulnya menyimpan cacat. Tinggal pintar-pintarnya kita menyikapi kekurangannya atau kekhilafan pasangan, ya. Yoh, kita sendiri bukan wanita sempurna.” (hal 205-206).

Rumah tangga memang tidak bisa berjalan lurus terus. Akan selalu ada kerikil atau jurang dan jaring yang siap menjadi lawan kita. Tinggal kita mampu menghadapi atau memilih menyerah.


Srobyong, 14 November 2017 

Monday 13 November 2017

[Review Buku] Kasus Penuh Intrik yang Dihadapi Sherlock Holmes

Sumber Pixiz 


Judul               : Art in the Blood
Penulis             : Bonnie MacBird
Penertbi           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, September 2016
Tebal               : 280 hlm
ISBN               : 978-602-03-3198-0

Petualangan Sherlock Holmes  selalu memikat dan menakjubkan. Tokoh fiksi karya Sir Arthur Conan Doyle ini menjadi salah satu detective yang sangat disukai pembaca selain  Hercule Poirot dari gubahan Agatha Christie dengan sikap-sikap mereka yang unik dan eksentrik.

Terinsprasi dari Conan Doyle, Bonnie MacBird mencoba mengurai kisah lain berdasarkan cacatan yang pernah dituliskan oleh Dokter John H. Watson ketika berpetualang dengan Sherlcok Holmes.  Meski penulis menyadari mungkin dalam memaparkan kisah ini masih ada kekurangan, penulis berharap para penikmah Conan Doyle tetap bisa menikmati petualangan seru dari  Sherlcok Holmes.

Kisah dibuka dengan kenyataan Sherlock terjebak  pada kokain yang menjadi candunya setelah menyelidiki kasus The Ripper.  Meski Watson sudah berusaha menenangkan dan mencegah tindakan sahabatanya itu, namun usahanya terancam gagal. Sampai sebuah surat misterius datang dari Paris membuat Sherlcok berubah pikiran.

Surat itu ternyata datang dari Emmeline La Victoire, bintang kabaret Perancis. Di mana surat itu memaki tinta yang bisa menghilang, yang mengabarkan tentang sekilas pertemuaanya dengan  Earl Pellingham—salah satu tokoh terkaya di Ingirs.  Yang pada akhirnya membuat mereka memiliki putra—bernama Emil yang kemduain dirawat sang Earl. Hanya saja Emmeline merasa khawatir dan mencurigai anaknya diculik. Karena janji pertemuan yang biasanya dilakukan setiap tahun ditunda. Bahkan Emmeline sempat dijegat orang dan mengancamnya agar menjauh (hal 21-22).

Menanggapi kasus ini Sherlcok langsung bertindak cepat.  Bukannya menunggu Emmeline datang ke London, dia malah mengajak Watson untuk segera pergi ke Perancis untuk menemui kliennya. Sherclock khawatir hilangnya Emil ada kaitannya dengan hilangnya patung  Winged victory yang dicuri dari Marseilles.  Sehingga dia berasumsi mungkin Emmeline dalam bahaya—karena pencurian itu  bisa jadi ada hubungannya dengan Pellingham yang suka menggunakan cara kotor untuk memperoleh apa yang diinginkan—termasuk perihal koleksi karya seni yang dimiliki.

Namun siapa sangka setelah diselidiki lebih dalam, misteri itu lebih rumit dari yang Sherlock bayangkan.   Kejutan pertama Sherlcok dihadapkan dengan kematian Lady Pellingham yang sangat mencurigakan (hal 160-161).   Dan pada detik berikutknya mereka dicengangkan dengan berita yang  berbunyi “Darah Tumpah di Baker Street! Sherlock Holmes dan Kekasih Gelap diduga Tewas!” (hal 183).  Di mana dalam arti yang sebenarnya mungkin Emmeline dan kekasihnya yang tengah menginap di Baker Street, berada dalam bahaya.

Watson pun kembali untuk memastikan keadaan klien mereka. Sedang Sherlock melanjutkan penyelidikan di Perancis. Di sana  dia menemukan kejutan lain bahwa beberapa anak di Lancashire telah dibunuh.  Dan semua kejahatan itu mengarah pada sebuah nama yang  sangat sulit disentuh oleh hukum.   Sherlock   ditantang untuk menyelesaikan kasus ini, meski itu berarti diaa harus bertaruh nyawa untuk memecahkannya.

Sebuah kisah petualangan yang penuh intrik dan mendebarkan. Banyak kejutan yang akan kita temukan selama membaca novel ini.  Penulis sangat pandai mengiring pembaca agar menyelesaikan bacaan dengan mulus.  Keunggulan lain dalam novel ini  adalah gaya bahasa terjemahannya renyah, sehingga membaca novel sangat mengasyikkan.  Dan pastinya ending tidak terduga yang menambah kepuasan dalam membaca.

Hanya saja dalam novel ini masih ditemukan kesahalan tulis di beberapa bagian. Namun lepas dari kekurangannya novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Belum lagi dari novel ini kita bisa mengenal tentang masalah seni dan kita diingatkan bahwa mencuri tetaplah perbuatan buruk yang tidak boleh dilakukan. Jangan menjadi orang tamak, gila harta. Karena itu  hanya akan membuat kita gelap mata mau menghalalkan berbagai cara.  Dan jangan suka berburuk sangka kepada orang lain tanpa adanya bukti yang jelas.


Srobyong, 17 Januari 2017