Sunday 17 June 2018

[Resensi] Ciptakan Hubungan Erat Antarkeluarga

Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 10 Juni 2018 


Judul               : The Awakened Family
Penulis             : Shefali Tsabary, Ph.D
Penerjemah      : Pandam Kuntaswari
Cetakan           : Pertama, Agustus 2017
Tebal               : xiv + 414 halaman
ISBN               : 978-602-03-6122-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Buku “The Awakened Family” karya Dr. Shefali Tsabary—seorang orangtua dan psikolog klinis—akan mengajak kita untuk mengenal  perubahan pola asuh yang mendasar. Di mana fokus buku ini adalah tentang kesadaran orangtua yang mau memahami anak berdasarkan kepribadian yang dimiliki, bukan hanya melihat dari kacamata orangtua sendiri—sebagai pihak yang sering menjadi sosok otoriter atau berkuasa terhadap anak.

Sehingga kita bisa membesarkan anak menjadi pribadi yang terbaik—yakni diri yang sesungguhnya.  Orangtua bisa mengasuh anak tanpa stres, takut atau cemas. Sehingga melalui pola asuh itu bisa menciptakan hubungan erat antar keluarga.

Orangtua harus menyadari bahwa paradigma pola asuh tradisional—saat orangtua dipandang lebih hebat daripada anak, sudah tidak bisa diterapkan di era modern saat ini, karena dapat menghasilkan disfungsi dan ketidakterhubungan dalam keluarga. Di era sekarang orangtua harus bersedia menjadi arsitek yang membangun pola pengasuhan baru, tempat di mana orangtua dan anak memiliki kedudukan yang setara, saling melayani sebagai rekan yang saling menguntungkan dalam jalur pengembangan diri yang dibangun di atas kesadaran yang makin berkembang (hal xiv).

Dalam mengasuh anak kita tidak boleh mengedepankan ego dan memaksakan kehendak kita. Karena ego hanya akan membuat kita berpikir tidak rasional. Sedikit saja anak melakukan protes kita akan menganggap anak tersebut suka membangkang. Padahal seorang anak juga berhak mengeluarkan pendapat.  Hal lain yang tidak boleh kita lakukan saat mengasuh anak adalah sikap mendominasi terhadap anak. Kita terlalu obsesif dengan pencapaian target dan sibuk merancang masa depan ‘bahagia’ bagi anak, sehingga kita selalu sibuk mengatur anak secara berlebihan. Padahal hal itu sangatlah tidak baik bagi perkembangan anak.

“Ketika anak-anak tidak diberi cukup ruang untuk menegaskan pendapatnya, dan justru tenggelam dalam rencana-rencana orangtua, maka anak akan tumbuh dengan rasa cemas dan depresi.” (hal 12).  Yang perlu kita lakukan sebagai orangtua adalah menyediakan konteks yang aman tempat mereka bisa mendapat ruang dan waktu untuk membangkitkan kecenderungan mereka sendiri sebagai jalan mewujudkan ekpresi diri unik mereka.  

Kita juga tidak boleh merubah anak menjadi apa yang kita harapkan.  Misalnya saja, ketika anak tidak mau menjadi dokter seperti orangtuanya, maka kita tidak boleh memaksa. Biarkan anak menjadi diri mereka sendiri. Kita hanya perlu memberi dukungan kepada anak.

Sebagai orangtua kita harus paham benar dengan apa yang dibutuhkan anak. Bahwa yang paling dibutuhkan anak sesungguhnya bukan materi yang berlimpah, namun perhatian.  Rasa diri yang kukuh baru bisa terbentuk jika anak merasa diperhatikan dan didukung secara intrinsik. Oleh karenanya penting bagi kita untuk tidak memandang anak sebagai tiruan atau kloning diri kita sendiri, melaikan sebagai individu yang unik (hal 35). Di mana hasilnya anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Selain itu kita juga harus paham dengan berbagai mitos pola asuh, agar kita tidak salah langkah. Selama ini kita pasti sering berpikir bahwa fokus pengasuhan itu ada pada anak—yang artinya orangtua dengan segala kuasanya akan mengatur apa yang akan dilakukan dan disukai anak. Namun  dalam pengasuhan sadar  fokus pengasuhan yang sebenarnya adalah orangtua.

Di mana orangtualah yang perlu “dibesarkan”—yang artinya perhatian kita adalah pada diri sendiri. Menilik dari masa lalu, kita  dibesarkan orangtua tanpa kesadaran, sehingga emosi dan kejiwaan kita sedikit banyak rusak. Agar tidak mengulang hal yang sama dari masa lalu kita, maka kita harus mulai berbenah diri dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Kemudian mulai mengasuh anak dengan kesadaran diri, mau menerima masukan dan tidak bertindak otoriter.

Mitos lain yang masih sering kita percaya adalah anak sukses adalah anak yang unggul di masa depan. Dan sewajarnya setiap orangtua pasti ingin memiliki anak yang sukses. Oleh sebab itu demi meraih sukses itu, orangtua kerap memaksakan kehendak dengan mengatur berbagai les atau kegiatan agar diikuti anak.  Mereka tidak peduli jika apa yang mereka atur, tidak disukai atau bukan sesuatu yang diminati anak. Padahal sesungguhnya  kesuksesan itu bisa dilihat seberapa bahagianya anak kita, dengan membiarkan mereka menjadi diri sendiri.

Sebuah buku yang sangat membantu bagi orangtua terkait dengan pengasuhan anak. Melalui buku ini kita disadarkan tentang pentingnya keterbukaan, saling menghormati dan menghargai antara anak dan orangtua, sehingga dalam keluarga bisa tercipta keharmonisan.

Srobyong, 18 Maret 2018

1 comment: