Friday 29 September 2017

[Review Buku] Ujian dalam Mempertahankan Iman dan Prinsip

Judul               : Janadriyah; Sebuah Perjalanan
Penulis             : Achi TM & Febrian Rahmatulloh
Penerbit           : Emir, Imprint Penerbit Erlangga
Cetakan           : Pertama, 2017
Tebal               : 504 halaman
ISBN               : 978-602-0935-73-7

Apa  yang harus kita lakukan ketika iman dan prinsip menjadi taruhan dalam pilihan hidup kita? Harusnya kita memilih mempertahankan iman dan prinsip namun berakhir dengan keadaan memprihatikan atau menjual iman dan prinsip untuk memperoleh kemenangan sementara?  “Kalau kamu tidak ikhlas untuk hal kecil, Allah akan memaksamu untuk ikhlas kehilangan hal yang lebih besar.” (hal 482).

Membaca novel ini kita akan dihadapkan pada berbagai kecamuk rasa. Ada sedih, senang, lucu, mengharukan juga menegangkan. Pokoknya ada paket lengkap yang  bisa kita dapat. Belum lagi nilai-nilai kehidupan dan motivasi hidup juga tumpah ruah di sini. Sebuah buku yang menarik dan menginspirasi. Sangat sayang jika dilewatkan.


Yang lebih menarik, buku ini sendiri diambil dari kisah nyata penulis sendiri—Febrian Rahmatulloh—yang mana dalam novel ini penulis menamai dirinya Rahmat, dengan sedikit bumbu-bumbu fiksi agar lebih asyik untuk dibaca.   Secara keseluruhan novel ini menceritakan tentang perjalanan Rahmat dalam berjuang meraih mimpinya. Dimulai dari masa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas hingga masa kuliah. Meski terlahir dari keluarga sederhana, Rahmat tidak pernah takut bermimpi. Karena selalu ada jalan bagi orang yang berusaha. 

Terlihat sederhana memang jika membayangkan cerita ini akan dipaparkan dengan alur maju. Namun di sini bersama Achi TM—penulis yang sudah tidak diragukan lagi dalam karyanya, membuat kisah perjalanan Rahmat lebih menarik dan membuat penasaran.  Di sini kedua penulis tersebut memakai alur maju mudur, membuat cerita menarik. Kita akan disuguhi juplikan-juplikan hidup Rahmat yang penuh intrik namun juga penuh pembelajaran hidup.

Rahmat sangat beruntung memilih Abah yang selalu membimbing Rahmat dengan keras namun penuh kasih sayang. dari Abahnya banyak petuah-petuah yang bisa kita petik pelajaran juga.

Belajar yang rajin, jangan lupa mengaji. Emak nggak bisa ngasih harta dan warisan, cuma bisa ngasih ilmu karena Emak yakin ilmu pengetahuan bisa mengubah masa depan.”  (hal 10) .
“Hakikat belajar itu bukan dari peringkat. Tapi dipraktikkan. Ilmu yang lo punya juga disebarkan, lebih bermanfaat.” (hal 82).

“Masa Remaja, memang penuh dengan gejolak. Abah memahami hal itu, tapi pemuda yang paling baik adalah pemuda yang mampu menahan hawa nafsunya dari perbuatan sia-sia dan maksiat. Hati-hati dengan semua godaan masa muda. Bahagia bukanlah melanggar perintah-Nya. Bahagia adalah bertakwa.” (hal 110).

Selanjutnya, yang  saya suka dari novel ini adalah tokoh-tokoh yang berperan dalam cerita begitu apa adanya. Sebagaimana manusia pada umunya mereka acap kali melakukan kesalahan-kesalahan—terperosok—namun berani bangkit untuk berubah.

Kisah ini sendiri dibukan dengan keadaan Rahmat yang sedang dalam ujung tanduk. Dia pikir kepindahannya ke Janadriyah, Riyadh akan membawa perbuaha besar dalam kehidupannya—dalam artia hidup yang lebih baik untuk keluarganya. Namun ternyata prediksi Rahmat salah. Ketika di sana berbagai cobaan malah mulai menghampirinya. Dia harus dihadapkan pilihan. Haruskah dia menjual iman dan prinspinya untuk meraih kesuksesan atau memilih mundur, yang berarti dia tidak dapat apa-apa?

Bahkan sang istri—Mai—panggilan sayang yang diberikan Rahmat—mulai gelisah. Mai merasa menyesal telah mengikuti keputusan Rahmat. Hal itulah yang akhirnya memancing berdepatan mereka. Hingga akhirnya berefek pada keadaan Mai. Wanita tersebut mengalami kontraksi (hal 4).  Di sinilah kesabaran Rahmat diuji.  Keadaan Mai yang belum ada kejelasan, juga masalah kantor yang memuakkan, hingga usaha pencarianya pada Dessy—yang telah menipunya. Semua membuat pikiran Rahmat kusut.

Setelah kita dihadapkan pada keadaan yang serba menegangkan itu, perlahan-lahan kita akan ditarik pada masa lalu Rahmat yang tidak kalah seru. Tentang bagaimana kenakalan Rahmat, perjuangan Rahmat dalam menyelesaikan sekolah dengan uang pas-pasa, usaha kerasnya dalam berusaha mewujudkan impian orangtua, juga kerja keras Rahmat dan membiayai sekolah adiknya.  Semua dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah dan empuk.

Hiduplah seperti air, halangan apa pun yang menghalangi tujuannya akan dilewati dengan baik. Air mengalir hingga ke lautan. Tapi berjuanglah seperti ikan, ia hidup melawan arus sungi. Jangan seperti batang kayu yang hanyut, tak punya tujuan, hanya ikut ke mana air pergi. Hiduplah seperti gunung. Kokoh berdiri sendiri, mandiri.”  (hal 15). 

Yang tidak boleh terlewatkaan adalah tentang bagimana perjuangan Rahmat hingga akhirnya berhasil menyunting istrinya.  Karena kisahnya benar-benar tidak terduga dan mengejutkan. Benar apa kata pepatah. Jika sudah jodoh, maka tidak akan lari ke mana. Inilah yang bisa saya lihat dari perjalanan Rahmat sampai ke pelaminan.  Tidak kalah menarik adalah ending yang dipilih  dua penulis ini. Karena ini benar-benar mengejutkan.

Namun tentu saja tidak ada gading yang tidak retak. Dalam novel ini masih ada beberapa kesalahan tulis misalnya saja :

·         “Emang lo mau pacaran sampe berapa tahun?, tanya Rahmat penasaran è  “Emang lo mau pacaran sampe berapa tahun?”  tanya Rahmat penasaran. (hal 137).

·         Sudah dua minggu ini Rahmat dan ( ) ikut KKN è () sepertinya kurang. Mungkin maksudnya Ridho. (hal 243).

·         “Kamu itu lugu apa dungu ? è Tanda baca ? harusnya tidak ada spasi. (hal 370).

Lalu ada beberapa bagian yang terasa lambat. Dan saya juga agak kurang sreg dengan beberapa dialek daerah yang tidak ada terjemahannya. Kalau diberi terjemahnya pasti lebih enak. Karena kadang tidak setiap orang bisaa bahasa dialek daerah atau kadang meski ada kata yang sama kadang setiap daerah memiliki berbedaan dalam mengartikan.  Namun begitu, kekurangan yang ada tidak mengurangi isi dari buku ini.

Saya banyak belajar tentang arti ikhlas, sabar  dan tidak mudah menyerah dari novel ini.  “Memancing itu berarti belajar sabar, strategi, dan kebesaran hati. Waktu tidak akan kembali berputar terbalik, Mat. Waktu akan terus maju ke depan, sama seperti memancing kau tidak akan tahu berapa ikan yang akan kau dapat. Begitu juga masa depan, kau tak akan tahu ada apa di depan sana. Kesuksesan atau kegagalan. . Tapi jika tahu strategi memancing yang baik, maka waktu yang akan dihabiskan untuk memancing kemungkinan akan menghasilkan tangkapan banyak. Sebaliknya, jika memancing tanpa ilmu besar kemungminan besar kau tak akan dapat ikan apa pun.” (hal 151).

Srobyong, 29 September 2017





[Review Buku] Pentingnya Menjaga Kelestarian Hutan dan Binatang

Judul               : Kapten Bhukal, The Battle of Alas Tua
Penulis             : Arul Chandrana
Penerbit           : Metamind, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Cetakana         : Pertama, Agustus 2016
Tebal               : xviii + 382 hlm
ISBN               : 978-602-9251-32-6


Membaca novel bergenre fantasi ini,  kita akan diingatkan tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan dan binatang. Bahwa manusia itu tidak boleh egois, menguasai semua alam dan melupakan keberdaan binatang. Bagaimana pun binatang juga berhak hidup dan  berhak mendapat kebebasan dalam mencari pangan, layaknya manusia. 

Menceritakan tentang Bukhal, pendatang baru di Kampung Gunong Bengko, di hutan Bawean. Kehadirannya sempat membuat kampung gempar. Karena dia memiliki bentuk yang berbeda dari para monyet biasa. Bukhal bertubuh hitam pekat dan tidak memiliki ekor. Karena dia memang bukan monyet, tapi simpanse. Dia juga sering berbicara dengan kosakata aneh yang tidak pernah di dengar oleh para binatang (hal 20). 

Meskipun Ketua Mengmang sudah resmi menerima kehadiran  Bukhal, tapi tidak semua warga mau menerima Bhukal layaknya anggota masyarakat lainnya (hal 32). Banyak yang menatap tidak suka padanya. Mereka menganggap Bukhal aneh, mencurigakan dan terlihat berbahaya. Bukhal pun mencari cara agar dirinya bisa diterima oleh semua warga.  Dari Jarok dan Bocol—warga setempat yang langsung mengagumi Bukhal, dia akhirnya tahu bagaimana caranya agar bisa diterima dan dihormati di hutan itu.

“Jika ingin menjadi monyet yang bermartabat di sini, dihargai dan dihormati, didengar kata-katanya, dipertimbangkan usulnya, caranya hanya satu, menerobos ladang manusia, mengambil tanamannya dan kembali dengang selamat ke perkampungan.” (hal 45).

Bukhal pun langsung beraksi. Dia menyusun rencana agar bisa menerobos ladang manusia dan kembali dengan selamat. Dengan kepandaiannya dalam membuat strategi,  Bukhal berhasil melakukan aksinya. Kehebatannya pun langsung tersebar ke seluruh pelosok hutan. Para monyet  yang dulunya membenci dia, berbalik menghormatinya. Dan para binatang di hutan percaya kalau kedatangan Bukhal akan membawa anugerah. Karena Bukhal berhasil mengalahkan manusia yang kerap menindas para binatang, merusak hutan, sehingga sering kali mereka kekurangan makanan dan kehilangan keluarga. Di sinilah mereka bertanya-tanya, “Sebenarnya binatang dan manusia adalah dua jenis yang saling membutuhkan atau untuk saling menguasai?” (hal 121).

Bukhal  pun kemudian didaulat sebagai kapten yang memimpin para binatang untuk menyerang manusia. Mereka sudah tidak tahan lagi dengan sikap manusia. Mereka selalu bertindak semena-mena. Para manusia datang dengan senjata menebangi pohon, membuat para binatang tidak memiliki tempat tinggal. Tidak hanya itu manusia juga memburu para babi—membunuh, mengusir para babi ke hutan  kering dan mengambil tanah subur mereka untuk diolah sebagai perkebunan dan ladang. Para manusia juga memburu para rusa untuk diambil tanduknya.

Di sisi lain, para  petani yang menjadi korban perusakan yang dilakukan Bukhal bersama teman-temannya, sangat marah. Mereka tidak terima dengan apa yang dilakukan para binatang tersebut. Mereka juga melakukan rapat untuk menindaklanjuti kejadian itu. Mereka berencana untuk memburu dan membunuh para binatang.  Perang pun tidak bisa dihindari. Namun lebih dari itu ternyata Bukhal sendiri menyimpan  sebuah rahasia yang tidak pernh terduga dan membuat para binatang kaget dan tidak percaya. 

Novel  dengan gaya bahasa yang renyah ini,  menghadirkan sisi lain tentang kehidupan binatang yang kerap kali menjadi korban akan  keserahakahan manusia. Jadi tidak salah jika suatu saat para hewan akan marah dan menuntut hak mereka untuk memperoleh kebebasan. Sebagaimana yang pernah terjadi, ada konflik binatang dan manusia karena masalah pangan di Riau. Bahwa apa yang dilakukan para binatang adalah sebagai akibat dari apa yang dilakukan manusia (hal 241).  

Jadi perlu kita ingat bahwa seyogyanya sebagai manusia, kita harus menjaga kelestarian hutan dan binatang.  Tidak boleh bertindak semena-mena demi memuaskan keegoisan diri.



Srobyong, 26 Februari 2017 

Wednesday 27 September 2017

[Cerpen] Pundak Lawean

Dimuat di Radar Lampung, Minggu 24 September 2017


*Kazuhana El Ratna Mida

Desa Serayu geger. Ini sudah ketiga kalinya. Selalu saja seperti itu, setiap kali dia menikah. Setiap itu pula laki-laki yang dia nikahi, dalam waktu dekat akan meninggal. Kejadian itu tentu saja semakin menguatkan pendapat masyarakat, kalau Marni memang pembawa sial. Dia si pundak lawean, yang mestinya harus dijauhi oleh para lelaki.  Oleh karena itu, ketika ada laki-laki lagi yang ingin melamar Marni, banyak warga yang tidak terima. Apalagi orang itu adalah salah satu pemuka agama.

Benar kata pepatah,  menilai keburukan orang lain itu lebih mudah daripada menilai keburukan diri sendiri. Usia Marni 10 tahun ketika menyadari, banyak orang dewasa yang selalu menatap aneh padanya. Mereka terlihat takut dan anti pati.  Kala itu Marni  tidak tahu pasti alasan yang membuat mereka seperti itu.  Sampai akhirnya Marni tanpa sengaja mengetahaui tentang   makna simbol hitam, berbentuk bundar melekat pada bahu kiriknya. Konon katanya setiap wanita yang memiliki tanda itu disebut sebagai pundak lawean dan akan membawa petaka.

~*~


[Resensi] Romantika Kehidupan di Pesantren

Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 24 September 2017 


Judul               : Habibie Ya Nour El Ain
Penulis             :  Maya Lestari GF
Penerbit           : Dar Mizan
Cetakan           : Pertama, Desember 2016
Tebal               : 240 hlm
ISBN               : 978-602-420-298-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

“Hidup adalah refleksi diri kita. Apa yang kamu keluarkan untuk dunia, itulah yang akan dipantulkan balik kepadamu. Kamulah yang memilih, akankah memberi kebaikan atau keburukan.” (hal 16).

Membaca novel ini kita akan diajak mengenal lebih dalam dengan romantika kehidupan dunia pesantren. Bagaimana cara pergaulan yang baik antara laki-laki dan perempuan. Bagaimana menyikapi perasaan suka jika tengah jatuh cinta. Balasan apa yang kita dapat dari perbuatan kita. Metode pendidikan yang digunakan. Tentang peraturan pondok pesantren. Dan masih banyak lagi.

Maya Lestari—penulis produktif yang berasal dari Padang—Sumatra Barat ini sangat lihai dalam mengolah konflik, membuat pembaca seolah ikut masuk dalam cerita. Sebagaimana yang dipaparkan M Irfan Hidayatullah—penulis dan Dosen Fakultas Sastra  Universitas Padjajaran, “Tidak mudah menulis novel yang seimbang antara bentuk dan bobotnya. Bentuk ringan dan populer, tetapi bobot filosofis dan pesannya dalam. Novel semacam ini hanya bisa ditulis oleh seorang penulis dengan jam terbang tinggi seperti Maya Lesatri GF.”

Novel ini sendiri berkisah tentang Barra Sadewa yang mengaku tidak percaya dengan Tuhan dan mendapat label anak nakal di sekolah, yang kemudian membuat dirinya terjebak pada romantika kehidupan di pesantren. Dia dipaksa kepala sekolahnya untuk mondok selama dua minggu di Pesantren Nurul Ilmi, untuk merenungkan segak perbuatan yang selama ini telah dilakukan. Di mana dalam bayangan Barra, pesantren adalah penjara (hal 44).  Karena di pesantren dia tidak bisa bebas melakukan apa saja. Ketika dia datang, dia diharuskan memotong rambut, lalu  harus tidur sesuai jadwal—tidak boleh bergadang, harus bangun pagi untuk shalat berjamaaah.

Lalu tanpa sengaja Barra bertemu dengan Nilam, putri pemilik pesantren—Buya yang sejak kecil dididik dengan etika pergaulan yang ketat-khususnya dalam berhubungan antara laki-laki dan perempuan—di gerbang pesantren di bawah pohon mahoni.  Siapa sangka pertemuan singkat itu menyisakan sejumput rasa yang mendalam di hati Barra.  Tidak terkecuali bagi Nilam sendiri. Cinta kedunya tumbuh tidak bisa dicegah.

“Kita mungkin bisa memilih dengan siapa kita akan menikah, tapi kita tidak bisa memilih dengan siapa jatuh cinta. keduanya ada di wilayah yang berbeda. Cinta itu tidak rasional, sementara pernikahan serasional perhitungan.” (hal 183).

Tapi Nilam sadar dia tidak boleh terbujuk perasaan itu. Di sini keteguhan hati Nilam dipertaruhkan. Sedang bagi Barra, keberadaan Nilam kemudian sedikit banyak membuatnya mencoba bertahan. Selain karena Nilam, keberadaan ayah Nilam—Buya, semakin membuat Barra merasa betah dan merasa dihargai sebagai manusia. Tidak seperti kebanyakan orang yang suka memarahi, memaksa atau bahkan menghinanya karena statusnya,  Buya selalu mempelakukan Barra dengan baik. “Ayahmu serupa Al Hikam, Nilam. Lembut di perkataan, menyentuh di perbuatan.” (hal 111).  Juga para guru dan santri yang selalu memperlakukannya layaknya keluarga.  

Di sinilah titik balik kehidupan Barra. Dia mulai menata kehidupannya agar lebih baik. Hanya saja untuk masalah hati ... entah kenapa masih terpaut dengan Nilam.  Dan ketika dia hendak merengkuh hati Nilam, ternyata gadis itu telah melakukan ta’aruf dengan seseorang yang telah dipilihkan keluarga.  (hal 188).

Novel ini dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah dan memikat. Sejak awal penulis sudah membuat penasaran dengan akhir kisah cerita ini.  Pemelihan alur dan sudut pandangnya menambah keunggulan novel ini. Mengambil latar Padang semakin membuat novel ini terasa lokalitasnya.

Di sisi lain,  yang membuat novel ini semakin lengkap adalah banyaknya petuah bijak yang bisa dipetik pembelajaran. Tokoh Buya sungguh sangat inspiratif. Mengajarkan bahwa dalam berdakwah diperlukan metode lemah lembut penuh kasih sayang. Karena memang kita tidak bisa memaksa seseorang hidup sebagaimana cara kita hidup.

“Kadang orang tak memerlukan banyak nasihat. Mereka Cuma butuh melihat, bahwa mereka diterima dan disayangi. Kasih sayang adalah nasihat yang paling baik.” (hal 155).

Di sini kita juga diajak untuk menjaga hati sesuai dengan syariat, menjauhi prasangka buruk dan melakukan kebaikan-kebaikan yang insyah Allah bisa dipetik di kemudian hari. Hanya saja masih ditemukan beberapa kesalahan tulis dan bagian yang masih kurang terasa logis. Tapi lepas dari kekuarangnnya novel ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Memikat dan bermanfaat.

Srobyong, 25 Februari 2017


Tuesday 26 September 2017

[Resensi] Jalan Bermusik Irish

Dimuat di Tribun Jateng, Minggu 24 September 2017 


Judul               : Irish
Penulis             : Kamal Agusta
Penerbit           : de Teens
Cetakan           : Pertama, Mei 2017
Tebal               : 220 halaman
ISBN               : 978-602-391-405-0
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Naskah ini merupakan naskah asli, sebelum ada pemotongan dari redaksi. :) 

Mengambil tema dunia remaja, novel ini berkisah tentang sekelompok anak yang ditantang untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana mereka berjuang mempertahankan klub musik yang mereka cintai, juga bagaimana mereka harus berdamai dengan masalah pribadi. Karena disadari atau tidak, masa remaja  adalah masa transisi. Di mana pada masa ini,  anak-anak sedang berusaha mencari jati diri.  Mereka tidak ingin dikekang atau diatur. Mereka hanya ingin diakui, bukan digurui.

Ada Irish yang  tengah sedih, ketika tahu klub musik  sekolah terancam dibubarkan, kalau dia dan teman-temannya—Fairus, Agung, Bayu, Nurdin dan Mia—tidak bisa menunjukkan prestasi.  Langkah pertama yang dilakukan Irish untuk mencegah pembubaran klub adalah meminta pendapat Bu Dewi, sebagai guru pembimbing.  Namun betapa kagetnya Irish, ketika Bu Dewi meminta dia untuk mengajak Alvaro untuk bergabung, agar bisa membantu untuk menyelamatkan klub itu.

Di sinilah tantangn Irish, apakah dia mau dan mampu melakukannya? Karena seluruh sekolah tahu, Alvaro adalah ada baru yang terkenal sombong dan  troublemaker. Namun di sisi lain, Irish juga tahu jika dia tidak mengajak Alvaro, masalah klub tidak akan selesai, bahkan bisa berakhir menyedihkan. Dan Irish tidak mau itu terjadi, dia harus menunjukkan pada sekolah bahwa dia dan teman-temannya mampu berprestasi lewat musik.

Beda lagi dengan Alvaro, sejak kepergian ibunya, dia memilih menutup diri. Dia melupakan semua mimpi yang pernah dia angankan, dan memilih terpuruk.  Tidak hanya itu, Alvaro juga menyalahkan ayahnya atas kematian sang ibu. Hingga akhirnya dia memilih tidak mau bersosialisasi. Hal itu yang pada akhirnya membuat Alvaro tidak mengindahkan ajakan Irish.  Padahal dulu musik adalah hidupnya. Tapi kegigihan Irish, akhirnya meruntuhkan tembok tinggi yang dia bangun.

 “Kehilangan memang selalu menyakitkan. Sangat menyakitkan lagi jika itu orang yang paling terdekat dan kita sayangi. Tapi, kita nggak boleh larut dalam kesedihan. Kehidupan masih terus berlanjut. Kita harus menerima kehilangan itu.” (hal 160-161).

Namun masalah tidak selesai sampai di sana. Karena setelah Alvaro bergabung, masalah lain juga timbul. Agung dan Bayu ternyata tidak menyukai Alvaro. Mereka menganggap Alvaro terlalu mengatur dan tidak memiliki empati. “Aku nggak sanggup main sama orang seperti dia. Mending aku keluar.” (hal 124 -125). Padahal Agung dan Bayu adalah gitaris handal dalam grup mereka.  Dan klub mereka tidak mungkin bisa berjalan lancar tanpa adanya Agung dan Bayu.

Lalu ada juga cinta segi tiga yang runyam. Di mana Irish harus memilih antara Alvaro atau sahabatnya—Naufal yang tiba-tiba mengungkapkan cinta. Selain itu, yang lebih menegangkan adalah kompetisi band yang mereka ikuti, terancam gagal.  Berbagai masalah dunia remaja tumpah ruah di sana. Dan mereka—para tokoh, berjuang untuk  mengatasi dan menghadapi dengan cara mereka.

Sebuah buku yang menarik. Meski masih ada beberapa kekurangan yang saya rasakan ketiaka membaca. Namun kekurangan tersebut tidak mengurangi kenikmatan dalam membacaa. Di sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa hidup memang selalu akan ada masalah. Tinggal bagaimana kita menyikapi. Selain itu kita juga dapat pelajaran, bahwa tidak ada yang tidak mungkin, jika kita mau berusaha dan berdoa.

Srobyong, 15 Juli 2017 

Wednesday 20 September 2017

[Resensi] Berguru dari Kisah Bulu Tengon

Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu  17 September 2017 


Judul               : Kisah Bulu Tengon
Penulis             : Dian K
Ilustrator         : R. Herningtyas
Penerbit           : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan           : Pertama, Mei 2017
Tebal               : 32 halaman
ISBN               :978-602-394-691-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatu Ulama Jepara.

Indonesia kerap kali disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi—yang mana menggambarkan sebagai negara yang memiliki kekayaan alam. Namun ternyata selain kaya akan alam, Indonesia juga negara yang kaya akan adat dan budaya. Mengingat di Indonesia memang terdiri dari berbagai suku yang berbeda dari Sabang sampai Merauke. Namun begitu, sebagaimana semboyan kita, Bhinneka Tunggal Ika—meskipun berbeda-beda tetap kita satu jua.

Inilah keunikan Indonesia. Dan sebagai warga yang  baik, sepantasnya kita menghargai berbagai kekayaan yang ada di tanah air ini. Salah satunya dengan mengenal cerita- rakyat di Indonesia. Karena sadar atau tidak sadar, dari kisah-kisah rakyaat di Indonesia, kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kisah tersebut.  Salah satunya adalah “Kisah Bulu Tengon” sebuah kisah rakyat yang berasal dari Kalimantan Utara. Kisah ini patut dijadikan guru dalam berperilaku.

Mengisahkan tentang Ku Anyi yang hidup bahagaia dengan istrinya. Ku Anyi merupakan kepala suku Dayak yang sangat disayangi dan dihormati oleh penduduk. Mengingat Ku Anyi ini memang sangat ramah dan tidak segan membantu. Ku Anyi kerap membagikan hasil buruanya kepada penduduk (hal 4). Hanya satu hal yang kerap membuat Ku Anyi dan istrinya sedih.  Mereka belum juga dianugerai anak oleh Yang Maha Kuasa. Namun begitu, mereka tetap bersabar dan berdoa kepada Allah. “Sabar. Dan teruslah berdoa. Suatu saat Tuhan akan mengabulkan doa kita.” (hal 7). 

Selain bersabar dan berdoa, mereka juga terus berbuat kebaikan. Mereka percaya Kebaikan akan berbuah kebaikan (hal 8).  Hingga pada suatu hari, Ku Anyi bekerja seperti biasa, dia pergi berburu ditemani anjing setianya.  Anehnya, anjing itu tiba-tiba menyalak. Pada awalnya Ku Anyi menduga kalau anjingnya melihat rusa atau kelinci. Tapi ternyata dia salah. Saat itu mereka berada di antara  bambu betung. Dan entah kenapa ada bisikan-bisikan aneh yang membuat Ku Anyi mendekatinya.

Di sana dia menemukan sebuah telur besar, yang akhirnya dia bawa pulang. Mungkin terlur itu bisa dimasak dan dijadikan lauknya.  Selain membawa telur, Ku Anyi juga membawa bambu betung yang juga bisa dijadikan sayur. Sayangnya, ketika Ku Anyi meminta istrinya untuk memask telur dan sayur itu, sang istri menolak, karena mereka sudah memiliki lauk yang lebih cukup. Akhirnya Ku Anyi pun setuju dan berencana memasak telur itu untuk esok hari. Hanya saja ketika pagi tiba, mereka dikejutkan dengan keberadaan dua bayi yang sangat menggemaskan.  Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya?

Sebuah kisah yang menarik dan dipaparkan dengan asyik juga. Dilengkapi ilustrasi yang cantik, semakin membuat kisah ini enak untuk dibaca. Membaca kisah ini kita bisa belajar bahwa orang yang suka berbuat kebaikan akan mendapat balasan kebaikan juga.  Dan kita juga belajar, bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan.  Selain itu dalam buku ini kita juga bisa belajar tentang sejarah tentang cikal bakal Kesultanan Bulungan.

Menarik bukan? Rasanya sayang jika tidak mengoleksinya. Membaca buku ini selain mendapat pelajaran moral, kita juga belajar sejarah mengenai keunikan-keunikan kisah rakyat di setiap daerah.  Tidak ketinggalan, mengingat buku ini bilingual book, maka kita juga bisa belajar bahasa Inggris lewat buku ini.

Srobyong, 10 Agustus 2017

Saturday 16 September 2017

[Resensi] Mengenal Berbagai Penyakit yang Kerap Menyerang Lansia

Dimuat di Kabar Madura, Jumat 8 September 2017


Judul               : Tetap Sehat Saat Lansia
Penulis             :  Erlita Pratiwi & dr. Yekti Mumpuni
Penerbit           : Rapha Publishing, Imprint of Penerbit Andi
Cetakan           : Pertama, 2017
Tebal               : x + 170 halaman
ISBN               : 978-979-29-6046-4
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatu Ulama, Jepara.

Buku ini memaparkan  berbagai uraian penyakit yang kerap menyerang pada kaum lanjut usia atau lansia, disertai gejala, juga bagaiman cara pencegahan dan penanganannya. Perlu diketahui, tubuh orang lanjut usia rentan mengalami serangan berbagai penyakit karena daya tahan tubuh mulai menurun.  Di antara  gangguan penyakit yang menyerang adalah gagal jantung, gagal ginjal kronis, katarak, dan hepatitis.

Gagal jantung adalah keadaan di mana jumlah darah yang dipompa oleh jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan zat-zat makanan. Menurut penelitian, jumlah penderita gagal jantung menanjak tajam pada usia 75–84 tahun.  Alasan yang membuat lansia rentan mengalami gagal jantung adalah, dinding pembuluh darah kaku, terjadi kekakuan pada jantung sehingga daya kerja jantung berkurang akibat banyaknya sel mati, serta adanya perubahan metabolisme sel pada usia lanjut (hal 3–4 ).

Faktor yang memicu terjadinya penyakit ini adalah, kelebihan natrium, tidak patuh minum obat dan mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan tertentu.  Gejala yang terjadi yaitu; merasa lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik, terjadi pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut dan mengalami sesak napas yang hebat.  Cara pencegahan gagal jantung dengan  melaksanakan pola hidup sehat, berolahraga secara teratur, dan makan dengan gizi seimbang (hal 6).

Gagal ginjal dapat diartikan sebagai hilangnya fungsi ginjal yang mungkin terjadi secara cepat atau bisa juga terjadi secara perlahan.  Gagal ginjal akan menyebabkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terganggu. Tanda-tanda penyakit ini adalah gatal-gatal secara terus menerus di bagian tubuh,  terjadi penumpukan kotoran di dalam tubuh, nafsu makan turun, terjadi pembengkakan pada beberapa area tubuh—kaki dan betis. Selain itu menurunnya hemoglobin dan tekanan darah meningkat (hal 77).

Cara mengobati gagal ginjal kronis yaitu melakukan cuci darah atau hemodialisis—yaitu tindakan membuang racun sisa metabolisme dari dalam tubuh karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik.  Bisa juga dengan transplantasi ginjal—biasanya ini terjadi jika ginjal sudah benar-benar tidak bisa berfungsi lagi.  Yang harus diperhatikan bagi para penderita gagal ginjal kronis itu harus memperhatikan asupan cairan minimal 0,6 liter per hari, jika tidak hal ini bisa menimbulkan keram pada kaki dan penurunan tekanan darah.

Katarak  adalah kerusakan mata di mana lensa mata menjadi keruh sehingga cahaya tidak dapat menembusnya. Pada usia lanjut, katarak diawali dengan terjadinya keburaman pada lensa, kemudian pembengkakan dan pada akhirnya kehilangan transparasi seluruhnya.  Gejala katarak adalah pandangan mulai menjadi kabur dan buram—seperti ada bayangan awan atau asap, sulit melihat pada malam hari, sensitif terhadap cahaya, terdapat lingkaran cahaya pada mata saat memandang sinar, membutuhkan cahaya terang untuk membaca dan saat melihat sebuah obyek, warna obyek akan memudar atau menguning (hal 99).

Cara mencegah katarak dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut; menghindari makanan cepat saji atau makanan yang mengandung lemah jenuh, membiasakan minum teh hijau setiap pagi, minum segelas jus wortel setelah makan siang dan mengkonsumsi sayuran terutama bayam dan rumput laut.
Hepatitis merupakan penyakit peradangan hati. Penyebabnya antara lain infeksi virus dan karena mengonsumsi obat-obatan tertentu. Gejala yang sering terjadi ketika mengidap hepatitis adalah merasa tidak enak badan—mirip dengan meriang, mudah lelah, hilang nafsu makan, mual dan muntah, sakit kepala, sara sakit di perut bagian bawah, bagian mata yang berwarna putih berubah menjadi kuning dan urin berwarna gelap (hal 135).

Cara pencegagannya adalah menghindari minuman beralkohol, menghindari obat-obat yang dapat merusak hati, menjalankan diet sehat dan seimbang, olahraga teratur dan cukup istirahat. Buku ini mengingatkan kita untuk selalu menjaga kesehatan tubuh agar tetap sehat meski sudah mencapai masa lanjut usia. Sebuah buku yang patut  dibaca untuk semua kalangan, agar lebih peduli kepada kesehatan.

Srobyong, 26 Juni 2017