Saturday 30 June 2018

[Resensi] Meneladani Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin

Dimuat di Analisa Medan, Jumat 29 Juni 2018 


Judul               : Khulafaur Rasyidin
Penulis             : Yoli Hemdi, Gita Mutia, Umi Sholehah
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, November 2017
Tebal               : X + 240 halaman
ISBN               : 978-602-03-7821-3
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.”  Artinya setiap seorang muslim adalah pemimpin. Akan tetapi tidak semua orang bisa menjadi pemimpin sejati.  Untuk itulah kita perlu keteladanan  dari para pemimpin terpilih. Di antaranya adalah empat sahabat Nabi Muhammad yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai Khulafaur Rasyidin atau para pemimpin cerdas yang mendapatkan bimbingan dari Tuhan. Merekalah generasi emas dari sahabat Nabi (hal v).

Abu Bakar adalah khalifah yang mengokohkan pondasi negara. Sebagaimana kita ketahui, Abu Bakar termasuk orang yang pertama masuk Islam. Ketika tidak ada yang mempercayai risalah Nabi, Abu Bakar dengan penuh keyakinan berada di barisan Nabi. Dia juga orang pertama yang membenarkan peristiwa Israk Mikraj. Oleh sebab itu Abu Bakar kemudian mendapat gelar ash-Shidiq yang artinya benar atau orang yang membenarkan. Dia juga rela berkoban nyawa dan menginfakkan harta bendanya untuk dakwah Islam.

Setelah Nabi Muhammad Saw meninggal dunia orang-orang menjadi bingung siapa yang akan menjadi penggantinya sebagai pemimpin. Kebingungan yang terjadi ini hampir memecah belah umat Islam. Kaum Anshar yang merasa telah banyak membantu perjuangan Islam, merasa lebih pantas dipilih sebagai pemimpin. Ada pula yang berpendapat bahwa kaum Muhajirin, lebih berhak menggantikan Nabi, karena mereka merupakan orang yang pertama kali menerima Islam. Beruntung ada Abu Bakar yang mencoba melerai perdebatan itu. Dia mengingatkan supaya orang-orang lebih mementingkan keimanan kepada Allah dan jangan memperebutkan kekuasaan.

Abu Bakar berpendapat, lebih baik antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin saling bekerja sama dalam pemerintahan karena sama-sama orang muslim (hal 17). Melihat sikap arif Abu Bakar, akhirnya masyarakat memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama.  Dalam masa kepemimpinannya Abu Bakar berusaha meneruskan apa yang sudah dimulai Rasulullah. Misalnya adalah mengirim Usamah, yang berhasil memukul mundur pasukan Romawi dan membebaskan wilayah-wilayah yang dikuasai.

Abu Bakar juga berperan banyak dalam menumpas nabi-nabi palsu, dia juga harus menghadapi orang-orang murtad dan pembangkang zakat.  Abu Bakar juga berjasa membebaskan Irak dari Persia dan melepaskan Syam dari Romawi. Tidak ketinggalan dia juga menyelamatkan mushaf Al-Quran dari kemusnahan. Dan sebagai bukti kekuatan ekonomi, dia mendirikan Baitul Mal sebagai lembaga keuangan negara.

Umar bin Khattab dialah khalifah yang menaklukkan dunia. Dia memimpin dengan penuh cinta kasih. Umar berhasil  menaklukkan dua kerajaan adidaya dunia —Romawi dan Persia. Dia berhasil menyelamatkan rakyat dari bencana kelaparan dan wabah penyakit menular dan mematikan. Umar memiliki kecerdasan luar biasa dalam tata kelola negara. Sehingga dia mampu mengurus negara yang kian luas terbentang dengan berbagai etnis maupun suku serta banyak masalah berat yang menyertai (hal 125).

Umar berjasa dalam membuat kalender Islam, yang memberi kemudahan dalam surat menyurat dalam pemerintahan, Umar juga mendirikan lembaga-lembaga administrasi negara di berbagai wilayah kekhalifahan, dengan pengantar bahasa sesuai dengan bahasa rakyat setempat. Serta membuat kantor pajak, sebagai pemasukan negara.

Usman bin Affan dengan sikap welas asih, berhasil menjadi pemimpin yang dicintai rakyat. Dialah khalifah yang cinta damai. Sebagai kepala negara, dia tidak segan mendermakan harta bendanya untuk kepentingan rakyat. Dia berjasa di bidang kemiliteran, mendirikan angkatan laut Islam. Dia juga berjasa dalam menyeragamkan dalam membaca Al-Quran dan memperbaiki masjid Nabawi.

Ali bin Abi Thalib adalah  khalifah yang menjaga persatuan. Pada masa kepemimpinannya banyak pemberontak yang tidak suka dengan kepempimpinan Ali. Selain itu banyak fitnah yang menyerangkan. Namun begitu, Ali tetap  tegar. Dia tetap memimpin dengan kebijaksanaan yang luar biasa. Ali juga berani melakukan refomasi biokrasi, di mana dia mementingkan pemilihan pejabat yang berdasarkan kecapakan dan kesediaan dan berkorban dalam mengurus rakyat (hal 200).

Buku ini sangat mencerahkan dan menambah wawasan dalam sejarah Islam. Kita diajak mengenal lebih dalam bagaimana kepemimpinan Khulafaur Rasyidin. Semoga dengan adanya buku ini kita bisa meneladani kepemimpinan empat sahabat nabi yang sangat inspiratif  ini.

Srobyong, 3 Juni 2018

Sunday 24 June 2018

[Resensi] Cara Menyikapi Sebuah Masalah

Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu 24 Juni 2018



Judul               : Carisa dan Kiana
Penulis             : Nisa Rahmah
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, April 2017
Tebal               : 208 halaman
ISBN               : 978-602-03-3957-3
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Masalah akan selalu ada dalam hidup ini. Karena itu adalah bumbu kehidupan. Tinggal bagaimana kita menyikapi.  “Setiap orang punya masalah. Cara menyelesaikan masalah adalah dengan menghadapinya, bukan dengan menghindarinya lalu memutuskan untuk mengakhiri nyawa.” (hal 135).

Diambil dari Gramedia Writing Project, novel perdana Nisa Rahmah ini menarik dan sangat menghibur. Penulis dengan lues membuat pembaca penasaran dengan kisahnya, hingga sukses menggiring pembaca untuk menamatkan buku ini.  Menceritakan tentang dua tokoh—Carisa dan Kiana yang ternyata memiliki hubungan lebih dari yang mereka duga. Sebuah kenyataan yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya, membuat mereka marah, takut dan bahkan tidak terima.

Carisa adalah gadis yang pintar berorganisasi, yang diam-diam memiliki bakat bermusik serta memiliki kisah kelam tentang keluarga yang selama ini dia simpan sendiri. Dia memiliki sahabat bernama Rama. Kiana adalah siswa yang jago sains, yang bersahabat dengan Stella—si cewek pupuler,  dan sangat menyayangi papanya.

Kehidupan mereka awalnya berjalan seperti biasa—lancar  dan tenteram.  Sampai sebuah kejadian merubah kisah hidup mereka.  Kala itu di SMA Pelita Bangsa sedang ada perebutan jabatan ketua OSIS antara Rico dan Rama. Carisa adalah tim sukses Rama. Dia berusaha kerasa agar sahabatnya itu berhasil jadi ketua OSIS. Namun siapa sangka, Stella—yang merupakan pacar dan tim sukses Rico melakukan tindakan yang membuat Carisa marah besar—dia menyebarkan gosip tentang kedekatan antara Carisa dan Rama (hal 30).

Carisa yang memang memiliki sikap sedikit temperamen, langsung mencari Stella. Sayangnya di sana dia tak menemukan gadis tersebut. Kemarahan Carisa tanpa sadar dialihkan pada Kiana, sahabat Stella, yang berakhir panggilan dari BK—baik itu untuk Carisa, Kiana dan orangtua mereka.

Di sinilah sebuah rahasia lama terkuak. Tentang siapa jati diri Carisa dan hubungan apa yang dimilikinya dengan ayah Kiana. Siapa sangka mereka adalah saudara satu ayah. Itulah kenyataan yang cukup mengejutkan bagi Carisa dan Kiana. Dan mereka belum belum bisa menerima kenyataan itu.

Apalagi bagi Carisa semua begitu tiba-tiba. Sejak kecil dia sudah merasa, kalau dirinya adalah anak yang tidak diinginkan. Ibunya lebih serius dengan karirnya daripada memerhatikannya. Dia hampir jadi korban seksual dari ayah tirinya. Dan kini tiba-tiba muncul orang yang mengaku ayahnya?
Dan bagi Kiana, kenyataan ayahnya pernah melakukan setitik noda di masa lalu, cukup membuatnya syok. Dia tidak menyangka orang yang sangat dia sayangi dan hormati, tega melakukan hal seperti itu.

Masalah lainnya adalah keduanya ternyata menyukai cowok yang sama—Rama. Inilah salah satu alasan yang semakin membuat Carisa dan Kiana belum bisa berdamai dengan keadaan. Carisa lalu menyalurkan kekesalannya lewat musik.  Bersama Rico mereka membuat proyek bersama. Sedang Kiana  lebih banyak menghabiskan waktu dengan Rama.

“Orang yang berpikir bunuh diri itu sama aja dengan pengecut. Menganggap kehidupan setelah kematian seolah nggak ada. Menganggap dengan lari dari masalah yang ada di dunia lantas segala sesuatunya jadi selesai.” (hal 134).

Khas gaya remaja, novel ini membuat saya ikut merasakan apa yang dialami Carisa. Tentang beratnya berbagai masalah yang harus dihadapi olehnya yang masih berseragam abu-abu, juga berbagai ketakutan dan kebingungan yang selama ini menghantui hidupnya.  Hebatnya Carisa ini tipe yang kuat dan tahan banting, meski dia sempat down juga.

Secara keseluruhan, novel ini rekomendasi untuk dibaca. Meski dari segi penokohan, saya merasa penulis lebih banyak mengeksplore tentang Carisa dibanding Kiana, jadi berasa kurang imbang, mengingat novel ini mengkisahkan keduanya. Namun lepas dari beberapa kekurangan yang ada, hal itu tidak menutupi keseruan novel ini.

Membaca novel ini, saya belajar tentang arti pentingnya seorang keluarga. Selain itu dalam menghadapi berbagai masalah, kita tidak boleh mudah menyerah pada keadaan. Hadapi dan cari solusi, jika gagal, maka bisa diperbaiki lagi. Karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

“Tidak ada yang namanya gagal kalau mereka terus belajar dan memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan.” (hal 185).


Srobyong, 11 Maret 2018

Wednesday 20 June 2018

[CERNAK] Baju Lebaran buat Putri

Dimuat di Lampung Post, Minggu 10 Juni 2018


*Ratnani Latifah

        Malam hari setelah pulang dari tarawih, Sari mendekati ibunya yang sedang asyik membaca buku, di ruang keluarga.

            “Bu, belikan baju baru, lagi, ya,” rengek Sari.

            “Lagi ...?” ibunya meletakkan buku dan menatap Sari.

            “Iya, kan kemarin baru dibelikan satu. Teman-teman Sari punya baju baru banyak,” cerita Sari.
            “Ratih punya tiga baju baru, Sisil juga punya tiga. Luna punya dua. Masak ... Sari hanya punya satu, kan malu, Bu.” Sari menjelaskan panjang lebar.

            “Belikan, ya, Bu. Ya ... ya,” Sari terus memohon.

            “Kalau punya beberapa baju baru, kan bisa buat gonta-ganti, Bu.”

            “Coba ibu bayangkan ... masak, Sari harus memaki baju satu itu terus menerus. Ke rumah Nenek dan Bude pakai baju itu. Besoknya ke rumah Eyang masih baju itu.” Sari menggeleng-gelengkan kepala.

            “Sari nggak mau, ah. Malu.” Ucapnya lagi.

            “Kan, kamu masih ada baju lama, Sayang. Bisa dibuat gantian.” Ibunya menjelaskan.

            “Misalnya hari pertama kamu pakai baju baru, untuk ke rumah nenek dan Bude. Esok harinya bisa memakai baju lebaran kemarin.”

            “Tapi itu baju lama, Bu. Masak lebaran tidak memakai baju baru.” Sari masih ngotot.

            “Kalau ibu tidak mau membelikan baju baru, Sari nggak mau puasa lagi. Bukankah, ibu berjanji kalau Sari puasa tanpa bolong akan mengabulkan keinginan Sari?” Sari mengerucutkan bibirnya.

            Sang ibu pun akhirnya mengalah. Karena memang pernah menjanjikan. Dan selama ini Sari belum pernah bolong puasa. Dia selalu puasa sampai Maghrib.

            Keesokan harinya, yang bertepatan dengan hari Minggu, Sari pergi dengan ibunya ke swalayan untuk membeli baju baru. Sekalian  membeli persiapan lebaran lainnya.  Di sana tanpa sengaja, Sari bertemu dengan Putri, teman satu kelasnya dan sang ibu yang sedang berbelanja juga. Di sana Sari melihat, kalau Putri tidak ribut meminta baju baru. Putri hanya mengikuti ibunya, membantu mengambil barang-barang yang diperlukan.

            Diam-diam Sari penasaran dengan sikap temannya itu. Dia jadi teringat, kalau di sekolah, ketika teman-temannya membicarakan baju baru, Putri sama sekali tidak ikut bicara. Putri lebih suka duduk sambil membaca buku pelajaran, atau buku cerita yang dipinjam dari perpustakaan.

            Karena penasaran, keesokan harinya saat di sekolah, Sari mendekati Putri. Temannya itu seperti biasanya selalu fokus pada buku.

“Put, kemarin kamu ke swalayan tidak beli baju baru, ya?”

            “Iya, Sar.  Aku hanya menemani ibu belanja,” jelas Putri sambil tersenyum.

            “Lagi pula, baju lebaran tahun lalu, masih bagus dan bisa dipakai lagi,” lanjut Putri.

            “Kamu bener nggak ingin baju baru?” Sari kaget.

            “Pengen sih, tapi aku tahu, ibu belum punya uang untuk membeli baju baru saat ini,  jadi aku tidak berani minta.” Ucap Putri  sambil terseyum tersenyum.

            “Kan hanya satu tahu sekali, Put, buat beli baju lebaran baru.  Apa ibu kamu tidak menjanjikan dibelikan baju baru jika bisa puasa 30 hari penuh?” Sari bertanya lagi.

            Putri pun langsung menggeleng. “Memang hanya satu tahun sekali, Sar. Tapi kata ibu, merayakan idul fitri tidak harus memiliki baju baru, yang penting hati baru untuk saling memaafkan.”

“Dan  ibu selalu mengajarkan padaku, agar puasa dengan ikhlas karena Allah, bukan karena akan dapat hadiah atau alasan lainnya.”

             Mendengar jawaban Putri, tiba-tiba Sari merasa sangat malu. Selama ini dia berpuasa belum ikhlas karena Allah. Dia puasa karena ibunya menjanjikan hadiah, dibelikan baju dan sandal baru.  Selain itu selama ini dia juga tidak pernah bersyukur dengan nikmat yang diberikan padanya.  Sari selalu iri dengan milik orang lain.  Dia merasa belum puas dengan apa yang dimiliki.

            Tiba-tiba Sari memiliki ide bagus. Ketika pulang sekolah, dia segera menemui ibunya. Dia membisikkan sesuatu.

        “Kamu yakin, Sayang?” tanya ibunya agak bingung.  Entah kenapa tiba-tiba putri kesayangannya itu berubah. Padahal kemarin Sari memaksa sekali untuk dibelikan baju baru.

            “Yakin, Bu. Kan kata ibu, baju Sari masih banyak.  Masih bagus dan bisa dipakai lagi. Memberi satu ke teman yang membutuhkan tidak apa-apa, Kan? Kata Pak Guru,  sedekah membawa banyak berkah.” Sari tersenyum.

              Mendengar cerita Putri, Sari jadi ingin menghadiahkan satu baju baru miliknya agar dipakai Putri. Lagi pula ukuran tubuh mereka sama, pasti sangat pas.  Itu yang tadi dipikirkan Sari.

            “Tentu saja boleh, Sayang. Ibu bangga sama kamu.” Sang ibu memeluk Sari.  

            “Kalau begitu, aku pamit dulu, ya, Bu. Mau mangantarkan baju ke rumah Putri.”  Sari mencium punggung tangan ibunya dan mengucapkan salam. Nanti dia juga mau berterima kasih pada Putri yang sudah mengingatkannya, tentang pentingnya arti bersyukur dan beribadah dengan ikhlas.

            Srobyong, 12 Juni 2017

Sunday 17 June 2018

[Resensi] Ciptakan Hubungan Erat Antarkeluarga

Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 10 Juni 2018 


Judul               : The Awakened Family
Penulis             : Shefali Tsabary, Ph.D
Penerjemah      : Pandam Kuntaswari
Cetakan           : Pertama, Agustus 2017
Tebal               : xiv + 414 halaman
ISBN               : 978-602-03-6122-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Buku “The Awakened Family” karya Dr. Shefali Tsabary—seorang orangtua dan psikolog klinis—akan mengajak kita untuk mengenal  perubahan pola asuh yang mendasar. Di mana fokus buku ini adalah tentang kesadaran orangtua yang mau memahami anak berdasarkan kepribadian yang dimiliki, bukan hanya melihat dari kacamata orangtua sendiri—sebagai pihak yang sering menjadi sosok otoriter atau berkuasa terhadap anak.

Sehingga kita bisa membesarkan anak menjadi pribadi yang terbaik—yakni diri yang sesungguhnya.  Orangtua bisa mengasuh anak tanpa stres, takut atau cemas. Sehingga melalui pola asuh itu bisa menciptakan hubungan erat antar keluarga.

Orangtua harus menyadari bahwa paradigma pola asuh tradisional—saat orangtua dipandang lebih hebat daripada anak, sudah tidak bisa diterapkan di era modern saat ini, karena dapat menghasilkan disfungsi dan ketidakterhubungan dalam keluarga. Di era sekarang orangtua harus bersedia menjadi arsitek yang membangun pola pengasuhan baru, tempat di mana orangtua dan anak memiliki kedudukan yang setara, saling melayani sebagai rekan yang saling menguntungkan dalam jalur pengembangan diri yang dibangun di atas kesadaran yang makin berkembang (hal xiv).

Dalam mengasuh anak kita tidak boleh mengedepankan ego dan memaksakan kehendak kita. Karena ego hanya akan membuat kita berpikir tidak rasional. Sedikit saja anak melakukan protes kita akan menganggap anak tersebut suka membangkang. Padahal seorang anak juga berhak mengeluarkan pendapat.  Hal lain yang tidak boleh kita lakukan saat mengasuh anak adalah sikap mendominasi terhadap anak. Kita terlalu obsesif dengan pencapaian target dan sibuk merancang masa depan ‘bahagia’ bagi anak, sehingga kita selalu sibuk mengatur anak secara berlebihan. Padahal hal itu sangatlah tidak baik bagi perkembangan anak.

“Ketika anak-anak tidak diberi cukup ruang untuk menegaskan pendapatnya, dan justru tenggelam dalam rencana-rencana orangtua, maka anak akan tumbuh dengan rasa cemas dan depresi.” (hal 12).  Yang perlu kita lakukan sebagai orangtua adalah menyediakan konteks yang aman tempat mereka bisa mendapat ruang dan waktu untuk membangkitkan kecenderungan mereka sendiri sebagai jalan mewujudkan ekpresi diri unik mereka.  

Kita juga tidak boleh merubah anak menjadi apa yang kita harapkan.  Misalnya saja, ketika anak tidak mau menjadi dokter seperti orangtuanya, maka kita tidak boleh memaksa. Biarkan anak menjadi diri mereka sendiri. Kita hanya perlu memberi dukungan kepada anak.

Sebagai orangtua kita harus paham benar dengan apa yang dibutuhkan anak. Bahwa yang paling dibutuhkan anak sesungguhnya bukan materi yang berlimpah, namun perhatian.  Rasa diri yang kukuh baru bisa terbentuk jika anak merasa diperhatikan dan didukung secara intrinsik. Oleh karenanya penting bagi kita untuk tidak memandang anak sebagai tiruan atau kloning diri kita sendiri, melaikan sebagai individu yang unik (hal 35). Di mana hasilnya anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Selain itu kita juga harus paham dengan berbagai mitos pola asuh, agar kita tidak salah langkah. Selama ini kita pasti sering berpikir bahwa fokus pengasuhan itu ada pada anak—yang artinya orangtua dengan segala kuasanya akan mengatur apa yang akan dilakukan dan disukai anak. Namun  dalam pengasuhan sadar  fokus pengasuhan yang sebenarnya adalah orangtua.

Di mana orangtualah yang perlu “dibesarkan”—yang artinya perhatian kita adalah pada diri sendiri. Menilik dari masa lalu, kita  dibesarkan orangtua tanpa kesadaran, sehingga emosi dan kejiwaan kita sedikit banyak rusak. Agar tidak mengulang hal yang sama dari masa lalu kita, maka kita harus mulai berbenah diri dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Kemudian mulai mengasuh anak dengan kesadaran diri, mau menerima masukan dan tidak bertindak otoriter.

Mitos lain yang masih sering kita percaya adalah anak sukses adalah anak yang unggul di masa depan. Dan sewajarnya setiap orangtua pasti ingin memiliki anak yang sukses. Oleh sebab itu demi meraih sukses itu, orangtua kerap memaksakan kehendak dengan mengatur berbagai les atau kegiatan agar diikuti anak.  Mereka tidak peduli jika apa yang mereka atur, tidak disukai atau bukan sesuatu yang diminati anak. Padahal sesungguhnya  kesuksesan itu bisa dilihat seberapa bahagianya anak kita, dengan membiarkan mereka menjadi diri sendiri.

Sebuah buku yang sangat membantu bagi orangtua terkait dengan pengasuhan anak. Melalui buku ini kita disadarkan tentang pentingnya keterbukaan, saling menghormati dan menghargai antara anak dan orangtua, sehingga dalam keluarga bisa tercipta keharmonisan.

Srobyong, 18 Maret 2018

[Resensi] Nasihat Bisnis Terbaik dari Pengusaha Sukses

Dimuat di Koran Jakarta, Senin 4 Juni 2018 


Judul               : Trump : The Way to the Top
Penulis             : Donald J. Trump
Penerjemah      : Aswita R. Fitriani
Penerbit           : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan           : Pertama,  Maret 2017
Tebal               : 302  halaman
ISBN               : 978-602-394-638-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Membangun sebuah bisnis itu tidak mudah.  Donald J.Trump memaparkan, “Tidak peduli betapa pintarnya diri kita, tak peduli betapa komprehensif pendidikan yang kita miliki, tidak peduli betapa luasnya pengalaman bisnis yang sudah kita miliki, tidak ada satu cara pun memiliki semua kebijaksanaan yang kita perlukan untuk membuat bisnis maju (hal 1).

Untuk mengatasi permasalahan itu, maka Donald Trump mencoba bertanya kepada para pengusaha yang sudah sukses dalam berbisnis. Karena bagaimana pun dalam menjalankan sebuah perusahaan kecil atau besar tetap diperlukan kerja keras, kecerdasan dan ketekunan yang sama atau bahkan lebih besar  dari seorang CEO perusahaan yang memiliki banyak pegawai yang melayaninya.

Buku ini dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan lugas, akan menghadirkan nasihat-nasihat bijak  dari 150 pengusaha sukses. Di mana dari buku ini diharapkan dapat membantu siapa saja yang tertarik dalam masalah bisnis.  Melalui buku ini kita disadarkan bahwa untuk menjadi orang yang sukses, kita perlu belajar dari orang lain di sekitar kita. Kita bisa belajar dari kesalahan yang mereka mereka lakukan, dengan tidak meniru kesalahan yang sama.

Diane N. Bark adalah Presiden DHB Financial Services, Inc. Dulu dalam berbisnis Diane harus memulai dari hal yang sulit. Dan dia melakukannya tanpa adanya bantuan atau nasihat bisnis. Hingga akhirnya kadang dia sering melakukan kesalahan. Namun dari kesalahan itu dia bisa mengambil pelajaran, hingga akhirnya dia berhasil menjadi pembisnis sukses.

 Di mana dalam berbisnis, dia menyarankan kepada kita untuk selalu mengikut kata hati. “Berikan gairah di dalam pekerjaan yang kita miliki karena itu akan membuat hidup kita jauh lebih menyenangkan dalam jangka panjang. Jangan melakukan sesuatu hanya karena itu akan menghasilkan banyak uang. Yang terpenting, dengarkan kata hati dan pikiran kita, maka keduanya akan menuntun kita pada arah yang benar.” (hal 9).

Napoleon Barragan adalah Chairman dan CEO 1 –800 –Mattress.  Dia telah menjadi pedagang menjual kasur selama lebih dari 20 tahun. Demi kemajuan bisnisnya, dia terus berusaha mendapatkan merek-merek berkualitas dan bernilai terbaik, serta kontruksi yang paling inovatif, untuk memastikan bahwa dia telah menawarkan yang terbaik bagi konsumen. Namun suatu hari, ketika dia memperkerjakan vice president of merchandising, dia mendapat nasihat bisnis yang luar biasa. Bahwa dalam melakukan bisnis, selain butuh ketekunan dalam kerja keras, kita juga butuh adanya kejujuran dan kepercayaan.

Barbara G. Berger, Presiden Food City Markets, Inc, menjelakan, bahwa dalam berbinis kita harus siap jatuh bangung. Karena dalam berbisnis, tidak mungkin kita langsung meraih kesuksesan. Ada masa di mana kita memperoleh kegagalan. Dan ketika masa itu tiba, kita harus siap menerimanya dan bangkit lagi untuk terus mengembangkan bisnis yang kita tekuni.

Simon Bergson, Pendiri, Presiden dan CEO Manhattan Beer Distribution, memberi nasihat penting bagi siapa saja yang ingin sukses dalam berbisnis. Yaitu dalam berbinis kita memerlukan semangat yang tinggi dan mau bekerja keras. Karena kerja keras akan menuntun kita pada jalan kesuksesan.
Cathie Black, Presiden Hearts Magazine, menjelaskan bahwa dalam memulai berbisnis, kita harus menjadi diri sendiri setiap waktu (hal 25). Karena dengan menjadi diri sendiri, kita bisa menjadi pribadi yang berani melangkah, dan tidak takut dengan pendapat orang lain. Yang terpenting bagi kita adalah memulai, mau mengerjakan, terus membangun mitra dan membangun komunikasi yang baik dengan banyak orang.

Dan Gregory D. Cash, Presiden dan CEO di Vasomedical, Ins, memberi nasihat tentang pentingnya menjalin komukasi. Karena komunikasi, akan mempermudah data barang yang akan dibeli dan lain sebagainya. Sedang Robert B Catell, chairman dan CEO KeySpan Corporation, memberikan nasihat singkat tentang anjuran memberikan yang terbaik bagi pekerjaan dan kolega yang dimiliki. “Bekerja keraslah dan lakukan segala sesuatu sebaik mungkin, tidak peduli pekerjaan apa yang diberikan kepada ktia. Jangan terperangkap di dalam kancah politik, dari suatu perusahaan dan perlakukan semua individu sebagaimana apa yang kita ingin diperlakukan.” (hal 38).

Selain beberapa nasihat tersebut, tentu saja masih banyak nasihat lain yang sangat memotivasi dan menginspirasi. Melalui buku ini Donald J. Trump mengajak kita mengambil berbagai kebijaksanaan dari para pengusaha sukses yang bisa kita teladani.

Srobyong, 2 Juni 2018

Wednesday 13 June 2018

[Resensi] Batas Antara Benci dan Cinta

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 3 Juni 2018 



Judul               : Amor Est  Poena (Love is Punishment)
Penulis             : Stephanie Budiarta
Penerbit           : Pastel Books
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : 340 halaman
ISBN               : 978-602-6716-17-0
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Cinta  yang sesungguhnya itu ikhlas memberi tanpa pernah meminta balasan. Bukan memikirkan bagaimana cara memiliki seseorang, melainkan bagaimana cara untuk membahagiakan orang yang berarti bagi kita.” (hal 228).

Persahabatan dan cinta, selalu menarik untuk dikupas. Meski banyak tema serupa yang ada di pasaran, kedua tema tersebut, selalu laris dan ditunggu para pembaca. Eksekusi berbeda yang ditawarkan setiap penulis, membuat para pembaca tetap setiap menunggu kisah yang ditawarkan. Begitu pula dalam novel ini, dengan keunikan tersendiri novel ini hadir dengan kisah segar yang menarik untuk diikuti.

Fara bersahabat dengan Willy di masa SMA. Namun masalahnya, Fara jatuh cinta setengah mati pada Willy, hingga Fara nekat untuk mengutarakan perasaan. Tapi siapa sangka dengan tega dan bengis, Willy menolak Fara mentah-mentah.  Tidak hanya itu, Willy juga membuat Fara terluka dengan kata-kata dan sikapnya yang kasar. Hingga akhirnya persahabatan mereka pun berakhir juga.

Hingga beberapa tahun kemudian, mereka dipertemukan lagi dalam lingkungan kerja. Meski sempat terkejut, baik Fara atau Willy tetap berusaha profesional. Mereka mengesampingkan masa lalu dan berusaha bekerja dengan baik. Lagipula  Fara sudah berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak terjebak kembali pada masa lalunya.

Bersamaan dengan itu, kehidupan Fara semakin berwarna dengan kehadarian Nando. Laki-laki itu tiba-tiba masuk dalam kehidupan Fara dengan sejuta usaha untuk menaklukkan hati Fara. Baik dengan cara biasanya, hingga cara-cara aneh yang bikin lucu, sebal juga deg-deg-an. “Kita jatuh tanpa alasan, bahkan tanpa rencana. Datang cinta tak pernah ditebak itulah cinta.” (hal 55).

Di sisi lain, siapa sangka, ketika melihat kedekatan antara Fara dan Nando, mendadak Willy merasa tidak terima. Dia sebal dan marah.  mendadak Willy ingin memiliki Fara. Dia bertekad akan mengungkap sebuah rahasia yang membuat dirinya memilih menyingkirkan Fara di masa lalu.  Tapi bagaimana pendapat Fara sendiri? Siapa yang akhirnya dia pilih? Apakah sosok di masa lalu yang pernah menyakitinya, atau sosok baru selalu ada untuknya?

“Hidup selalu dihadapkan pada pilihan. Begitu pun dengan cinta, kelak kau harus memilih dengan siapa hatimu akan berlabuh.” (hal 122).

Menggunakana gaya bahasa segar dan pop, membuat kisah ini segar dan mudah dipahami. Lucu dan seru. Kita akan dibuat sebal dengan sikap Fara yang kadang plin-plan, juga sebal dengan sikap Willy yang sok menguasai dan egois, serta sikap Nando yang selalu mengalah. Tapi di sinilah keseruannya. Ada tarik ulur yang membuat kita tidak mau berhenti membaca, sampai tahu siapa yang akhirnya dipilih Fara.

Meski ada beberapa kesalahan tulis  dan salah dalam pemakaian sudut pandang (hal 241), hal itu tidak mengurangi keseruan cerita yang ditawarkan penulis. Secara keseluruhan novel ini menarik. Saya juga suka cover yang terlihat artistik dan mengundang rasa penasaran.  Dari novel ini saya belajar  untuk tidak lari dari masalah, jangan terjebak pada masa lalu.

Srobyong, 10 Mei 2018 

Monday 11 June 2018

[Resensi] Mengenalkan Ciptaan Tuhan Kepada Anak

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 3  Juni 2018


Judul               : Bertanya Kepada Alam
Penulis             : T. Djamaluddin
Penerbit           : Kaifa
Cetakan           : Pertama, Maret 2018
Tebal               : 100 halaman
ISBN               : 978-602-0851-94-5
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Sudah menjadi tugas orangtua untuk mendidik anak. Karena orangtua merupakan madrasah pertama bagi anak. Salah satu hal  penting, yang perlu dikenalkan kepada anak sejak dini adalah pendidikan  agama. Dengan bekal pendidikan  agama sejak dini, hal itu akan bermanfaat untuk tumbuh kembang anak dalam memahami konsep hidup beragama juga konsep moral.  Selain itu juga akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Dalam mengenalkan pendidikan agama kepada anak,  orangtua harus cerdas dan kreatif, agar anak tidak mudah bosan. orangtua harus pandai menarik minat anak, agar mau belajar dan tertarik dengan pendidikan agama itu sendiri. Salah satunya dengan media buku. Apalagi dengan tambahan ilustrasi yang menarik, pastinya hal itu akan membuat anak semangat. Di sisi lain mengenalkan media buku pada anak, juga menjadi ajang untuk mengenalkan minat baca pada anak sejak dini.

Salah satu buku yang patut dibaca anak sebagai langkah awal mengenalkan pendidikan agama adalah buku “Bertanya Kepada Alam” karya T.Djamaluddin. Dalam buku ini dengan paparan yang sederhana dan tidak terkesan menggurui, penulis membuat anak  mengenal pendidikan agama dengan mudah dan menyenangkan.   Uniknya selain memuat pendidikan agama, dalam buku ini penulis juga menyisipkan pendidikan sains dan teknologi. Jadi dalam satu waktu, anak bisa belajar dua hal.

Misalnya saja terjadinya siang dan malam. Dalam surat Ali Imran ayat 190 dijelaskan, “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.  Di sini dijelaskan bahwa adanya siang dan malam memang diciptakan Allah untuk menjaga keseimbangan hidup manusia. Pada malam hari manusia bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk istirahat dan pada siang hari bisa digunakan untuk bekerja. Itulah kekuasaan Allah yang sudah menyiapkan sesuatu sedemikian rupa.

Dalam segi sains, diterangkan  siang dan malam terjadi karena terbit dan terbenamnya matahari. Atau lebih dikenal dengan perputaran bumi yang disebut juga rotasi bumi. Akibat rotasi bumi, tidak hanya matahari yang terbit dan terbenam, tetapi semua benda langit juga. bulan dan bintang-bintang tampak terbit dari timur dan terbenam dari barat. Sebenarnya  kedudukan bintang-bintang di langit tidak berubah. Karena rotasi bumi-lah bintang-bintang terlihat bergerak dari timur dan barat (hal 3).

Ada pula alasan kenapa matahari jadi penentu waktu.  Diterangkan dalam hadist Rasulullah, pembagian waktu shalat sebagai tanda-tanda di alam. Misalnya shalat subuh dilakukan ketika mulai muncul cahaya fajar di ufuk timur, menjelang matahari terbit. Waktu zuhur ketika matahari mulai condong ke barat. Jika panjang bayangan sebatang tongkat yang ditegakkan di tanah sama dengan panjang tongkatnya, berarti telah masuk waktu ashar. Jika matahari telah terbenam, itu waktu maghrib. Dan jika cahaya merah di ufuk barat mulai hilang, itu tanda awal waktu Isya’ (hal 11).  Intinya karena posisi matahari selalu berulang setiap hari, maka dia dijadikan alat penentu waktu.

Selain dua hal itu tentu saja masih banyak pembahasan yang tidak kalah seru dan menarik. seperti kenapa sepekan terdiri dari tujuh hari, mengapa langit biru, mengapa air laut mengalami pasang surut, dan banyak lagi. Berbagai kejadian yang terjadi itu, mengingatkan anak agar mengetahui betapa besar keagungan dan kekuasan Allah. Bahwa segala yang ada di alam ini, tidak akan ada tanpa kuasa Allah. Dan semua yang dicipatakan Allah masing-masing memiliki manfaat bagi manusia.

Tidak kalah menarik dalam buku ini dihadirkan pula, kisah menarik Nabi Ibrahmi ketika mencari Tuhan. di mana dari kisah itu kita diterangkan tentang keesaan Tuhan. Kemudian ada pula kisah Ashabul Kahfi, yang menunjukkan kebesaran Allah.  Dilengkapi dengan aktivitas seru, seperti membuat  jam matahari, membuat kalender abadi dan membuat pelangi, pasti tidak akan membuat anak merasa bosan.

Buku ini sangat cocok dibaca anak-anak juga bagi orangtua sebagai salah satu referensi jika ingin mengajak anak belajar tentang pendidikan agama juga belajar sains dan teknologi.

Srobyong, 25 Mei 2018