Saturday 28 July 2018

[Resensi] Mengajarkan Makna Cinta dan Kemanusiaan

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 15 Juli 2018


Judul               : Lafaz Cinta
Penulis             : Sinta Yudisia
Penerbit           : Pastel Books
Cetakan           : Pertama, Februari 2018
Tebal               : 340 halaman
ISBN               : 978-602-6716-26-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Buah yang baik tumbuh di cabang yang baik, cabang yang baik tumbuh di pohon yang baik, pohon yang baik tumbuh dari akar yang baik. Baik awalnya, baik pula akhirnya.” (hal 329).

Apa yang kita tanam itulah nanti yang akan kita petik.Karena Allah membalas sesuai dengan apa yang dilakukan hamba-Nya. Oleh karena itu, ada baiknya kita selalu menanam kebaikan. Semoga dengan begitu, kebaikan pula yang akan kita petik di kemudian hari. Tidak jauh dari masalah cinta, persahabatan, kemanusiaan, moral dan juga peperangan, novel dengan setting Netherland ini, akan membuat kisah jatuh cinta dengan kisahnya.

Menceritakan tentang Seyla—gadis Indonesia yang memilih melanjutkan pendidikan ke kota Groningen, karena terluka.  Seyla terlalu sedih jika harus mengingat pengkhianatan yang telah dilakukan Zen, kekasihnya. Dia sungguh tidak menyangka, laki-laki yang selama ini menjadi kekasihnya, tega menikamnya dari belakang. Dengan alasan demi berbakti kepada orangtua, Zen memutuskan Seyla dan menikah dengan Lila.

Di kota cantik itu-lah, Seyla berusaha menghapus lukanya. Dia ingin melupakan semua dan memulainya dengan hal-hal yang baru. Dia menyibukkan diri dengan perkuliahannya di Rijksuniversiteit Groningen atau lebih terkenal sebagai Academie Gebouw (hal 17), serta menyibukkan diri dengan kerja paruh waktu dan seni. Bersama dua sahabat barunya—Judith dan Barbara, Seyla merasa sedikit terhibur.

Namun pertahanan yang sudah susah payah dia bangun itu, tiba-tiba luruh ketika Pangeran Karl van Veldhuizen—putra makhota kerajaan Belanda muncul. Laki-laki itu berhasil membuat gejolak aneh di hati Seyla. Pangeran seolah memberi perhatian lebih pada Seyla. Mereka pernah menikmati perjalanan manis berdua, juga sering berkirim e-mail untuk saling berdiskusi. Di sinilah masalahnya, Pangeran Karl sudah memiliki tunangan, putri dari Belgia—Putri Constante Martina du Barry (hal 43). Seyla merasa dilema. Di satu sisi dia menikmati kedekatannya dengan pangeran, di sisi lain dia merasa bersalah pada Putri Constante. 

Selain membahas tentang masalah cinta Seyla yang rumit, ada pula pertemuan Seyla dengan muslimah asal Chechnya bernama Saule.  Pertemuannya dengan Saule, membawanya pada pengalaman tidak terduga. Dari Saule dia belajar tentang arti persahabatan, dia belajar bagaimana memaknai cinta, serta bagaimana menjalani hidup dengan tegar. “Jangan sampai membuang-buang waktu dengan menyesali segala yang terjadi di belakang punggungmu.” (hal 111).

Bersama Saule pula, Seyla ikut berperan aktif dalam masalah sosial dan kemanusian. Mereka bahu membahu mengelola lembaga yang memberikan bantuan kepada negara-negara korban peperangan, seperti Chechnya dan Bosnia (hal 269). Di sini dia menyadari bahwa peperangan pada akhirnya hanya akan menimbulkan luka dan kepedihan bagi banyak pihak.

Novel ini sangat membius. Kita akan dibuat penasaran bagaimana akhir kisah cinta Seyla. Apa yang dia lakukan dengan perasaannya? Membiarkannya tumbuh atau menghapusnya. Di sini kita akan dikejutkan dengan ending yang tidak terduga. Menarik dan memikat. Penulis unggul dalam mengeksekusi setting cerita, hingga terasa sangat hidup. Gaya bahasanya pun tidak membosankan dan renyah.

Selama membaca novel ini kita akan menemukan banyak sekali pembelajaran hidup. Misalnya saja tentang saling menghargai perbedaan. Hal ini nyata terjadi melihat hubungan Seyla yang bertemu banyak orang-orang dengan adat dan budaya yang berbeda. Kemudian kita bisa belajar arti cinta yang sesungguhnya.  “Cinta bukan sekadar bicara rasa. Tapi juga bicara tanggung jawab, dan norma.”(hal 226). Tidak ketinggalan, melalui kisah ini, kita belajar hal-hal mendasar soal kemanusiaan—yang terlihat dari sikap Seyla dan teman-temannya aktif membantu korban peperangan, serta menjadi pribadi yang selalu cinta tanah air, selalu sabar dan ikhlas ketika mendapat cobaan.

Ini adalah novel religi apik yang bahasanya tidak menggurui. Beberapa kekurangan yang ada dalam novel ini, tidak mengurangi keseruan cerita juga esensi yang ingin disampaikan penulis.  Dengan cover yang manis, novel ini recomended untuk dibaca.

Srobyong, 5 Mei 2018

Friday 27 July 2018

[CERNAK] Belajar Hidup Rukun

Dimuat di Lampung Post, Minggu 15 Juli 2018


Ratnani Latifah

            Sejak pagi Salma terlihat tidak tenang. Sesekali dia menatap keluar kelas. Dan sesekali dia menatap sebuah buku yang halamannya sobek.  Salma benar-benar bingung bagaimana dia bersikap pada Sifa.

            “Kira-kira, Sifa marah tidak, ya?” ucap Salma pelan, sambil sesekali melirik ke luar kelas.
            Dua hari lalu, Salma  meminjam buku cerita Sifa. Sifa pun meminjamkannya. Sifa berpesan, agar Salma menjaga dan merawat buku itu.

            “Wah ... bukunya bagus Sif. Boleh pinjam, kan?” tanya Salma ketika Sifa menunjukkan buku koleksinya yang dibawa ke sekolah.

            “Boleh, dong. Seperti biasa ... bukunya dijaga, ya. Jangan sampai lecek atau rusak.” Sifa memberikan buku ensiklopedia tumbuhan kepada Salma.

            Sifa dan Salma, memang sudah bersahabat sejak lama. Dan selama ini, Sifa memang kerap meminjamkan buku kepada Salma. Sifa tahu, Salma sangat suka membaca. Tapi karena masalah biaya, Salma tidak bisa membeli buku yang harganya relatif mahal. Oleh karena itu, Sifa yang kebetulan  punya perpustakaan pribadi yang disiapkan ibunya, dengan suka rela meminjamkan buku pada Salma.

            “Siap. Terima kasih, ya, Sif. Aku pasti akan menjaganya dengan baik.” Salma tersenyum riang. Begitu pula Sifa.

 Tapi, ternyata Salma  lalai. Dia lupa merapikan buku itu setelah dibaca, karena dipanggil ibunya untuk membantu berjualan di warung. Dan kebetulan  adiknya yang masih kecil, tanpa sengaja melihat buku itu dan  merobek sebagian buku tersebut, untuk bermain-main.

Salma menarik napas dan menunduk. Dia semakin gelisah ketika mendengar suara Salma yang menyapanya dengan riang.

“Lho, kamu kenapa pucat, Sal?” tanya Sifa setelah duduk di bangkunya.

“Kamu sakit, kok masuk sekolah.”

“Bu-bu-kan, Sif.” Salma terlihat gugup. Dia menimbang-nimbang, apakah dia akan mengatakan sekarang atau nanti.

Lalu dengan sedikit takut, Salma akhirnya memilih jujur. “Maaf, Sif, aku sungguh tidak sengaja.” Salma menunduk.

            “Kamu mau memaafkanku, kan, Sif?” ucap Salma penuh harap.

            “Nggak mau. Kamu jahat. Kamu sudah merusak bukuku.” Tolak Sifa.  Dia menatap buku barunya yang sudah rusak itu.

“Mulai sekarang aku tidak mau bermain dengan kamu lagi. Aku juga tidak akan meminjamkan buku-buku padamu lagi.” Imbuh Sifa.

            “Aku janji lain kali tidak akan ceroboh lagi, Sif, aku boleh ya, pinjam buku lagi?” Salma  memohon.

            “Kalau nanti aku punya uang, aku akan  ganti buku kamu. Bagaimana?” bujuk Salma lagi.

“Mulai sekarang aku akan menabung uang jajanku untuk membelinya.”  Salma menjelaskan.

“Kelamaan. Aku maunya kamu ganti sekarang, kamu bisa?” ucap Sifa menantang. Mendengar itu, Salma semakin menunduk.

            “Ada apa ini?  Pagi-pagi, kok sudah ribut-tibut?” tanya Bu Mila.

            Ternyata, pertengkaran mereka didengar juga oleh Bu Mila, wali kelas mereka.  Sifa dan Salma tidak sadar, kalau sejak tadi bel masuk sudah berbunyi. Dan mereka masih terus bertengkar.

Sifa dan Salma pun dipanggil Bu Mila, ke ruang guru, untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya.  Padahal biasanya mereka selalu akur dan rukun. Mereka adalah dua sahabat yang selalu kompak.

“Ini salah Salma, Bu.” Tunjuk Sifa. “Dia merusak buku saya.” 

“Iya, Bu saya yang salah. Saya merusak buku Sifa tanpa sengaja, karena itu, saya ingin meminta maaf.”

“Tapi saya tidak mau memaafkannya, Bu. Saya sebal sama Salma.”

Mendengar ucapan Sifa, Bu Mila langsung menasihati Sifa.

“Tidak boleh begitu, Sifa. Kalau ada teman yang meminta maaf, maka kita harus memaafkannya.Teman yang meminta maaf itu, tandanya dia menyesal dan mau berubah.

“Dan tadi, kamu  sadar tidak ..., kalau kamu juga  sudah menyakiti perasaan Salma?” lanjut Bu Mila.

            Sifa menggeleng. Dia merasa Salma-lah yang sudah jahat padanya. Namun ketika Bu Mila mengingatkan kata kasar yang tadi sempat dia ucapkan, Sifa langsung menunduk malu. Ternyata kemarahan, bisa membuatnya bersikap jahat.

            “Maaf, Salma.” Ucap Sifa penuh penyesalan. Ternyata dia juga salah. Dia tidak bermaksud menghina keadaan Salma.  Dia sering diingatkan orangtuanya untuk tidak menghina kekurangan orang lain.
            “Tidak apa-apa, Sifa. Aku juga minta maaf.”

            Mereka akhirnya bersalaman dan berpelukan.

            “Nah ... kalau damai seperti ini, kan bagus. Mulai sekarang kalian harus selalu menjaga kerukunan. Karena sesama teman memang harus selalu rukun. Tidak boleh marahan dan dendam.” Pesan Bu Mila, yang langsung disetujui Sifa dan Salma dengan anggukan.

            Srobyong, 31 Mei 2018

Thursday 19 July 2018

[Resensi] Dongeng Sebagai Media Pembelajaran

Dimuat di Padang Ekspres, Minggu 15 Juli 2018



Judul               : Dongeng Sebelum Tidur #2
Penulis             : Dini W. Tamam
Ilustrator         : Ferlina Gunawan
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, Juli 2017
Tebal               : 128 halaman
ISBN               : 978-602-03-5696-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Media pembelajaran bagi anak itu banyak sekali. Misalnya melalui media visual—media yang menitik beratkan pada indra penglihatan dengan bentuk  media grafis dan proyeksi. Untuk contoh media grafis bisa melalui poster, kartun atau komik. Sedangkan media proyeksi bisa dilihat melalui  slide atau film strip. Atau bisa juga kita memakai media audio—yaitu media yang menitik beratkan pada pendengaran, seperti radio. Tidak ketinggalan kita juga bisa menggunakan media audio visual, yaitu media yang terdiri dari suara dan gambar. Misalnya televisi.   Selain itu kita juga bisa memakai media lingkungan dan media permainan.

Dongeng bisa dibilang sebagai salah satu media pembelajaran berupa audio. Karena di sini anak diajak mendengar kisah-kisah yang dipaparkan baik oleh guru juga orangtua.  Dan di sisi lain dongeng juga bisa bersifat visual grafis jika berupa buku bergambar.  Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan keberadaan buku dongeng di negeri ini. Dari buku-buku dongeng tersebut, anak bisa mengambil banyak pembelajaran, khusunya tentang pendidikan akhlak atau etika dan moral.

Salah satu dongeng yang patut dikenalkan dan dibaca oleh anak adalah  “Dongeng Sebelum Tidur 2” karya Dini W. Tamam. Terdiri dari 25 kisah selayaknya jilid pertama, buku ini sangat sehat untuk dikonsumsi oleh semua kalangan. Mengingat dalam buku dongeng ini banyak pembelajaran yang bisa dijadikan teladan bagi anak, juga bisa menjadi pemicu cara berpikir anak yang kritis dan imajinatif.

Misalnya saja dongeng berjudul “Monyet yang Rakus” yang mengisahkan tentang  kehidupan sepuluh ekor kera bersaudara. Di mana salah satu dari kera tersebut  ada yang  sangat rakus. Dia tidak ingin membagi makananya dengan saudara-saudaranya, karena takut merasa kurang. Karena alasan itu, setiap kali dia dan saudara-saudaranya mencari makan, dia akan menipu saudara-saudara bahwa ada singa besar.  Lalu setelah semua saudaranya lari, dia dengan rakus akan memakan pisang yang ditemukannya tersebut (hal 2).

Merasa berhasil menipu saudaranya, kera itu terus mengulang perbuatannya. Namun di suatu hari, ketika dia mengulang kebohongannya tersebut, ternyata di bawahnya memang benar-benar ada seekor singa yang menatapnya dengan garang. Si kera mendapat ganjaran.  Dongeng ini mengajak anak memahami bahwa sesama saudara kita harus saling menolong dan menyayangi. Kita tidak boleh rakus dan suka berbohong.

Ada lagi dongeng berjudul “Nyamuk dan Pemburu”. Di mana diceritakan, di salah satu hutan, seluruh penghuni hutan sedang dilanda ketakutan. Mereka takut karena datangnya lima pemburu tersebut membawa berbagai peralatan berburu. Seperti senapan, tombak, pedang dan alat berburu lainnya (hal 7).

Sedangkan para penghuni hutan tidak ada yang berani mengusir pemburu tersebut.  Hingga akhirnya  sekawanan nyamuk mengajukan diri untuk mengusir para pemburu. Hasilnya mereka berhasil mengusir para pemburu, setelah mereka memberi bibit penyakit di tubuh para pemburu. Sejak kejadian itu, para nyamuk mulai sombong. Mereka ingin dihormati oleh semua binatang di dalam hutan, seperti harimau, singa dan banyak lagi.  Namun beberapa bulan kemudian, para pemburu kembali memasuki hutan. Dengan angkuhnya sekawanan nyamun bersiap melakukan serangan lagi.  Akan tetapi hasil yang mereka dapat kali ini sungguh mengejutkan.  Dongeng ini mengingatkan pada anak, agar tidak memiliki sifat angkuh atau sombong.

Selain dua dongeng tersebut beberapa dongeng lainnya tidak kalah menarik dan seru untuk dibaca. Seperti “Nelayan yang Kurang Beruntung” yang mengajarkan anak arti pentingnya sabar, “Pesan yang Terpotong” yang mengingatkan untuk tidak bersikap ceroboh dan harus bertanggungjawab, dan banyak lagi.

Dini W. Tamam, menghadirkan dongeng-dongeng seru dan  menarik. Meski beberapa dongeng merupakan remake dongeng, penulis dengan gaya bahasa yang mudah dicerna, berhasil menunjukkan ciri bercerita sendiri, sehingga setiap ceritanya asyik untuk dibaca. Mendidik dan mencerahkan.

Srobyong, 10 Maret 2018

Tuesday 17 July 2018

[Resensi] Kualifikasi Menjadi Pemimpin Sukses

Dimuat Jateng Pos, Minggu 8 Juli 2018 


Judul               : Lead Differently
Penulis             : Pambudi Sunarsihanto
Penerbit           : Kaifa
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : 204  halaman
ISBN               : 978-602-0851-92-1
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kemampuan tersendiri agar bisa menjadi sosok yang bisa mengatur karyawan juga bertanggung jawab dengan tugasnya. Buku ini hadir, menjelaskan tentang kualifikasi menjadi pemimpi sukses. Bagaimana menjadi pemimpin yang bisa diterima oleh karyawan, bagaimana mengkoordinasi karyawan,  bagaimana menciptakan tim kerja yang baik, peran apa yang harus dilakukan agar menjadi pemimpin sukses,  dan banyak lagi.

Agar Menjadi pemimpin yang diterima dan disukai karyawan, maka kita perlu bersikap terbuka. Artinya mau mengakui pretasi dan kontribusi yang dilakukan oleh karyawan. Karena bagaimana pun, seorang karyawan sudah bekerja keras melaksakan tugas mereka. Dan sebagai pemimpin, kita harus mengharagi usaha mereka. Dengan tidak pelit memberi pujian,  karyawan pasti merasa senang karena sudah dihargai (hal 10).

Ciptakan juga suasan kerja yang menarik. Dimulai dari dekorasi ruang, latar belakang musik, suasan kerja yang ramah, suasana yang tidak resmi, kegiatan tim bersama, makan siang dan malam bersama, dan sebagainya. Hal ini pasti akan menambah semangat dan energi positif bagi karyawan dalam bekerja. Sebaliknya suasana kerja di bawah tekanan akan membuat  karyawan merasa tegang dan tidak bisa bekerja dengan rileks.

Ketika mengkoordinasi karyawan, pemimpin haruslah bersikap tegas dan adil.  Pemimpin harus mengingatkan semua orang tentang tujuan yang hendak dicapai dalam perusahaan yang dipimpin, selalu menempatkan kepentingan perusahaan di atas semuanya. Tapi di sisi lain, pemimpin juga harus mampu memberi motivasi kepada karyawan untuk bekerja dengan baik dan benar.

Kemudian untuk menciptakan tim kerja yang baik, maka pemimpin perlu memahami empat fase. Pertama  fase forming (pembentukan). Dalam fase ini pemimpin harus memperjelas tujuan yang harus dicapai tim, peran dan tanggung jawab tim, serta memberi arahan. Kedua fase storming (kacau balau). Pemimpin harus mengajak timnya untuk berdiskusi dan membicarakan masalah secara terbuka dan membimbing anggota tim untuk memecahkan topik yang sulit dipecahkan.

Ketiga fase norming (kembali normal). Di sini pemimpin harus memainkan peran sebagai fasilitator agar tim dapat mencapai tujuan bersama.  Terakhir fase performing (menunjukkan kinerja). Yang mana tugas pemimpin adalah mengevaluasi dan mencari area yang masih bisa diperbaiki dan merayakan kemenangan sebagai bentuk motivasi kepada anggota tim (hal 38-39).

Selanjutnya agar seorang pemimpin sukses, maka perlu kualifikasi sebagai berikut; memiliki sikap cataliyst, artinya  seorang pemimpin adalah seseorang yang mempercepat agar perubahan itu segera tercapai. Hal itu bisa tercapai dengan membayangkan apa yang harus dicapai, memikirkan apa yang harus dilakukan,  dan segera mengimplementasikan apa yang sudah bisa dilakukan sampai mendapati hasil nyata dan terkahir segera mengkonfirmasi ke semua orang saat hasilnya sudah tercapai.

Pemimpin harus memiliki kemampuan berkomunikasi, baik kemampuan dalam berbicara juga mendengarkan. Kita harus berani menyampaikan visi yang kita buat, kemudian mau mendengarkan masukan dan pendapat dari orang lain, serta mau berdiskusi untuk mencapai mufakat.  Pemimpin harus lihai menjalin network atau jaringan. Agar kita bisa memperoleh banyak jaringan, maka yang diperlukan adalah sikap ringan tangan, mau membantu orang lain, sebelum dibantu.

Pemimpin punya visi dan tujuan yang jelas, dilengkapi dengan implementasi dan eksekusi yang kuat. Serta siap menjadi coach (pembimbing), jika sewaktu-waktu karyawan belum siap menjalankan perubahan yang diinginkan perusahaan (hal 82-83). Jangan ragu memberi motivasi pada karyawan yang membutuhkan. Misalnya dengan memberi arahan, memberi penghargaan non-finansial dan finansial jika melakukan kinerja yang bagus, membangun kepercayaan dengan karyawan, memberi kesempatan karyawan berkembang dan banyak lagi.

Buku ini menarik dan patut dikaji, bari siapa saja yang ingin belajar tentang kepemimpinan. Apalagi buku ini ditulis oleh Pambudi Sunarsihanto, yang memang sudah lama berkecimpung sebagai leader.Kemampuannya sudah tidak diragukan lagi. Menurut Ivan Christianto, Public Relation Manager memaparkan, “Pambudi adalah Indiana Jones-nya kepemimpinan  jaman now. Pambudi benar-benar memahami nilai pokok para pemimpin dan bagaimana konsep tersebut dapat berkembang sejalan dengan pesatnya perkebangan dunia.” (hal viii).

Srobyong, 25 Mei 2018 

[Resensi] Terapi Al-Quran untuk Menyucikan Hati

Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Minggu 8 Juli 2018


Judul               : Revive Your Heart
Penulis             : Nouman Ali Khan
Penerjemah      : Rini Nurul Badariah
Penerbit           : Mizania
Cetakan           : Pertama, April 2018
Tebal               : 176 halaman
ISBN               : 978-602-418-175-8
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Al-quran adalah kitab suci umat Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad yang berisi petunjuk untuk semua umat dan membacanya bernilai ibadah.  Di antara kandungan Al-Quran  adalah adiqah, sejarah, ibadah, akhlak, muamalah dan berbagai ilmu pengetahuan—baik pengetahuan agama juga masalah sains. Di mana semua kandungan itu tidak pernah lekang oleh waktu. Karena Allah telah menjamin dan menjaga kemurian Al-Quran. Di mana pun dan kapan pun kita bisa mengambil pembelajaran dari Al-Quran.

Dan sebagaimana kita ketahui, hati adalah pangkal segala perbuatan kita. Jika hati baik, maka baik pula akhlaknya. Sebaliknya jika hati itu kotor, maka akhlak pun menjadi tercemar. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, hati itu diperumpamakan seperti pancir air yang mendidih—selalu bolak balik. Mengingat betapa rentannya hati, maka sudah semestinya kita membentengi hati dan jiwa kita agar tidak mudah bolak balik dan berkarat. Salah satunya dengan melakukan terapi hati melalui Al-Quran.

Begitu banyaknya kandungan Al-Quran, maka kita bisa mengambil saripati dan mengambil pelajaran dari pesan-pesan yang termaktub di dalamnya.  Buku karya Nouman Ali Khan ini sangat patut dibaca, untuk memahami lebih dalam bagaimana cara menyucikan hati. Dengan paparan yang mendalam dan kritis, kita akan disadarkan betapa pentingnya mengkaji Al-Quran dengan sepenuh hati, mendorong kita agar lebih memedulikan tugas kita kepada Allah dan mendesak kita untuk membenahi perpesktif hidup.

Di antaranya adalah pembahasan tentang doa.  Bagaimana kita bisa terhubungan dengan Allah melalui doa?  Sering kali kita bertanya-tanya, Apakah doa kita di dengar oleh Allah? Kenapa Allah belum mengabulkan doa kita? Di sini kita diingatkan untuk menjadi pribadi yang mawas diri—kita harus berpikir positif terhadap Allah dan tidak boleh putus asa.  Kita memang dianjurkan berdoa, namun kita tidak boleh menuntut kepada Allah. Kita harus sabar dengan segala ketentuan Allah.  Dia-lah sebaik-baik pemelihara.

 “Ketika kau merasa bahwa Allah tidak mendengarkan doamu, itulah kesuksesan tertinggi bagi setan. Dia sangat ingin meyakinkan seseorang bahwa Allah telah mengabaikan hamba-Nya karena dosa-dosa yang telah dilakukannya. Sedangkan Allah sama sekali tidak pernah mengabaikan hamba-Nya. Jadi, kita tidak boleh putus asa dengan Allah atau berpikir karena dosa-dosa kita, Allah berhenti mendengarkan kita.” (hal 2).

Selain pembahasan tentang doa,  masih banyak pembahasan lain, yang akan sangat membantu kita dalam usaha menjaga hati baik dalam urusan dunia atau akhirat.  Dengan analogi yang mudah dipahami, penulis mampu menggetarkan hati pembaca, menyadarkan kita untuk terus mendekatkan diri kepada Allah.

Srobyong, 1 Juli 2018

Monday 16 July 2018

[Resensi] Mengenalkan Akhlak Mulia Melalui Dongeng

Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu 8 Juli 2018


Judul               : Dongeng Sebelum Tidur #1
Penulis             : Dini W. Tamam
Ilustrator         : Ferlina Gunawan
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : Pertama, 2017
Tebal               : 128 halaman
ISBN               : 978-602-03-5695-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Sebagai orangtua kita harus paham, bahwa anak sejak dini sudah harus dikenalkan dengan sikap terpuji atau akhlak mulia untuk membentuk karakter Islami pada anak. Dan salah satu cara pendidikan yang menarik dan disukai anak adalah dengan metode bercerita. Di antaranya kita bisa membacakan dongeng sebelum tidur.

Buku ini terdiri dari 25 kisah dongeng  yang bisa dijadikan referensi dalam memilih kisah-kisah yang tidak hanya menarik dan juga penuh pesan-pesan moral, pendidikan akhlak mulia yang bisa diteladani anak. Selain itu secara tidak langsung  melalui membaca dongeng, akan menumbuhkan minat baca pada anak.  dengan membaca dongen sebelum tidur juga akan mendekatkan hubungan anak dengan orangtua. Tidak ketinggalan, kisah dongeng akan merangsang otak anak menjadi seorang yang kritis.

Sebut saja kisah berjudul “Angsa Bertelur Emas dan Penyihir Jahat”. Menceritakan tentang seorang gadis kecil yang memiliki seekor angsa mungil peninggalan orangtuanya. Ketika angsa itu sudah besar dan mulai bertelur, gadis kecil itu sangat terkejut. Bagaimana tidak ternyata angsanya menghasilkan telur emas. Dia pun menjual terlur emas itu untuk memenuhi segala keputuhannya.

Suatu hari, ketika si gadis kecil ingin menjual telur emasnya, dia bertemu seorang pengimis. Keadaan pengemis itu sungguh membuat gadis kecil itu ibu. akhirnya dia memberikan telur emasnya agar bisa dimanfaatkan pengemis itu. Di lain hari dia juga melakukan hal sama, memberikan telur emas kepada kakek tua (hal 2). Kisah tentang dirinya yang memiliki telur emas pun langsung menyebar. Hal itulah yang membuat seorang peri jahat ingin mencuri telur emas milik gadis kecil itu. Kira-kira berhasilkan rencana si penyihir jahat?

Dongeng ini mengajarkan pada kita untuk menjadi seorang yang dermawan, suka berbagi dengan sesama dan tidak kikir. Selain itu dari kisah ini kita juga dapat mengambil teladan bahwa mencuri itu bukan perbuatan baik dan harus kita jauhi.

Ada pula kisah berjudul “Ayam Hutan yang Pandai”.  Di mana dongeng ini berkisah tentang seeokor ayam yang ingin mencarikan makan anak-anaknya. Namun dalam perjalanannya, dia harus menyeberangi sungai yang airnya sangat deras, yang juga dijaga seekor buaya. Melihat hal itu, si induk ayam pun berpikir keras, tentang bagaimana dia bisa lewat jika ada buaya yang siap menerkamnya kapan saja?

Kisah ini mengajarkan paa kita untuk menjadi seseorang yang cerdas dan sikap saling tolong menolong kepada sesama. Bahwa sebagai sesama ciptaan Allah, kita harus menghormatinya dan tidak berbuat jahat pada orang lain, meski berbeda suku dan budaya.

Tidak kalah menarik ada kisah “Beruang dan Ibunya”. Diceritakan ada seekor beruang yang tinggal di hutan dengan keadaan yang sedikit berbeda dengan beruang lainnya. Beruang ini terlahir dengan keadaan yang tidak sempurna. Jika kebanyakan beruang memiliki kedua tangan untuk mencakar, maka tidak dengan beruang ini. Dia tidak memiliki telapak tangan. 

Tersebab oleh keadaan itu, beruang ini selalu terlihat bersama ibunya. Dia juga kerap diejek binatang lain karena kekurangannya. Hingga suatu hari si beruang menemukan pisau yang ditinggal seorang pemburu. Dia mendapat ide untuk mengingat pisau tersebut pada tangannya.

Kisah ini mengajak kita untuk menjadi pribadi yang saling menghormati kekurangan dan kelebihan orang lain. Kita tidak boleh menghina kekurangan fisik yang dimiliki orang lain. Tidak hanya itu dari kisah ini kita belajar tentang sikap pemaaf yang begitu besar.

Selain dua kisah itu masih ada kisah lain yang tidak kalah menarik. seperti;  Bujang Kaya, Asal Mula Anjing dan Kucing Bermusuhan, Buaya dan Burung Plover, Harimau Ompong dan banyak lagi.
Diceritakan dengan gaya bahasa yang mudah dipahami anak dan ditambah adanya ilustrasi yang apik, pastinya tidak akan membuat anak bosan saat membaca.  Buku ini memuta banyak sekali pesan moral dan akhlakul karimah.

Srobyong, 21 Februari 2018

[Resensi] Perlu Kesabaran dalam Merawat Penderita Skizofrenia

Dimuat di Harian Bhirawa, Jumat 6 Juli 2018


Judul               : Cinta Suci Adinda
Penulis             : Afifah Afra
Penerbit           : Indiva Media Kreasi
Cetakan           : Pertama, Februari 2018
Tebal               : 368 halaman
ISBN               : 978-602-6334-56-5
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang membuat penderita mengalami halusinasi, delusi, pikiran kacau bahkan perubahan perilaku yang berbahaya. Hal ini bisa terjadi karena adanya unsur genetik, masalah psikologi, neurobilogi dalam masalah sosial.  Mengambil tema tentang kejiwaan, Afifah Afrah hadir dengan kisah yang bertutur tentang loyalitas, totalitas dan kesederhanaan.

Dalam novel ini kita akan diajak mengenal lebih dekat tentang profesi dokter jiwa. Bagaimana cara mereka menanggapi para pasien, dan bagaimana pula perasaan mereka (dokter dan perawat) ketika harus berhadapan dengan pasien-pasien gila. Melalui proses panjang dan kematangan dalam melakukan riset, penulis berhasil menghidupkan kisah ini. Kita seperti diajaka memasuki RSJ dengan segala suka dukanya.

Adinda adalah salah satu perawat di rumah sakit jiwa di Surakarta.  Kesehariannya dia harus bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang kurang waras. Ada pula dokter Irhamudin Prasetya yang tampan, pintar—bahkan mendapat gelar sebagai “Man of the Year”  hanya saja, dokter Irham ini terkenal  dingin dan menjaga jarak dengan orang-orang biasa.

Selain menjadi perawat di rumah sakit, Adinda juga merawat Brata Kusuma yang menderita skizofrenia. Meski sejujurnya apa yang dia lakukan itu sudah tidak lagi mendapat izin dari putra-putri Brata Kusuma, setelah dia dipecat karena dianggap tidak berkomepeten dalam merawat Brata Kusuma.   Tapi tetap saja Adinda nekat, dia tidak bisa membiarkan mantan majikan yang memiliki banyak jasa terhadap hidupnya itu menderita. Dia percaya jika Brata Kusuma dirawat dengan intensif pasti bisa sembuh (hal 59).

Masalah Brata Kusuma ini-lah, yang membuat Adinda nekat meminta bantuan dari dokter Irham, yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya. Hanya saja, setiap kali Adinda berusaha meminta bantuan, dokter Irham selalu sibuk dan tidak bisa diganggu. Dan ketika akhirnya bertemu, Adinda malah kena amukan kemarahan dari dokter itu, hingga berakhir kesalahpahaman.

Sampai sebuah kejadian  tidak terduga, membuat Adinda dan dokter Irham menyelesaikan kesalah fahaman itu. Dan karena kejadian itu pula yang akhirnya membuat dokter Irham salut dengan ketelatenan Adinda dalam merawat Brata Kusuma.  Padahal putra-putri Brata Kusuma, sendiri malah tidak peduli dengan kesehatan ayah mereka.

Akan tetapi, beberapa hari kemudian, terdengar kabar bahwa Adinda dituduh sebagai dalang penculikan Brata Kusuma. Dia ditangkap polisi dan dijebloskan ke penjara. “Adinda, lelaki itu bernama Bejo. Dia mengaku dibayar kamu untuk menculik Pak Brata dan membawanya ke indekosmu.” (hal 242).

Novel yang menarik dan mendebarkan. Sejak awal kita akan dibuat penasaran bagaimana akhir dari kisah ini.  Karena dalam novel ini cukup banyak puzzle-puzzle yang perlu kita susun untuk menemukan jawabannya.  Mengingat dalam novel ini tidak hanya tentang perjuangan Adinda dalam merawat Brata Kusuma. Namun ada hubungan apa di antara mereka, serta alasan apa yang sampai membuat Brata bisa menderetia waham paranoid dan gejala skizofrenia.

Selain itu kita juga akan dibuat penasaran kisah cinta  Irham yang cukup pelik. Dimulai dari ditinggal kekasihnya menikah, lalu tunangannya yang lebih memilih karir dan pertemuannya dengan Adinda yang sederhana dan penyabar. Penulis berhasil membuat kisah yang tidak membosankan untuk diikuti sampai akhir.

Yang menarik lagi dari novel ini adalah adanya muatan positif dan nilai-nilai hidup yang sangat membangun. Bahwa kesehatan itu sejatinya bisa kita miliki jika kita mau menjaga tiga unsur; qalbu, aqliyah dan jasadiyah. Qalbu adalah hati, jiwa aliar ruhani. Kita harus senantiasa memberi asupan qalbu dengan banyak dzikir, doa, membaca Al-Quran, shalat dan sebagainya. Aqliyah adalah akal, otak alias segala  bentuk pemikiran. Di mana otak bisa dijaga dengan memperbanyak membaca dan menulis. Kemudian jasadiyah, yaitu fisik kita.  Untuk cara menjaganya, kita harus rajin berolahraga. (hal 158-159).

Tidak hanya itu ada pula sindiran-sindir halus yang perlu kita renungkan. Kita juga diajak untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah, jangan ceroboh dan selalu sabar dalam setiap mendapat musibah. Hanya saja saya masih menemukan beberapa kesalahan tulis, serta tidak konsisten dalam pemakaian kata aku dan saya. Namun lepas dari kekurangan yang ada, novel ini bisa menjadi bahasa bacaan yang menarik untuk dibaca.

Srobyong, 2 Juni 2018