Friday 27 June 2014

PENGARUH POLA ASUH MASA PERKEMBANGAN KANAK- KANAK DAN REMAJA TERHADAP KECERDASAN, PRESTASI PESERTA DIDIK DALAM TINJAUAN MATA KULIAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN





KARYA ILMIAH
PENGARUH POLA ASUH MASA PERKEMBANGAN KANAK- KANAK DAN REMAJA TERHADAP KECERDASAN, PRESTASI PESERTA DIDIK DALAM TINJAUAN MATA KULIAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi Perkembangan”
Dosen Pengampu Nurul Aini.SIP.,S.Pd.,M.Si.


Disusun Oleh :
Ratnani Latifah
210305
                                   
INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA (INISNU)
FAKULTAS TARBIYAH SEMESTER VI
TAHUN 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orang tua dalam memberikan aturan- aturan, memberikan perhatian. Pola asuh sebagai suatu perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan memdidik anak dalam kesehariannya. Sedangkan pengertian pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan melindungi anak.( Gunarsa, 2002 ).
          Pola asuh merupakan suatu cara yang dilakukan dalam mendidik dan menjaga anak secara terus menerus dari waktu ke waktu sebagai perwujudan rasa tanggungjawab orang tua terhadap anak. Dalam mengasuh anak, orang tua harus memiliki pengetahuan agar mereka tidak salah asuh. Selain itu orang tua juga harus mengetahui seutuhnya karakteristik yang dimiliki oleh anak. Peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Disinilah kepedulian orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak-anak. Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu untuk anak tercinta. Bagaimana seorang anak dapat tetap memandang masa depan mereka dalam angan seorang anak, bagaimana mereka dapat menjadi generasi penerus kita. Masa depan bangsa Indonesia kelak di tangan mereka dan masa depan mereka dipersiapkan oleh orang tua saat ini.
         Anak usia dini merupakan tahapan usia yang paling menentukan bagaimana karakter, kepribadian, dan sikap anak di masa dewasa. Karena pada usia dini seorang anak memasuki masa golden age. Yaitu masa dimana perkembangan otak anak bekerja secara optimal dalam menerima segala informasi. Sehingga jika pada usia tersebut anak dididik dengan baik maka akan terbentuk kepribadian anak yang baik pula. Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak untuk menjadi orang tua. Pada akhirnya mau atau tidak orang tua dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Pola asuh berkaitan erat dengan adanya hubungan antara orang tua dan anak, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak- anak mereka, karena dari merekalah anak- anak mulai menerima pendidikan. Dengan demikian pendidikan bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan kelurga.[1]
Perkembangan anak adalah tahapan perkembangan anak yang memiliki beberapa cirri utama dalam aspek fisik, motorik, kognitif, sosial, kepribadian, emosional, dan moral pada kelompok umur tertentu yang harus dilalui dalam kehidupannya. Perkembangan dipegaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan serta factor kematangan. Laju perkembangan anak berlangsung lebih pesat pada periode kanak- kanak dari pada periode- periode berikutnya.
Arthur Jensen berpendapat bahwa kecerdasan itu diwariskan( diturunkan ). Ia juga mengemukakan bahwa lingkungan dan budaya hanya mempunyai peranan minimal dalam kecerdasan. Menurut Jensen pengaruh keturunan terhadap kecerdasan sebesar 80 persen.[2]
 Menurut Super dan Citer Kecerdasan adalah intelligence has frequently been defined as the ability to adjust to the environment or to learn from experience.(intelegensi telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman ).[3]
Dari sedikit uraian tentang pola asuh dan kaitannya dengan kecerdasan dan prestasi yang akan dicapai, maka saya tertarik untuk membuat karya ilmiah yang membahas tentang pengaruh pola asuh dengan kecerdasan dan prestasi yang akan dicapai oleh peserta didik,semoga penulisan karya ilmiah ini bisa bermanfaat untuk kita semua,dan menambah wawasan bagaimana cara pola asuh yang baik untuk menciptakan kader –kader penerus bangsa yang baik,kreativ, dan inovatif.

B.     Perumusan Masalah
              Dari gambaran pembahasan diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah :
1.Bagaimana  pola asuh orangtua  pada masa perkembangan kanak- kanak dan remaja itu ?
2.      Apakah kecerdasan dan prestasi peserta didik ?
3.      Bagaimana pengaruh pola asuh pada masa perkembangan kanak-kanak dan remaja terhadap kecerdasan dan prestasi peserta didik ?

C.     Tujuan penelitian
      Dalam penelitian ini,tujuan penelitiannya adalah :
1.      Untuk mengatahui pola asuh orang tua pada masa perkembangan kanak- kanak dan remaja.
2.      Untuk mengetahui apa itu kecerdasan dan prestasi peserta didik.
3.      Untuk mengetahui pengaruh pola asuh pada masa perkembangan kanak- kanak dan remaja terhadap kecerdasan dan prestasi peserta didik.
D.    Manfaat penelitian
·         Manfaat teoritis
Adanya penelitian ini diharapkan mempu memberikan sumbangan pengetahuan tentang pengaruh pola asuh terhadap kecerdasan dan prestasi peserta didik.
·         Manfaat praktis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan tolak ukur dalam pengaruh pola asuh  terhadap kecerdasan dan prestasi peserta didik.
E.     Metode penulisan
Dalam mengerjakan karya ilmiah ini metode penulisan yang saya gunakan adalah :

BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan metode penulisan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP
Meliputi saran dan kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA






























BAB II   

LANDASAN TEORI

A.     Hakikat Pola Asuh
Pola asuh merupakan suatu cara yang diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak sebagai wujud pertanggungjawaban orang tua terhadap anaknya. Menurut Mansyur (2005) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam membagi pola asuh menjadi tiga jenis yaitu :
1)      Pola asuh otoriter
pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat, sering kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua. Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukumannya yang dilakukan dengan keras, mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang membatasi perilakunya.
2)      Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan uantuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Dalam pola asuh seperti ini orang tua memberi sedikit kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkan yang terbaik bagi dirinya, anak diperhatikan dan didengarkan saat anak berbicara, dan bila berpendapat orang tua memberi kesempatan untuk mendengarkan pendapatnya. Anak dilibatkan dan diberikesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya, ada yang mengatakan tidak semua orang tua mentolelir terhadap anak, dalam hal-hal tertentu orang tua perlu ikut campur tangan, misalnya dalam keadaan membahayakan hidupnya atau keselamatan anak.
3)      Pola asuh laisses fire
Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas,anak dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan pada anaknya. Semua apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan, atau bimbingan.

B.     Masa Perkembangan Kanak- kanak dan Remaja
A.    Masa perkembangan Kanak- kanak
Sebutan yang digunkan orang tua pada masa awal perkembangan kanak- kanak adalah :
a.       Usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Masalah bayi sering membawa masalah bagi orang tua, umumnya mengenai perawatan fisik bayi.
b.      Usia mainan karena anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain dengan mainan.
Sebutan yang digunakan para pendidik adalah :
         Para pendidik menyebut tahun- tahun awal masa kanak- kanak sebagai usia prasekolah yang merupakan masa persiapan anak baik secara fisik maupun mental untuk menghadapi tugas- tugas pada saat mereka mulai bersekolah.[4]
Sebutan yang digunakan para ahli psikologi adalah :
a.       Usia kelempok, dimana anak belajar dasar- dasar perilaku social untuk menyesuaikan diri pada waktu mereka masuk kelas satu.
b.      Usia menjelajah karena anak- anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, perasaannya, dan bagaimana ia bisa menjadi bagian dari lingkungan.
c.       Usia bertanya. Salah satu cara dalam menjelajah lingkungan adalah dengan bertanya.
d.      Usia meniru. Yang paling menonjol dalam periode ini adalah meniru pembicaraan dan tindakan orang lain.
e.       Usia kreatif. Anak lebih menunjukkan kreativitas dalam bermain selama masa kanak- kanak dibandingkan masa- masa lain.
Ciri- cirri akhir masa kanak- kanak adalah :
Label yang digunakan orang tua adalah :
a.       Usia yang menyulitkan, masa dimana anak tidak lagi menuruti perintah lebih banyak dipengaruhi teman sebaya daripada orang tua atau anggota keuarga yang lain.
b.      Usia tidak rapi, masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan, ceroboh dalam penampilan dan kamarnya berantakan.
c.       Usia bertengkar,masa dimana banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan susana rumah tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.[5]
Label yang digunakan para pendidik adalah :
a.       Usia sekolah dasar. Anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan penting tertentu.
b.      Periode kritis dalam dorongan berprestasi. Masa dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses. Perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa.
Label yang digunakan ahli psikologi adalah :
a.       Usia berkelompok. Masa dimana perhatian utama anak tetuju pada keinginan diterima teman sebaya sebagai anggota kelompok terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman- temannya.
b.      Usia penyesuaian diri. Anak menyesuaian diri dengan standar yang di setujui kelompok.
B.     Masa Perkembangan Remaja
1.      Menurut Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk  memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.
2.      Gunarsa  merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
a)      Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
b)      Ketidakstabilan emosi.
c)      Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
d)     Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
e)      Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
f)       Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
g)      Senang bereksperimentasi.
h)      Senang bereksplorasi.
i)        Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
j)        Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
              Menurut Zulkifli, remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1.      Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
a.       Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas Cirinya :
§  Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
§  Anak mulai bersikap kritis
b.      Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
®    Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
®    Memperhatikan penampilan
®    Sikapnya tidak menentu/plin-plan
®    Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c.       Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
o   Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
o   Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2.      Adolesen usia 19-21 tahun Periode Remaja
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:
Ø  perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
Ø  mulai menyadari akan realitas
Ø  sikapnya mulai jelas tentang hidup
Ø  mulai nampak bakat dan minatnya.[6]

Secara umum ,ada delapan tipe anak remaja,baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Delapan tipe tersebut adalah :
1.      Tipe intelektual :
®    Mampu mengendalikan diri
®    Bertanggung jawab, dan berkesadaran tinggi
2.      Tipe kalem :
®    Mampu mengendalikan diri
®    Bertanggung jawab
®    Berkeadaran rendah
3.      Tipe perenung :
®    Dapat dikendalikan
®    Kurang bertanggung jawab
®    Berkesadaran tinggi
4.      Tipe pemuja :
®    Sukar dikendalikan
®    Bertanggung jawab
®    Berkesadaran rendah
5.      Tipe ragu-ragu :
®    Dapat dikendalikan
®    Kurang bertanggung jawab
®    Berkesadaran rendah
6.      Tipe sok bisa :
®    Sukar dikendalikan
®    Bertanggung jawab
®    Berkesadaran rendah
7.      Tipe perasa :
®    Sukar dikendalikan
®    Bertanggung jawab
®    Berkesadaran tinggi
8.      Tipe brutal :
®    Sukar dikendalikan
®    Kurang bertanggung jawab
®    Berkesadaran rendah.[7]
C.     Pengertian kecerdasan (intelligence)
Banyak definisi tentang intelegensi yang telah dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1)      Garret mengemukakan :
Intelligence, includes at least the abilities demanded in the solution of problems which require the comprehension and use the symbols.( intelegensi itu setidak- tidaknya mencakup kemampuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah- masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol- symbol ).[8]
2)      Bischof  mengemukakan :
Intelligence is the ability to solve problems of all kinds ( intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah).
3)      Terman mengemukaan :
Intelegensi sebagai kemampuan untuk berpikir abstak.[9]
4)      Freeman  mengemukaan :
Intelegensi sebagai kemampuan untuk belajar.[10]
Factor-faktor yang mempengaruhi intelegensi seseorang :
1.      Pembawaan (hereditas)
2.      kematangan
3.      pembentukan
4.      minat dan pembawaan yang khas
5.      kebebasan
D.    Pengertian prestasi belajar
Pengertian Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.






BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan Penelitian
       Pendekatanpenelitian merupakan suatu teknik atau prosedur yang digunakan dalam proses pengumpulan data. Pendekatan penelitian dapat pula diartikan sebagai keseluruhan cara atau kegiatanyang dilakukan oleh peneliti mulai dari perumusan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan.
      Dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang informasi atau data yang dikumpulkan tidak berwujud angka-angka dan analisisnya berdasarkan prinsip logika. Metode pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk deskriptif. Dalam penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa.
      Penelitian deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalis setting). Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasi.

B.     Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini,subyek penelitian adalah, orang tua dan peserta didik sendiri,bagaimana  pola asuh orang tua  yang bisa mempengaruhi kecerdasan dan prestasi belajar peserta didik.penelitian ini di peroleh dengan talaah buku dan mengamati tingkah orang tua dan peserta didik.
C.     Metode Pengumpulan Data
Metode  yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan (observasi),  dan metode wawancara (interview ), dan metode dokumentasi.Metode pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut :
a.       Metode pengamatan (observasi)
Menurut S. Margono dalam Nurul Zuriah,observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.[11]
b.      Metode wawancara (interview )
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Wawancara ialah pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab lisan pula.
c.       Metode Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal- hal atau variable yang berupa catatan ,transkrip, buku, surat kabar, majalah, prestasi, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.[12]
Dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang cara pola asuh orang tua kaitannya dengan pengaruh kecerdasan dan prestasi belajar.


BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Faktor- faktor yang Mempengaruhi perkembangan kecerdasan
Secara umum ada dua factor yang mempengaruhi perkembangan intelegensi, yaitu factor bawaan(hereditas) dan factor lingkungan. Kedua factor ini, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.
a.          Faktor Bawaan (hereditas)
Sejak terjadinya konsepsi, individu telah membawa gen- gen yang berasal dari ayah dan ibunya. Sebagian dari gen tersebut memiliki sifat- sifat yang akan menentukan daya kerja intelektualnya.jadi secara potensial individu telah membawa  kemungkinan apakah ia akan mempunyai kemampuan normal, di bawah normal, atau di atas normal. Potensi ini akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan member kesempatan untuk berkembang.[13]
b.         Faktor lingkungan
1.      Lingkungan prenatal
Kondisi prenatal yang tidak baik, dapat menganggu perkembangan individu. Malnutrisi dan kekurangan gizi yang dialami ibu selama hamil, dapat mengakibatkan kerusakan otak pada janin(Hurlock,1996:41) yang selanjutnyadapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah terutama dalam hal ketidak mampuan membaca. Demikian juga tekanan yang ekstrim dan berlangsung lama yang dialami ibu hamil dapat member efek negative pada kemampuan belajar, mengingat, dan berpikir, akibatnya individu tidak dapat mengembangkan intelektualnya sebagaimana mestinya (Hurlock,1996:45).
2.      Lingkungan Pascanatal
Paling tidak ada dua unsure lingkungan yang sangat penting perannya dalam mempengaruhi perkembangan intelektual individu setelah lahir ke dunia, yaitu :
a)      Keluarga
Setelah lahir ke dunia, keluarga merupkan tempat pertama individu “mengenal dan mempelajari dunia”. Keluarga meupakan sumber pengalaman dan informasi. Disamping itu, keluarga juga menjadi tumpuan anak untuk memuaskan segala kebutuhan fisik maupun psikis. Gizi yang cukup sangat di perlukan untuk membantu perkembangan otak sehingga daya kerja intelektualnya akan maksimal.[14]
1.      Stimulasi
Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulasi menjadi sangat penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosi anak. Orang tua dapat memberikan stimulasi sejak buah hatinya masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia tumbuh besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda pada setiap tahap perkembangan. Contohnya ketika masih dalam kandungan, stimulasi lebih diarahkan pada indra pendengaran menggunakan irama musik dan tuturan ibu atau ayah. Setelah anak lahir, stimulasi ini diperluas menjadi pada kelima indra maupun sensori-motoriknya. Begitu juga stimulasi lainnya yang dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan kognisinya maupun kemampuan lain.
Secara mental orang tua juga menstimulasi anak dengan menciptakan rasa aman dan nyaman sejak masa bayi. Caranya? Dengan mencurahkan kasih sayang, menumbuhkan empati dan afeksi, disamping memberi stimulasi dengan menanamkan nilai-nilai moral dan kebajikan secara konkret. Stimulasi yang diberikan secara efektif jelas dapat membuat potensi kecerdasan anak mencapai titik maksimal.
2.      Pola asuh
Pola asuh orang tua yang penuh kasih sayang diyakini dapat meningkatkan potensi kecerdasan si anak. Sebaliknya, tidak adanya pola asuh hanya akan membuat anak bingung, stres, dan trauma yang berbuntut masalah pada emosi anak. Dampaknya, apa pun yang dikerjakannya tidak akan pernah membuahkan hasil maksimal.[15]
b)      Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang member tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak  dan perkembangan intelektualnya,dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai.

B.     Perkembangan Intelegensi di tinjau dari factor lingkungan :
a.       Perkembangan Intelegensi bayi
Sejak tahun pertama dari usia anak, fungsi intelegensi sudah mulai tampak dalam tingkah lakunya, misalnya dalam tingkah laku motorik dan bicara. Anak yang cerdas menunjukkan gerakan-gerakan yang lancer, serasi, dan koordinasi, sedangkan anak yang kurang cerdas, gerakan-gerakannya kaku dan kurang terkoordinasi, anak yang cerdas cepat pula perkembangan bahasanya. Dalam hal ini, peran orang tua sangat menentukan proses perkembangan intelegensi Bayi. Karena walaupun bayi belum sepenuhnya bisa menyerap apa yang diperlihatkan orang tuanya. Tetapi kemampuan pengenalan bahasa dasar seperi kata mama dan papa akan mengukuhkan pengenalan orang tua sebagai pelindungnya.

b.      Perkembangan Inteligensi Masa Pra sekolah
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode pre operasional yaitu tahapan anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau simbolik function, yakni kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan mengguanakan symbol (kata-kata, gesture atau gerak tubuh dan benda). Dapat juga dikatakan sebagi semiotic function, kemampuan untuk menggunakan symbol-simbol dalam melambangkan suatu kegiatan.
Orang tua masih sebagai factor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan inteligensinya. Ketika anak diperkenalkan berbagai jenis permainan yang bersifat ruang dan bentuk dengan pendampingan orang tua. Permainan tersebut akan mengenalkan anak dengan berbagai bentuk yang ada di sekitarnya.
c.       Perkembangan Inteligensi Anak Pada Masa Sekolah
Pada Masa ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif.
Faktor lingkungan yang berpengaruh pada masa ini, adalah lembaga pendidikan formal tempat anak belajar. Disanalah anak akan diperkenalkan dengan kegiatan membaca, menulis dan berhitung yang akan meningkatkan kapasitas inteligensinya. Dengan kegiatan membaca, lebih banyak kosa kata yang diterima anak dan pemahaman kalimat yang merupakan bentuk asosiasi kata. Begitu juga dengan kemampuan menulis. Kegiatan berhitung juga mengembangkan kemampuan numeriknya.
d.      Perkembangan Inteligensi Pada Masa Remaja dan Dewasa
Perkembangan intelektual pada masa ini meupakan lanjutan dari masa sekolah. Pada masa remaja dan selanjutnya perkembangan inteligensi lebih ditekankan pada proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya. Faktor lingkungan yang berpengaruh selain sekolah dan orang tua. Perbedaannya pada masa dewasa tingkat kompleksitas dan kerumitan masalah yang dihadapi jauh lebih tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah jenjang pendidikan dan lingkungan kerjanya.
C.     Bentuk Pola Asuh
Macam – macam Pola Asuh Orang Tua
Menurut Baumrind,(dikutip oleh Wawan Junaidi,2010), terdapat 4 macam pola asuh orang tua :
1.      Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
2.      Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
3.      Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.      Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Dampak atau pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak – anak menurut Baumrind, (dikutip oleh Ira, 2006) adalah:
a.       Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak - anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.
b.      Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
c.       Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.
d.      Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri yang rendah, sering bolos dan bermasalah dengan teman.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh :
Setiap orang mempunyai sejarah sendiri – sendiri dan latar belakang yang seringkali sangat jauh berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak. Menurut Maccoby & Mc loby ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:
1.      Sosial ekonomi
2.      Lingkungan sosial berkaitan dengan pola hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
3.      Pendidikan: Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.
4.      Nilai-nilai agama yang dianut orang tua: Nilai – nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya.
5.      Kepribadian: Dalam mengasuh anak orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002). Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.
6.      Jumlah anak: Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya, (Okta Sofia, 2009).
D.    Usaha  Orang Tua dalam Meningkatkan Kecerdasan Anak
a.       Orang tua diharapkan memberi stimulasi mental yang cukup merangsang dan memuaskan dorongan keingintahuan anak.
b.      Memberikan dorongan, semangat, serta meningkatkan perasaan mampu anak.
c.       Menyediakan sarana dan prasarana belajar yang memadai.
d.      Menciptakan situasi rumah yang kondusif untuk belajar.
e.       Memberikan gizi yang cukup.[16]






BAB V
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab diatas, penulis menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua itu berpengaruh terhadap kecerdasan dan prestasi anak didik, karena orang tua adalah orang yang menjadi keluarga pertama bagi anak, juga sebagai contoh dan figure bagi anak,dalam realita yang ada sikap otoriter orang tua bisa menjadikan  anak memjadi pembangkang,namun ketika orang tua dalam mengasuh anak bersifat demokrasi,anak menjadi lebih terbuka dan hangat. Itulah mengapa penting bagi orantg tua untuk mendidik anak dengan pola asuh yang baik untuk anak,agar anak bisa menjadi pribadi yang baik ,berkarakter,berintelegensi dan berprestasi.

B.     Saran
Beberapa saran yang sekiranya dapat dijadikan bahan introspeksi diri agar dapat menjadi orang tua yang sukses dalam mendidik anak-anaknya kelak, yaitu :
1.    Hendaknya orang tua tidak egois, yaitu menganggap bahwa dirinya saja yang paling benar, karena pada prinsipnya setiap anak juga ingin mengekspresikan dirinya dengan gaya dan caranya sendiri.
2.   Hendaknya orang tua lebih bijaksana kepada anak serta mampu memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anaknya.
3. Hendaknya orang tua lebih memahami nilai-nilai dan norma-norma kehidupan dan mengajarkan hal tersebut dengan sosialisasi yang baik kepada anaknya.
4.   Karena orang tua adalah tempat curahan hati seorang anak, maka jadilah orang tua yang mampu dijadikan sandaran yang baik bagi anak.
5.   Pilihlah pola asuh anak yang baik agar anak yang diasuh dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berkarakteristik baik.




DAFTAR PUSTAKA





Dalyono,M,Drs,2009, Psikologi Pendidikan,Jakarta:Rineka Cipta
Daradjat,Zakiah,DR,dkk,2009,  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara
Khoiri,Nur,M.Ag, 2012, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jepara: Insnu
Soeparwoto,Drs,dkk, 2007, Psikologi Perkembangan, Semarang: UPT Unnes Press
Sugihartono ,dkk,2007, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press
Sumantri,Mukyani,dkk,2008,Perkembangan Peserta Didik, Jakarta:Universitas Terbuka
tp://dinarpratama.files.wordpress.com/2011/01/ppt-psikologi-perkembangan.ppt
ttp://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah06309-01.htm

















































[1] DR. Zakiah Darajat, dkk.Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :Bumi Aksara,2009),cet.8,hal. 35.
[2] Mulyani sumantri,Nana Syaodih,Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta :Universitas Terbuka, 2008 ),cet.17, hal. 1.5.
[3] Drs. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta :Rineka Cipta,2009),cet. 5,hal. 182-183.
[4] Drs.Soeparwoto,dkk,Psikologi Perkembangan, (Semarang :UPT UNNES PRESS,2007 ),cet. 5,hal. 60 
[5] Ibid,hal.61.
[6] http://dinarpratama.files.wordpress.com/2011/01/ppt-psikologi-perkembangan.ppt
[7] Drs.M. Dalyono,Psikologi Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta,2009),cet.5,hal.100-101.
[8] Ibid,hal.183.
[9] Sugihartono, dkk, Psikologi Pendidikan, (Jogjakarta :  UNY Press,2007 ),hal. 16
[10] Ibid, hal 16
[11] Nur Khoiri,M.Ag,Metode Penelitian Pendidikan,(Jepara :INISNU,2012 ),hal. LXIV
[12] Ibid,hal. LXIII
[13] Drs.Soeparwoto,dkk, Psikologi Perkembangan,(Semarang: Upt UNNESS Press,20007),cet.5 hal. 89.
[14] Ibid,hal. 89.
[16] Drs.Soeparwoto,dkk, Psikologi Perkembangan,(Semarang: Upt UNNESS Press,20007),cet.5 hal. 90.
 



No comments:

Post a Comment