KARYA
ILMIAH
PENGARUH
POLA ASUH MASA PERKEMBANGAN KANAK- KANAK DAN REMAJA TERHADAP KECERDASAN,
PRESTASI PESERTA DIDIK DALAM TINJAUAN MATA KULIAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
“Psikologi
Perkembangan”
Dosen Pengampu Nurul Aini.SIP.,S.Pd.,M.Si.
Disusun
Oleh :
Ratnani Latifah
210305
INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA (INISNU)
FAKULTAS TARBIYAH SEMESTER VI
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orang tua dalam
memberikan aturan- aturan, memberikan perhatian. Pola asuh sebagai suatu
perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan
memdidik anak dalam kesehariannya. Sedangkan pengertian pola asuh orang tua
terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama
mengadakan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan
melindungi anak.( Gunarsa, 2002 ).
Pola asuh
merupakan suatu cara yang dilakukan dalam mendidik dan menjaga anak secara
terus menerus dari waktu ke waktu sebagai perwujudan rasa tanggungjawab orang
tua terhadap anak. Dalam mengasuh anak, orang tua harus memiliki pengetahuan
agar mereka tidak salah asuh. Selain itu orang tua juga harus mengetahui
seutuhnya karakteristik yang dimiliki oleh anak. Peranan orang tua
begitu besar dalam membantu anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka.
Disinilah kepedulian orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi
anak-anak. Sebagai orang tua harus betul-betul melakukan sesuatu untuk anak
tercinta. Bagaimana seorang anak dapat tetap memandang masa depan mereka dalam
angan seorang anak, bagaimana mereka dapat menjadi generasi penerus kita. Masa
depan bangsa Indonesia kelak di tangan mereka dan masa depan mereka
dipersiapkan oleh orang tua saat ini.
Anak usia
dini merupakan tahapan usia yang paling menentukan bagaimana karakter,
kepribadian, dan sikap anak di masa dewasa. Karena pada usia dini seorang anak
memasuki masa golden age. Yaitu masa dimana perkembangan otak anak
bekerja secara optimal dalam menerima segala informasi. Sehingga jika pada usia
tersebut anak dididik dengan baik maka akan terbentuk kepribadian anak yang
baik pula. Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak
untuk menjadi orang tua. Pada akhirnya mau atau tidak orang tua dituntut untuk
siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar dapat
menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Pola asuh berkaitan erat dengan adanya
hubungan antara orang tua dan anak, orang tua merupakan pendidik utama dan
pertama bagi anak- anak mereka, karena dari merekalah anak- anak mulai menerima
pendidikan. Dengan demikian pendidikan bentuk pertama dari pendidikan terdapat
dalam kehidupan kelurga.[1]
Perkembangan anak adalah tahapan
perkembangan anak yang memiliki beberapa cirri utama dalam aspek fisik,
motorik, kognitif, sosial, kepribadian, emosional, dan moral pada kelompok umur
tertentu yang harus dilalui dalam kehidupannya. Perkembangan dipegaruhi oleh
factor pembawaan dan lingkungan serta factor kematangan. Laju perkembangan anak
berlangsung lebih pesat pada periode kanak- kanak dari pada periode- periode
berikutnya.
Arthur Jensen berpendapat bahwa kecerdasan
itu diwariskan( diturunkan ). Ia juga mengemukakan bahwa lingkungan dan budaya
hanya mempunyai peranan minimal dalam kecerdasan. Menurut Jensen pengaruh
keturunan terhadap kecerdasan sebesar 80 persen.[2]
Menurut Super dan Citer Kecerdasan adalah
intelligence has frequently been defined as the ability to adjust to the
environment or to learn from experience.(intelegensi telah sering didefinisikan
sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari
pengalaman ).[3]
Dari sedikit uraian tentang pola asuh dan
kaitannya dengan kecerdasan dan prestasi yang akan dicapai, maka saya tertarik
untuk membuat karya ilmiah yang membahas tentang pengaruh pola asuh dengan
kecerdasan dan prestasi yang akan dicapai oleh peserta didik,semoga penulisan
karya ilmiah ini bisa bermanfaat untuk kita semua,dan menambah wawasan
bagaimana cara pola asuh yang baik untuk menciptakan kader –kader penerus
bangsa yang baik,kreativ, dan inovatif.
B. Perumusan Masalah
Dari
gambaran pembahasan diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah :
1.Bagaimana
pola asuh orangtua pada masa
perkembangan kanak- kanak dan remaja itu ?
2. Apakah kecerdasan dan prestasi peserta
didik ?
3. Bagaimana pengaruh pola asuh pada masa
perkembangan kanak-kanak dan remaja terhadap kecerdasan dan prestasi peserta
didik ?
C. Tujuan penelitian
Dalam
penelitian ini,tujuan penelitiannya adalah :
1. Untuk mengatahui pola asuh orang tua pada
masa perkembangan kanak- kanak dan remaja.
2. Untuk mengetahui apa itu kecerdasan dan
prestasi peserta didik.
3. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh pada
masa perkembangan kanak- kanak dan remaja terhadap kecerdasan dan prestasi
peserta didik.
D. Manfaat penelitian
·
Manfaat teoritis
Adanya
penelitian ini diharapkan mempu memberikan sumbangan pengetahuan tentang
pengaruh pola asuh terhadap kecerdasan dan prestasi peserta didik.
·
Manfaat praktis
Hasil penelitian ini bisa dijadikan tolak ukur dalam pengaruh pola
asuh terhadap kecerdasan dan prestasi
peserta didik.
E. Metode penulisan
Dalam mengerjakan karya ilmiah ini metode
penulisan yang saya gunakan adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah,rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan metode penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
Meliputi saran dan kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Pola Asuh
Pola asuh merupakan suatu cara yang diterapkan
dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak sebagai wujud
pertanggungjawaban orang tua terhadap anaknya. Menurut Mansyur (2005) dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam membagi pola asuh
menjadi tiga jenis yaitu :
1)
Pola asuh otoriter
pola asuh otoriter adalah pola asuh yang
ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat, sering
kali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan
untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak
berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, bertukar pikiran dengan orang tua.
Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukumannya
yang dilakukan dengan keras, mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan
dan anak juga diatur yang membatasi perilakunya.
2)
Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, dan
kemudian anak diberi kesempatan uantuk tidak selalu tergantung kepada orang
tua. Dalam pola asuh seperti ini orang tua memberi sedikit kebebasan kepada
anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkan yang terbaik
bagi dirinya, anak diperhatikan dan didengarkan saat anak berbicara, dan bila
berpendapat orang tua memberi kesempatan untuk mendengarkan pendapatnya. Anak
dilibatkan dan diberikesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya,
ada yang mengatakan tidak semua orang tua mentolelir terhadap anak, dalam
hal-hal tertentu orang tua perlu ikut campur tangan, misalnya dalam keadaan
membahayakan hidupnya atau keselamatan anak.
3)
Pola asuh laisses fire
Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara
orang tua mendidik anak secara bebas,anak dianggap orang dewasa atau muda, ia
diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua
terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan pada anaknya. Semua
apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran,
arahan, atau bimbingan.
B.
Masa Perkembangan Kanak- kanak dan Remaja
A.
Masa perkembangan Kanak- kanak
Sebutan yang digunkan orang tua pada masa awal
perkembangan kanak- kanak adalah :
a.
Usia yang mengundang masalah atau usia sulit.
Masalah bayi sering membawa masalah bagi orang tua, umumnya mengenai perawatan
fisik bayi.
b.
Usia mainan karena anak menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk bermain dengan mainan.
Sebutan yang digunakan para pendidik adalah :
Para pendidik menyebut tahun- tahun
awal masa kanak- kanak sebagai usia prasekolah yang merupakan masa persiapan
anak baik secara fisik maupun mental untuk menghadapi tugas- tugas pada saat
mereka mulai bersekolah.[4]
Sebutan yang digunakan para ahli psikologi
adalah :
a.
Usia kelempok, dimana anak belajar dasar- dasar
perilaku social untuk menyesuaikan diri pada waktu mereka masuk kelas satu.
b.
Usia menjelajah karena anak- anak ingin
mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, perasaannya, dan
bagaimana ia bisa menjadi bagian dari lingkungan.
c.
Usia bertanya. Salah satu cara dalam menjelajah
lingkungan adalah dengan bertanya.
d.
Usia meniru. Yang paling menonjol dalam periode
ini adalah meniru pembicaraan dan tindakan orang lain.
e.
Usia kreatif. Anak lebih menunjukkan
kreativitas dalam bermain selama masa kanak- kanak dibandingkan masa- masa
lain.
Ciri- cirri akhir masa kanak- kanak adalah :
Label yang digunakan orang tua adalah :
a.
Usia yang menyulitkan, masa dimana anak tidak
lagi menuruti perintah lebih banyak dipengaruhi teman sebaya daripada orang tua
atau anggota keuarga yang lain.
b.
Usia tidak rapi, masa dimana anak cenderung
tidak memperdulikan, ceroboh dalam penampilan dan kamarnya berantakan.
c.
Usia bertengkar,masa dimana banyak terjadi pertengkaran
antar keluarga dan susana rumah tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga.[5]
Label yang digunakan para pendidik adalah :
a.
Usia sekolah dasar. Anak diharapkan memperoleh
dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan
dewasa dan memperoleh keterampilan penting tertentu.
b.
Periode kritis dalam dorongan berprestasi. Masa
dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat
sukses. Perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang
tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa.
Label yang digunakan ahli psikologi adalah :
a.
Usia berkelompok. Masa dimana perhatian utama
anak tetuju pada keinginan diterima teman sebaya sebagai anggota kelompok
terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan teman- temannya.
b.
Usia penyesuaian diri. Anak menyesuaian diri
dengan standar yang di setujui kelompok.
B.
Masa Perkembangan Remaja
1.
Menurut
Hurlock remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk memberi batasan usia remaja adalah 12-21
tahun. Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.
2.
Gunarsa merangkum beberapa karakteristik remaja yang
dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
a)
Kecanggungan
dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
b)
Ketidakstabilan
emosi.
c)
Adanya
perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
d)
Adanya
sikap menentang dan menantang orang tua.
e)
Pertentangan
di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan
orang tua.
f)
Kegelisahan
karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
g)
Senang
bereksperimentasi.
h)
Senang
bereksplorasi.
i)
Mempunyai
banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
j)
Kecenderungan
membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Menurut Zulkifli, remaja dapat
dibagi dalam 2 periode yaitu:
1.
Periode
Masa Puber usia 12-18 tahun
a.
Masa
Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas
Cirinya :
§ Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
§ Anak mulai bersikap kritis
b.
Masa
Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
® Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
® Memperhatikan penampilan
® Sikapnya tidak menentu/plin-plan
® Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
c.
Masa
Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen.
Cirinya:
o
Pertumbuhan
fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai
sepenuhnya
o
Proses
kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
2.
Adolesen
usia 19-21 tahun Periode Remaja
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini
adalah:
Ø perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
Ø mulai menyadari akan realitas
Ø sikapnya mulai jelas tentang hidup
Ø
mulai nampak
bakat dan minatnya.[6]
Secara umum ,ada delapan tipe anak remaja,baik pada anak laki-laki
maupun anak perempuan. Delapan tipe tersebut adalah :
1.
Tipe
intelektual :
® Mampu mengendalikan diri
® Bertanggung jawab, dan berkesadaran tinggi
2.
Tipe
kalem :
® Mampu mengendalikan diri
® Bertanggung jawab
® Berkeadaran rendah
3.
Tipe
perenung :
® Dapat dikendalikan
® Kurang bertanggung jawab
® Berkesadaran tinggi
4.
Tipe
pemuja :
® Sukar dikendalikan
® Bertanggung jawab
® Berkesadaran rendah
5.
Tipe
ragu-ragu :
® Dapat dikendalikan
® Kurang bertanggung jawab
® Berkesadaran rendah
6.
Tipe
sok bisa :
® Sukar dikendalikan
® Bertanggung jawab
® Berkesadaran rendah
7.
Tipe
perasa :
® Sukar dikendalikan
® Bertanggung jawab
® Berkesadaran tinggi
8.
Tipe
brutal :
® Sukar dikendalikan
® Kurang bertanggung jawab
®
Berkesadaran
rendah.[7]
C.
Pengertian kecerdasan (intelligence)
Banyak definisi tentang intelegensi yang telah
dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1)
Garret mengemukakan :
Intelligence,
includes at least the abilities demanded in the solution of problems which
require the comprehension and use the symbols.( intelegensi itu setidak-
tidaknya mencakup kemampuan yang diperlukan untuk memecahkan masalah- masalah
yang memerlukan pengertian serta menggunakan simbol- symbol ).[8]
2)
Bischof mengemukakan
:
Intelligence is
the ability to solve problems of all kinds ( intelegensi adalah kemampuan untuk
memecahkan segala jenis masalah).
3)
Terman mengemukaan :
Intelegensi
sebagai kemampuan untuk berpikir abstak.[9]
4)
Freeman
mengemukaan :
Intelegensi sebagai
kemampuan untuk belajar.[10]
Factor-faktor
yang mempengaruhi intelegensi seseorang :
1.
Pembawaan (hereditas)
2.
kematangan
3.
pembentukan
4.
minat dan pembawaan yang khas
5.
kebebasan
D.
Pengertian prestasi belajar
Pengertian Prestasi belajar adalah sebuah
kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata
prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum
pengertian prestasi belajar, ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada
masing-masing permasalahan terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih
jauh mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan
dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah
(1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan
kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di
atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun
intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat
dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja,
baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana
yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang
hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata
pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat
dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah
dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu
baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian
akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatanpenelitian
merupakan suatu teknik atau prosedur yang digunakan dalam proses pengumpulan
data. Pendekatan penelitian dapat pula diartikan sebagai keseluruhan cara atau
kegiatanyang dilakukan oleh peneliti mulai dari perumusan masalah sampai dengan
penarikan kesimpulan.
Dalam penelitian
ini akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang informasi atau data yang dikumpulkan tidak berwujud
angka-angka dan analisisnya berdasarkan prinsip logika. Metode pendekatan
kualitatif dalam penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk deskriptif. Dalam
penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa.
Penelitian
deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalis
setting). Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya
membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasi.
B. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini,subyek penelitian adalah, orang tua dan peserta
didik sendiri,bagaimana pola asuh orang
tua yang bisa mempengaruhi kecerdasan
dan prestasi belajar peserta didik.penelitian ini di peroleh dengan talaah buku
dan mengamati tingkah orang tua dan peserta didik.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan
(observasi), dan metode wawancara
(interview ), dan metode dokumentasi.Metode pengumpul data yang digunakan dalam
penelitian ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut :
a. Metode pengamatan (observasi)
Menurut S. Margono dalam Nurul Zuriah,observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian.[11]
b. Metode wawancara (interview )
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Wawancara ialah pengumpulan informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab lisan pula.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal- hal atau
variable yang berupa catatan ,transkrip, buku, surat kabar, majalah, prestasi,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.[12]
Dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi
tentang cara pola asuh orang tua kaitannya dengan pengaruh kecerdasan dan
prestasi belajar.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Faktor- faktor yang Mempengaruhi
perkembangan kecerdasan
Secara umum ada dua factor yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi, yaitu factor bawaan(hereditas) dan
factor lingkungan. Kedua factor ini, saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi.
a.
Faktor Bawaan (hereditas)
Sejak terjadinya konsepsi, individu telah membawa gen-
gen yang berasal dari ayah dan ibunya. Sebagian dari gen tersebut memiliki
sifat- sifat yang akan menentukan daya kerja intelektualnya.jadi secara
potensial individu telah membawa
kemungkinan apakah ia akan mempunyai kemampuan normal, di bawah normal,
atau di atas normal. Potensi ini akan berkembang atau terwujud secara optimal
apabila lingkungan member kesempatan untuk berkembang.[13]
b.
Faktor lingkungan
1. Lingkungan prenatal
Kondisi prenatal yang tidak baik, dapat menganggu
perkembangan individu. Malnutrisi dan kekurangan gizi yang dialami ibu selama
hamil, dapat mengakibatkan kerusakan otak pada janin(Hurlock,1996:41) yang
selanjutnyadapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah terutama dalam hal
ketidak mampuan membaca. Demikian juga tekanan yang ekstrim dan berlangsung
lama yang dialami ibu hamil dapat member efek negative pada kemampuan belajar,
mengingat, dan berpikir, akibatnya individu tidak dapat mengembangkan
intelektualnya sebagaimana mestinya (Hurlock,1996:45).
2. Lingkungan Pascanatal
Paling tidak ada dua unsure lingkungan yang sangat
penting perannya dalam mempengaruhi perkembangan intelektual individu setelah
lahir ke dunia, yaitu :
a) Keluarga
Setelah lahir ke dunia, keluarga merupkan tempat
pertama individu “mengenal dan mempelajari dunia”. Keluarga meupakan sumber
pengalaman dan informasi. Disamping itu, keluarga juga menjadi tumpuan anak
untuk memuaskan segala kebutuhan fisik maupun psikis. Gizi yang cukup sangat di
perlukan untuk membantu perkembangan otak sehingga daya kerja intelektualnya
akan maksimal.[14]
1.
Stimulasi
Untuk
menjadikan anak cerdas, faktor stimulasi menjadi sangat penting, baik yang
berkaitan dengan fisik maupun mental/emosi anak. Orang tua dapat memberikan
stimulasi sejak buah hatinya masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia
tumbuh besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang
berbeda-beda pada setiap tahap perkembangan. Contohnya ketika masih dalam
kandungan, stimulasi lebih diarahkan pada indra pendengaran menggunakan irama
musik dan tuturan ibu atau ayah. Setelah anak lahir, stimulasi ini diperluas
menjadi pada kelima indra maupun sensori-motoriknya. Begitu juga stimulasi
lainnya yang dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan kognisinya maupun
kemampuan lain.
Secara mental orang tua juga menstimulasi anak dengan menciptakan rasa aman dan nyaman sejak masa bayi. Caranya? Dengan mencurahkan kasih sayang, menumbuhkan empati dan afeksi, disamping memberi stimulasi dengan menanamkan nilai-nilai moral dan kebajikan secara konkret. Stimulasi yang diberikan secara efektif jelas dapat membuat potensi kecerdasan anak mencapai titik maksimal.
Secara mental orang tua juga menstimulasi anak dengan menciptakan rasa aman dan nyaman sejak masa bayi. Caranya? Dengan mencurahkan kasih sayang, menumbuhkan empati dan afeksi, disamping memberi stimulasi dengan menanamkan nilai-nilai moral dan kebajikan secara konkret. Stimulasi yang diberikan secara efektif jelas dapat membuat potensi kecerdasan anak mencapai titik maksimal.
2.
Pola asuh
Pola asuh orang tua yang penuh kasih sayang
diyakini dapat meningkatkan potensi kecerdasan si anak. Sebaliknya, tidak
adanya pola asuh hanya akan membuat anak bingung, stres, dan trauma yang
berbuntut masalah pada emosi anak. Dampaknya, apa pun yang dikerjakannya tidak
akan pernah membuahkan hasil maksimal.[15]
b) Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang member tanggung
jawab untuk meningkatkan perkembangan anak
dan perkembangan intelektualnya,dengan menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai.
B. Perkembangan
Intelegensi di tinjau dari factor lingkungan :
a. Perkembangan
Intelegensi bayi
Sejak tahun pertama dari usia anak, fungsi
intelegensi sudah mulai tampak dalam tingkah lakunya, misalnya dalam tingkah
laku motorik dan bicara. Anak yang cerdas menunjukkan gerakan-gerakan yang
lancer, serasi, dan koordinasi, sedangkan anak yang kurang cerdas,
gerakan-gerakannya kaku dan kurang terkoordinasi, anak yang cerdas cepat pula
perkembangan bahasanya. Dalam hal ini, peran orang tua sangat menentukan proses
perkembangan intelegensi Bayi. Karena walaupun bayi belum sepenuhnya bisa
menyerap apa yang diperlihatkan orang tuanya. Tetapi kemampuan pengenalan
bahasa dasar seperi kata mama dan papa akan mengukuhkan pengenalan orang tua
sebagai pelindungnya.
b.
Perkembangan Inteligensi Masa Pra sekolah
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode pre operasional yaitu tahapan anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau simbolik function, yakni kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan mengguanakan symbol (kata-kata, gesture atau gerak tubuh dan benda). Dapat juga dikatakan sebagi semiotic function, kemampuan untuk menggunakan symbol-simbol dalam melambangkan suatu kegiatan.
Orang tua masih sebagai factor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan inteligensinya. Ketika anak diperkenalkan berbagai jenis permainan yang bersifat ruang dan bentuk dengan pendampingan orang tua. Permainan tersebut akan mengenalkan anak dengan berbagai bentuk yang ada di sekitarnya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode pre operasional yaitu tahapan anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau simbolik function, yakni kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan mengguanakan symbol (kata-kata, gesture atau gerak tubuh dan benda). Dapat juga dikatakan sebagi semiotic function, kemampuan untuk menggunakan symbol-simbol dalam melambangkan suatu kegiatan.
Orang tua masih sebagai factor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan inteligensinya. Ketika anak diperkenalkan berbagai jenis permainan yang bersifat ruang dan bentuk dengan pendampingan orang tua. Permainan tersebut akan mengenalkan anak dengan berbagai bentuk yang ada di sekitarnya.
c.
Perkembangan Inteligensi Anak Pada Masa Sekolah
Pada Masa ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif.
Faktor lingkungan yang berpengaruh pada masa ini, adalah lembaga pendidikan formal tempat anak belajar. Disanalah anak akan diperkenalkan dengan kegiatan membaca, menulis dan berhitung yang akan meningkatkan kapasitas inteligensinya. Dengan kegiatan membaca, lebih banyak kosa kata yang diterima anak dan pemahaman kalimat yang merupakan bentuk asosiasi kata. Begitu juga dengan kemampuan menulis. Kegiatan berhitung juga mengembangkan kemampuan numeriknya.
Pada Masa ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif.
Faktor lingkungan yang berpengaruh pada masa ini, adalah lembaga pendidikan formal tempat anak belajar. Disanalah anak akan diperkenalkan dengan kegiatan membaca, menulis dan berhitung yang akan meningkatkan kapasitas inteligensinya. Dengan kegiatan membaca, lebih banyak kosa kata yang diterima anak dan pemahaman kalimat yang merupakan bentuk asosiasi kata. Begitu juga dengan kemampuan menulis. Kegiatan berhitung juga mengembangkan kemampuan numeriknya.
d.
Perkembangan Inteligensi Pada Masa Remaja dan
Dewasa
Perkembangan intelektual pada masa ini meupakan lanjutan dari masa sekolah. Pada masa remaja dan selanjutnya perkembangan inteligensi lebih ditekankan pada proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya. Faktor lingkungan yang berpengaruh selain sekolah dan orang tua. Perbedaannya pada masa dewasa tingkat kompleksitas dan kerumitan masalah yang dihadapi jauh lebih tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah jenjang pendidikan dan lingkungan kerjanya.
Perkembangan intelektual pada masa ini meupakan lanjutan dari masa sekolah. Pada masa remaja dan selanjutnya perkembangan inteligensi lebih ditekankan pada proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya. Faktor lingkungan yang berpengaruh selain sekolah dan orang tua. Perbedaannya pada masa dewasa tingkat kompleksitas dan kerumitan masalah yang dihadapi jauh lebih tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah jenjang pendidikan dan lingkungan kerjanya.
C.
Bentuk Pola Asuh
Macam
– macam Pola Asuh Orang Tua
Menurut
Baumrind,(dikutip oleh Wawan Junaidi,2010), terdapat 4 macam pola asuh orang
tua :
1.
Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang
melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat.
2.
Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini
cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi
dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah,
menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua,
maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga
tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang
tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai
anaknya.
3.
Pola asuh Permisif
Pola asuh ini
memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung
tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini
biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.
Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe
ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada
anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka,
seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka.
Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada
ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan
perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Dampak atau
pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak – anak menurut Baumrind, (dikutip
oleh Ira, 2006) adalah:
a.
Pola asuh demokratis akan menghasilkan
karakteristik anak - anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai
hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap
hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain.
b.
Pola asuh otoriter akan menghasilkan
karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
c.
Pola asuh permisif akan menghasilkan
karakteristik anak-anak yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial.
d. Pola asuh
penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, kurang
bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri yang rendah, sering bolos dan
bermasalah dengan teman.
Faktor – faktor
yang mempengaruhi pola asuh :
Setiap orang
mempunyai sejarah sendiri – sendiri dan latar belakang yang seringkali sangat jauh
berbeda. Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda
terhadap anak. Menurut Maccoby & Mc loby ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:
1.
Sosial ekonomi
2.
Lingkungan sosial berkaitan dengan pola
hubungan sosial atau pergaulan yang dibentuk oleh orang tua maupun anak dengan
lingkungan sekitarnya. Anak yang sosial ekonaminya rendah cenderung tidak
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau bahkan tidak pernah
mengenal bangku pendidikan sama sekali karena terkendala oleh status ekonomi.
3.
Pendidikan: Pendidikan berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa
agar ia menjadi dewasa. Latar belakang pendidikan orang tua dapat mempengaruhi
pola pikir orang tua baik formal maupun non formal kemudian juga berpengaruh
pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya.
4.
Nilai-nilai agama yang dianut orang tua: Nilai
– nilai agama juga menjadi salah satu hal yang penting yang ditanamkan orang
tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga lembaga keagamaan
juga turut berperan didalamnya.
5.
Kepribadian: Dalam mengasuh anak orang tua
bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja,
melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak (Riyanto, 2002).
Pendapat tersebut merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan
bertumpu pada peserta didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam
membangun sistem pendidikan. Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang
kurang baik, berarti mereka sudah tidak menunjukkan niat belajar yang
sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan menjadi masalah di dalam
mencapai keberhasilan belajarnya.
6.
Jumlah anak: Jumlah anak yang dimiliki keluarga
akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah
anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu
menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena perhatian dan waktunya
terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya, (Okta Sofia, 2009).
D.
Usaha Orang Tua dalam Meningkatkan Kecerdasan Anak
a.
Orang tua diharapkan memberi stimulasi mental
yang cukup merangsang dan memuaskan dorongan keingintahuan anak.
b.
Memberikan dorongan, semangat, serta
meningkatkan perasaan mampu anak.
c.
Menyediakan sarana dan prasarana belajar yang
memadai.
d.
Menciptakan situasi rumah yang kondusif untuk
belajar.
e.
Memberikan gizi yang cukup.[16]
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab diatas, penulis
menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua itu berpengaruh terhadap kecerdasan dan
prestasi anak didik, karena orang tua adalah orang yang menjadi keluarga
pertama bagi anak, juga sebagai contoh dan figure bagi anak,dalam realita yang
ada sikap otoriter orang tua bisa menjadikan
anak memjadi pembangkang,namun ketika orang tua dalam mengasuh anak
bersifat demokrasi,anak menjadi lebih terbuka dan hangat. Itulah mengapa
penting bagi orantg tua untuk mendidik anak dengan pola asuh yang baik untuk
anak,agar anak bisa menjadi pribadi yang baik ,berkarakter,berintelegensi dan
berprestasi.
B. Saran
Beberapa saran yang sekiranya dapat dijadikan
bahan introspeksi diri agar dapat menjadi orang tua yang sukses dalam mendidik
anak-anaknya kelak, yaitu :
1. Hendaknya orang tua tidak egois, yaitu
menganggap bahwa dirinya saja yang paling benar, karena pada prinsipnya setiap
anak juga ingin mengekspresikan dirinya dengan gaya dan caranya sendiri.
2. Hendaknya orang tua lebih bijaksana kepada
anak serta mampu memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anaknya.
3. Hendaknya orang tua lebih memahami nilai-nilai
dan norma-norma kehidupan dan mengajarkan hal tersebut dengan sosialisasi yang
baik kepada anaknya.
4. Karena orang tua adalah tempat curahan hati
seorang anak, maka jadilah orang tua yang mampu dijadikan sandaran yang baik
bagi anak.
5. Pilihlah pola asuh anak yang baik agar anak
yang diasuh dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berkarakteristik
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono,M,Drs,2009,
Psikologi Pendidikan,Jakarta:Rineka Cipta
Daradjat,Zakiah,DR,dkk,2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi
Aksara
Khoiri,Nur,M.Ag,
2012, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jepara: Insnu
Soeparwoto,Drs,dkk,
2007, Psikologi Perkembangan, Semarang: UPT Unnes Press
Sugihartono
,dkk,2007, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press
Sumantri,Mukyani,dkk,2008,Perkembangan
Peserta Didik, Jakarta:Universitas Terbuka
tp://dinarpratama.files.wordpress.com/2011/01/ppt-psikologi-perkembangan.ppt
ttp://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah06309-01.htm
[1] DR. Zakiah
Darajat, dkk.Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :Bumi
Aksara,2009),cet.8,hal. 35.
[2] Mulyani
sumantri,Nana Syaodih,Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta :Universitas
Terbuka, 2008 ),cet.17, hal. 1.5.
[3] Drs. M.
Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta :Rineka Cipta,2009),cet. 5,hal.
182-183.
[5] Ibid,hal.61.
[6] http://dinarpratama.files.wordpress.com/2011/01/ppt-psikologi-perkembangan.ppt
[7] Drs.M.
Dalyono,Psikologi Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta,2009),cet.5,hal.100-101.
[8] Ibid,hal.183.
[9] Sugihartono,
dkk, Psikologi Pendidikan, (Jogjakarta :
UNY Press,2007 ),hal. 16
[10] Ibid, hal 16
[11] Nur
Khoiri,M.Ag,Metode Penelitian Pendidikan,(Jepara :INISNU,2012 ),hal.
LXIV
[12] Ibid,hal.
LXIII
[13]
Drs.Soeparwoto,dkk, Psikologi Perkembangan,(Semarang: Upt UNNESS
Press,20007),cet.5 hal. 89.
[14] Ibid,hal. 89.
[16]
Drs.Soeparwoto,dkk, Psikologi Perkembangan,(Semarang: Upt UNNESS
Press,20007),cet.5 hal. 90.
No comments:
Post a Comment