My Love
Aku
masih betah berlama- lama di depan jendela, mengamati gerak- geriknya
yang begitu lincah. Kerudung biru panjang yang tergerai membalut
kepalanya membuatku makin menyukainya. Apalagi ketika ku
melihat senyumnya, itu adalah senyum termanis yang perah ku lihat. Dia
begitu special dan menjadi yang teristimewa Karena begitu melihatnya aku
langsung menyukainya, tak pernah kusangka aku menyukainya dalam
pandangan pertama, dia seperti magic yang bisa menarik orang lain untuk
menyukainya, tapi aku pribadi yang tidak peduli, yang ku tahu aku
menyukainya, it’s enough for me.
“ Cuma dilihatin aja Ren? Kapan kamu mau nyamperin? Entar keburu diembat orang, kamu baru menyesal”
Fandi tiba- tiba mengagetkan kesenangan ku. Aku masih diam dan tidak
merespon ucapannya, sudah berpuluh- puluh kali dia mengucapkan hal yang
sama, aku sampai bosan mendengarnya. Dia mengganggu saja, aku sedang
asik mengamati Fara, melihat apa yang sedang dilakukan nya hari ini,
tapi sekarang Fara sudah pergi, entah kemana dia mau pergi yang jelas
dia sangat manis denga sweaternya itu.
Famdi kembali
berulah, dia tiba –tiba mengambil puisi yang baru saja selesai kubuat.
Dia memang sangat usil dan reseh dan selalu ingin tahu urusan orang
lain. Buru- buru aku merebut kertas itu, tapi dasar sial aku gagal, dan
itu cukup membuat Fandi senang. Dia mengacung- acungkan kertas itu
dengan senyum kemenangan.
Hati ku ini benar- benar telah jadi milik mu
Kau telah mencurinya sejak pertama kau
Muncul dihadapan ku
Kini aku terus saja memikirkan mu
Padangan ku tak pernah lepas dari mu
Andai aku bisa ingin aku katakana
I love u
Membiarkan diri ku tuk mendekati mu
Inginku disamping mu
Untuk bisa menjadi sandaran mu
Menjadi bagian dari diri mu
Dan bisa slalu di samping mu
Melindungi dan membahagiakan mu
Fandi membacanya dengan gaya yang dibuat- buat, kemudian dia tertawa tepingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.
“ Gila kamu Ren, ternyata kamu puitis juga” Fandi masih tertawa.
“ Brisik “ Aku memelototi Fandi aku berusaha merebutnya kembali, tapi dengan gesit Fandi menghindarinya.
“Sabar bro, menurut ku lebih baik kamu memberikan puisi ini saja pada Fara, biar dia tahu yang sebenarnya”
“ Tidak akan “ Tolak ku, akhirnya aku berhasil mengambil kertas itu
“ Ah, Kau ini bagaimana katanya suka, tapi buat mengakuinya kamu tidak berani,”
“ Terserah apa yang kau katakana, aku tidak peduli”
Entahlah sampai saat ini aku belum ada keberania untuk mengakuinya, tapi aku yakin waktu itu akan segera tiba, walaupun tidak sekarang
“ Trus sampai kapan kamu kayak gini Ren? “ Fandi bertanya.
“ Entahlah, aku juga tidak tahu “
Fandi
menyerah, mungkin dia berpikir kalau aku orang aneh. Aku tidak peduli
dengan pendapat orang lain. Ini adalah hidupku, terserah jalan apa yang
aku pilih.
“ Baiklah, tapi kalau kamu sudah berubah
pikiran beritahu aku, aku pasti akan membantu mu” Fandi tersenyum tulus.
Aku mengangguk mengiyakan saja.
Tiba- tiba pandangan
ku menangkap sosok Fara yang sedang bersenandung ria, dia kelihatan
sanngat bahagia. Tanpa sadar aku jadi tersenyum sendiri. Aku semakin
mengaguminya, dia memiliki kepribadian yang tak kalah cantik dengan
parasnya. Andai aku bisa menggapainya pasti akan ku jaga layaknya sang
putrid raja.
Walaupun hampir setiap hari aku
melihatnya, aku tidak pernah bosan. Pagi ini pun seperti pagi hari yang
sebelumnya, aku melihat fara yang sudah bersiap untuk berangat sekolah.
“ Masih melihatnya ? ayo Ren , keburu siang nih” Fandi mengingatkan.
Aku
langsung mengiyakan ajakan Fandi, karena hari ini kami ada kuliah pagi.
Hari ini sepertinya aku akan sibuk sekali. Tapi aku harap masih ada
kesempatan untuk melihat sang pujaaan hati.
“ aku
tidak mengerti denga mu Ren, kamu cakep , banyak mahasiswi yang suka
kamu, kamu tinggal memilih, tapi kamu malah suka dengan Fara yang tidak
pernah tahu kalau kamu suka dia , gila kamu Ren” fandi berkomentar
panjang lebar.
“ Itulah cinta “ Aku tersenyum penuh arti.
“ What do u mean?”
“ Ketika saatnya tiba kamu akan mengerti sendiri nanti “ aku kembali tersenyum.
“ Dasar selalu saja membuat ku penasaran” Lagi- lagi aku hanya tersenyum mendengar ocehaannya.
Aku
menghela napas panjang, akhirnya pekerjaan ku akan segera selesai,
rasanya lega sekali. Karena denga begitu aku bisa pulang secepat
mungkin. Aku sudah tidak sabar untuk bisa sampai dirumah, bayangan Fara
sudah menari- nari dalam benak ku, apa yang sedang dilakukannya
sekarang? Biasanya dia sudah pulang sekolah. Hari ini aku memang pulang
kuliah agak sorean.
Dibenak ku sekarang ini dipenuhu
baying- baying Fara, bahkan aku berpikir disamping ku ini adalah Fara,
aku segera menepisnya, tidak mungki dia duduk satu bangku
di bus yang sama dengan ku. Tapi ketika kuperhatika dengan seksama benar
itu adalah Fara. Oh My God ! sekarang aku bisa melihatnya dengan sangat
jelas. Aku sangat beruntung, rasa lelah ku seolah hilang seketika. Aku
yang tadinya ingin segera pulang, malah kini berharap untuk lebih lama
disini, ku berharap kami melewati jalan yang tidak berujung..
“ Kelihatanya kamu senang sekali, ada kejadian apa nih?”
Fandi penasaran. Teman sekamar dan sekaligus sahabatku ini memang tidak perah bosan untuk menginterograsiku.
“ Trus kamu ajak ngobrol nggak?”
“ Ya tidaklah, dia kan bersama temannya”
“ Aduh, payah ! padah sudah ada kesempatan datang” Fandi mengejek.
Sekarang
aku kembali ketempat favoritku, disanalah semua inspirasiku aku
temukan. Dan disana pula aku bisa slalu mengamati pola tingkah Fara,
semua yang dia lakukan bisa terekam oleh pandangan ku, karena rumahnya
tepat dihadapan kos ku. Yang paling aku nikmati ketika aku melihat senyumnya terlihat tanpa beban dan begitu ceria.
Kupejamkan
mata membayangkan semua tingkah pola Fara yang pernah terekam
dibenakku, aku seperti memutar ulang video memori masalalu, tapi aku
sangat menkmatinya. Karena dengan melakukan itu aku seperti sutradara
yang bebas mengatur semua lamunanku. Senyum mengembang diwajahku, namun
ketika semua terasa lebih jelas, mataku benar- benar sudah terkatup
rapat, bayangan itu hilang. Tiba- tiba sebuah tepukan hangat mengagetkan
aku, ternyata aku telah tertidur.
“ Ya ampun Ren,
kalau mau tidur dikasur gih, ngapain disini, lagi pula cewek pujaan kamu
itu sudah pergi dari tadi” seloroh Fandi.
Aku
mengecek ucapan Fandi, ternyata dia benar. Fara sudah tidak berpijak di
tempat yang sama sebelum aku tertidur, tempat itu kosong, hanya tinggal
semilir angin yang menyusup masuk ke ubun-ubun, dingin sekali.
“ Kamu itu kayak kurang kerjaan aja Ren” sungut Fandi.
Dia
mengomeli aku seperti biasa, aku hanya mengangkat bahu dan meninggalkan
Fandi. Aku sudah kebal dengan omelannya. Kubiarkan saja dia terus
berbicara kalau lelah juga berhenti sendiri.
Aku
menghela napas panjang, aku sudah lama menunggunya keluar. Tapi sedari
tadi tidak ada tanda- tanda kalau dia ada di rumah. Walaupun aku terus
menanti Fara tidak juga menampakkan batang hidungnya.sebenarnya dia ada
dimana, padahal saat ini aku sangat aku sangat merindukannya, aku ingin
melihat tawa cerianya. Tapi dia menghilang begitu saja. Aku jadi takut
kalau- kalau aku tidak lagi bisa melihatnya.
“Bagaimna Ren, kamu masih menunggu saja, aku jamin dia tidak akan muncul, tunggu saja sampai kesemutan” Fandi mengolok- olok.
“ Aku kan pernah bilang, kamu jujur saja, sekarang orangnya sudah pergi baru menyesal” Fandi meneruskan ucapaannya.
“ Dari tadi kamu berisik sekali, sebenarnya kamu tahu tidak kemana perginya Fara?” Tanya ku penasaran.
“ Mana aku tahu, aku kan bukan bonyok nya” Fandi tertawa kecil dan meninggalkan aku.
Dia
benar- benar menyebalkan, aku bisa menebak dia pasti ingin membalas
ulah ku. Payah, sekaarang aku tidak tahu harus melakukan ap, seseorang
yang ku sukai telah pergi. Mungkin Fandi benar, aku harus jujur dengan
peraaan ku, tapi sepertinya aku sudah terlambat. Inilah penyesalan,
selalu dating terlambat.
“ Nih baca, siapa tahu bisa membantu “ Fandi memberikan sebuah buku di hadapanku. Aku menatap Fandi meminta penjelasan.
“ Disana ada jurua jitu untuk menembak cewek” Fandi menerangkan.
“ Untuk apa Fan? Fara sudah pergi “ Ucap ku lemah
Tapi Fandi malah tertawa , aku tidak mengerti sebenarnya dia menertawakan apa, bukannya prihatin dengan nasib ku.
“ Ya ampn Ren, kamu pikir Fara kemana? Pindah? Ya nggak mungkin lah, dia itu Cuma camping “ Fandi kembali tertawa lebar.
Ternyata
dia telah mengerjaiku, benar saja selang beberapa menit kemudian aku
melihat sosok Fara yang pulang dengan tas ranselnya, dia terlihat lelah
namun nanpak senang.
Aku memutuskan untuk jalan-
jalan keluar. Di kamar terus membiaku bosan. Padahal inilah rutinitas
yang selalu aku kerjakan. Mungkin dari sekarang harus ada perubahan. Aku
berjalan terus tanpa tahu tujuan pasti yang ku tuju, aku hanya
mengikuti kata hati ku, mengikuti jalan setapak yang nampak tidak
berujung. Aku terus berjalan sampai aku mendengar seseorang memanggil
nama ku, memanggil dengan suara khas yang sangat aku kenal. Aku hamper
tidak percaya ketika kupalingkan wajah dan melihat orang yang baru saja
memanggilku.
“ Sendirian saja, Fandi mana? “ Fara
tersenyum manis banget. Aku diam terpaku, tapi dengan cepat aku bisa
menguasai diri. Tidak kusangka aku akan bertemu dengannya.
“ Entahlah, akhir- akhir ini Fandi memang sangat sibuk “ jawabku sekenanya.
“
Berarti hari ini kamu nggak sibuk dong, buktinya ada disini, biasanya
aku Cuma melihat Fandi dan teman- temannya yang berada disini”
“ Benarkah ?’ aku bertanya seperti orang bodoh. Fara hanya menganggukkan kepala.
“ Aku tidak pernah lho, melihatmu di sekitar sini, sibuk banget ya? Jadi bener dong yang diceritain Fandi” Fara melanjutkan ucapannya sebelum aku sempat menjawab.
“ Fandi cerita apa saja “
“
Banyak banget, katanya kamu itu pandai banget kalau masalah tulis
menulis, bahkan sudah sering di muat dimajalah lokal iyakan,, lumayan
kutu buku tapi malah pengetahuan nya luas kan? Pasti punya banyak
koleksi buku, Juga pandai banget membuat puisi,, iya kan?”
“Kapan-
kapan boleh dong pinjam buku dan diajarin cara membuat puisi yang
benar,?” Fara berucap dengan antusias. Aku hanyan tersenyum
mendengarnya, dan mangangguk mengiyakan permintaan Fara.
Aku
menyandarkan diri ku di dekat jendela seperti biasa, padangan ku dengan
lincah mengikuti setiap langkah Fara. Semakin hari, dia semakin manis
saja. Dan rasa suka ku padanya seolah semakin membuncah. Entah sampai
kapan gejolak ini mengalir di dada, karena aku sendiri tidak bisa mencegahnya.
“ Hei, sedang ngapain?” teriak Fara mengagetkan ku
“ Memikirkan mu “ ucap ku, tapi hanya dalam hati. Aku belum punya keberanian untuk mengatakan rasa ini padanya.
“
Daren, kok melamun lagi ayo cepat turun” Fara berteriak sekali lagi.
Aku bergegas menyusulnya kebawah. Aku memang sudah berjanji membantunya
untuk tugas bahasa Indonesia yang dimilikinya, juga meminjamkan beberapa
buku panduan untuknnya. Aku senang karena kami memilki kesenangan yang
sama yaitu sama- sama suka menulis, itu menjadikan kami cepat akrab dan
tidak kehabisan bahan pembicaraan
“ Maaf ya sudah menunggu lama “ kami pun memulai mengerjakan tugas bersama.
Keesokan harinya entah mendapat keberanian dari mana aku mengajak Fara keeluar dengan alasan mendiskusikan tugas yang kemarin belum
selesai, padahal terbesit dalam benak ku agar Fara tahu perasaan yanh
telah lama aku simpan ini sejak dulu. Untung Fara menerima ajakan ku
dengan senang hati. Jadi rencana ku tidak ada masalah.
Sekarang aku menarik napas dalam mengumpulkan keberanian yang tersisa. Aku harus mengatakannya.
“
Entahlah darimana aku harus memulainya yang pasti begitu aku manangkap
tatapan mata mu, hatiku langsung terparti disana. Dan senyum mu membuat
ku terus membayangkan mu dan saat ini aku ingin jujur bahwa aku sangat
mencintai mu” Aku berucap dengan terbata- bata.
Aku senang melihat Fara yang sangat antusias menyambutnya, dia tersenyum manis sekali dan aku sangat senang melihat kebahagiaab itu dan menikmati esensi itu sepuanya, melihatnya tertawa bebas dan bercanda dengan kakaknya, membuatku tersadar akan manifestasi akan cinta dan kasih sayang yang sebenarnya.
“
Cintaku ini belum sempurna, namun pasti akan ku sempurnakan dengan
seiring waktu. Cinta ku tidak akan berubah walau kau tinggalkan aku” Ku
lanjutkan bait kata yang pada akhirnya hanya ku ucapkan dalam hati.
Cinta
ku pada Fara tidak hanya untuk memiliki, selamanya dia hanyalah milik
Sang Ilahi. Aku akan mencintainya dengan cara ku sendiri.
Srobyong , 8 januari 2008
Kazuhana El Ratna Mida
No comments:
Post a Comment