Thursday 26 June 2014

My Love

My Love

Aku masih betah berlama- lama di depan jendela, mengamati gerak- geriknya yang begitu lincah. Kerudung biru panjang yang tergerai membalut kepalanya  membuatku makin menyukainya. Apalagi ketika ku melihat senyumnya, itu adalah senyum termanis yang perah ku lihat. Dia begitu special dan menjadi yang teristimewa Karena begitu melihatnya aku langsung menyukainya, tak pernah kusangka aku menyukainya dalam pandangan pertama, dia seperti magic yang bisa menarik orang lain untuk menyukainya, tapi aku pribadi yang tidak peduli, yang ku tahu aku menyukainya, it’s enough for  me.
“ Cuma dilihatin aja Ren? Kapan kamu mau nyamperin? Entar keburu diembat orang, kamu baru  menyesal” Fandi tiba- tiba mengagetkan kesenangan ku. Aku masih diam dan tidak merespon ucapannya, sudah berpuluh- puluh kali dia mengucapkan hal yang sama, aku sampai bosan mendengarnya. Dia mengganggu saja, aku sedang asik mengamati Fara, melihat apa yang sedang dilakukan nya hari ini, tapi sekarang Fara sudah pergi, entah kemana dia mau pergi yang jelas dia sangat manis denga sweaternya itu.
Famdi kembali berulah, dia tiba –tiba mengambil puisi yang baru saja selesai kubuat. Dia memang sangat usil dan reseh dan selalu ingin tahu urusan orang lain. Buru- buru aku merebut kertas itu, tapi dasar sial aku gagal, dan itu cukup membuat Fandi senang. Dia mengacung- acungkan kertas itu dengan senyum kemenangan.
Hati ku ini benar- benar telah jadi milik mu
Kau telah mencurinya sejak pertama kau
Muncul dihadapan ku
Kini aku terus saja memikirkan mu
Padangan ku tak pernah lepas dari mu
Andai aku bisa ingin aku katakana
I love u
Membiarkan diri ku tuk mendekati mu
Inginku disamping mu
Untuk bisa menjadi sandaran mu
Menjadi bagian dari diri mu
Dan bisa slalu di samping mu
Melindungi dan membahagiakan mu
Fandi membacanya dengan gaya yang dibuat- buat, kemudian dia tertawa tepingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.
“ Gila kamu Ren, ternyata kamu puitis juga” Fandi masih tertawa.
“ Brisik “ Aku memelototi Fandi aku berusaha merebutnya kembali, tapi dengan gesit Fandi menghindarinya.
“Sabar bro, menurut ku lebih baik kamu memberikan puisi ini saja pada Fara, biar dia tahu yang sebenarnya”
“ Tidak akan “ Tolak ku, akhirnya aku berhasil mengambil kertas itu
“ Ah, Kau ini bagaimana  katanya suka, tapi buat mengakuinya  kamu tidak berani,”
“ Terserah apa yang kau katakana, aku tidak peduli”
Entahlah sampai saat ini aku belum ada  keberania untuk mengakuinya, tapi aku yakin waktu itu akan segera tiba, walaupun tidak sekarang
“ Trus sampai kapan kamu kayak gini Ren? “ Fandi bertanya.
“ Entahlah, aku juga tidak tahu “
Fandi menyerah, mungkin dia berpikir kalau aku orang aneh. Aku tidak peduli dengan pendapat orang lain. Ini adalah hidupku, terserah jalan apa yang aku pilih.
“ Baiklah, tapi kalau kamu sudah berubah pikiran beritahu aku, aku pasti akan membantu mu” Fandi tersenyum tulus. Aku mengangguk mengiyakan saja.
Tiba- tiba pandangan ku menangkap sosok Fara yang sedang bersenandung ria, dia kelihatan sanngat bahagia. Tanpa sadar aku jadi tersenyum sendiri. Aku semakin mengaguminya, dia memiliki kepribadian yang tak kalah cantik dengan parasnya. Andai aku bisa menggapainya pasti akan ku jaga layaknya sang putrid raja.
Walaupun hampir setiap hari aku melihatnya, aku tidak pernah bosan. Pagi ini pun seperti pagi hari yang sebelumnya, aku melihat fara yang sudah bersiap untuk berangat sekolah.
“ Masih melihatnya ? ayo Ren , keburu siang nih” Fandi mengingatkan.
Aku langsung mengiyakan ajakan Fandi, karena hari ini kami ada kuliah pagi. Hari ini sepertinya aku akan sibuk sekali. Tapi aku harap masih ada kesempatan untuk melihat sang pujaaan hati.
“ aku tidak mengerti denga mu Ren, kamu cakep , banyak mahasiswi yang suka kamu, kamu tinggal memilih, tapi kamu malah suka dengan Fara yang tidak pernah tahu kalau kamu suka dia , gila kamu Ren” fandi berkomentar panjang lebar.
“ Itulah cinta “ Aku tersenyum penuh arti.
“ What do u mean?”
“ Ketika saatnya tiba kamu akan mengerti sendiri nanti “ aku kembali tersenyum.
“ Dasar selalu saja membuat ku penasaran” Lagi- lagi aku hanya tersenyum mendengar ocehaannya.
Aku menghela napas panjang, akhirnya pekerjaan ku akan segera selesai, rasanya lega sekali. Karena denga begitu aku bisa pulang secepat mungkin. Aku sudah tidak sabar untuk bisa sampai dirumah, bayangan Fara sudah menari- nari dalam benak ku, apa yang sedang dilakukannya sekarang? Biasanya dia sudah pulang sekolah. Hari ini aku memang pulang kuliah agak sorean.
Dibenak ku sekarang ini dipenuhu baying- baying Fara, bahkan aku berpikir disamping ku ini adalah Fara, aku segera menepisnya, tidak mungki  dia duduk satu bangku di bus yang sama dengan ku. Tapi ketika kuperhatika dengan seksama benar itu adalah Fara. Oh My God ! sekarang aku bisa melihatnya dengan sangat jelas. Aku sangat beruntung, rasa lelah ku seolah hilang seketika. Aku yang tadinya ingin segera pulang, malah kini berharap untuk lebih lama disini, ku berharap kami melewati jalan yang tidak berujung..
“ Kelihatanya kamu senang sekali, ada kejadian apa nih?”
Fandi penasaran. Teman sekamar dan sekaligus sahabatku ini memang tidak perah bosan untuk menginterograsiku.
“ Trus kamu ajak ngobrol  nggak?”
“ Ya tidaklah, dia kan bersama temannya”
“ Aduh, payah ! padah sudah ada kesempatan datang” Fandi mengejek.
Sekarang aku kembali ketempat favoritku, disanalah semua inspirasiku aku temukan. Dan disana pula aku bisa slalu mengamati pola tingkah Fara, semua yang dia lakukan bisa terekam oleh pandangan ku, karena rumahnya tepat  dihadapan kos ku. Yang paling aku nikmati ketika aku melihat senyumnya terlihat tanpa beban dan begitu ceria.
Kupejamkan mata membayangkan semua tingkah pola Fara yang pernah terekam dibenakku, aku seperti memutar ulang video memori masalalu, tapi aku sangat menkmatinya. Karena dengan melakukan itu aku seperti sutradara yang bebas mengatur semua lamunanku. Senyum mengembang diwajahku, namun ketika semua terasa lebih jelas, mataku benar- benar sudah terkatup rapat, bayangan itu hilang. Tiba- tiba sebuah tepukan hangat mengagetkan aku, ternyata aku telah tertidur.
“ Ya ampun Ren, kalau mau tidur dikasur gih, ngapain disini, lagi pula cewek pujaan kamu itu sudah pergi dari tadi” seloroh Fandi.
Aku mengecek ucapan Fandi, ternyata dia benar. Fara sudah tidak berpijak di tempat yang sama sebelum aku tertidur, tempat itu kosong, hanya tinggal semilir angin yang menyusup masuk ke ubun-ubun, dingin sekali.
“ Kamu itu kayak kurang kerjaan aja Ren” sungut Fandi.
 Dia mengomeli aku seperti biasa, aku hanya mengangkat bahu dan meninggalkan Fandi. Aku sudah kebal dengan omelannya. Kubiarkan saja dia terus berbicara kalau lelah juga berhenti sendiri.
Aku menghela napas panjang, aku sudah lama menunggunya keluar. Tapi sedari tadi tidak ada tanda- tanda kalau dia ada di rumah. Walaupun aku terus menanti Fara tidak juga menampakkan batang hidungnya.sebenarnya dia ada dimana, padahal saat ini aku sangat aku sangat merindukannya, aku ingin melihat tawa cerianya. Tapi dia menghilang begitu saja. Aku jadi takut kalau- kalau aku tidak lagi bisa melihatnya.
“Bagaimna Ren, kamu masih menunggu saja, aku jamin dia tidak akan muncul, tunggu saja sampai kesemutan” Fandi mengolok- olok.
“ Aku kan pernah bilang, kamu jujur saja, sekarang orangnya sudah pergi baru menyesal” Fandi meneruskan ucapaannya.
“ Dari tadi kamu berisik sekali, sebenarnya kamu tahu tidak kemana perginya Fara?” Tanya ku penasaran.
“ Mana aku tahu, aku kan bukan bonyok nya” Fandi tertawa kecil dan meninggalkan aku.
Dia benar- benar menyebalkan, aku bisa menebak dia pasti ingin membalas ulah ku. Payah, sekaarang aku tidak tahu harus melakukan ap, seseorang yang ku sukai telah pergi. Mungkin Fandi benar, aku harus jujur dengan peraaan ku, tapi sepertinya aku sudah terlambat. Inilah penyesalan, selalu dating terlambat.
“ Nih baca, siapa tahu bisa membantu “ Fandi memberikan sebuah buku di hadapanku. Aku menatap Fandi meminta penjelasan.
“ Disana ada jurua jitu untuk menembak cewek” Fandi menerangkan.
“ Untuk apa Fan? Fara sudah pergi “ Ucap ku lemah
Tapi Fandi malah tertawa , aku tidak mengerti sebenarnya dia menertawakan apa, bukannya prihatin dengan nasib ku.
“ Ya ampn Ren, kamu pikir Fara kemana? Pindah? Ya nggak mungkin lah, dia itu Cuma camping “ Fandi kembali tertawa lebar.
Ternyata dia telah mengerjaiku, benar saja selang beberapa menit kemudian aku melihat sosok Fara yang pulang dengan tas ranselnya, dia terlihat lelah namun nanpak senang.
Aku memutuskan untuk jalan- jalan keluar. Di kamar terus membiaku bosan. Padahal inilah rutinitas yang selalu aku kerjakan. Mungkin dari sekarang harus ada perubahan. Aku berjalan terus tanpa tahu tujuan pasti yang ku tuju, aku hanya mengikuti kata hati ku, mengikuti jalan setapak yang nampak tidak berujung. Aku terus berjalan sampai aku mendengar seseorang memanggil nama ku, memanggil dengan suara khas yang sangat aku kenal. Aku hamper tidak percaya ketika kupalingkan wajah dan melihat orang yang baru saja memanggilku.
“ Sendirian saja, Fandi mana? “ Fara tersenyum manis banget. Aku diam terpaku, tapi dengan cepat aku bisa menguasai diri. Tidak kusangka aku akan bertemu dengannya.
“ Entahlah, akhir- akhir ini Fandi memang sangat sibuk “ jawabku sekenanya.
“ Berarti hari ini kamu nggak sibuk dong, buktinya ada disini, biasanya aku Cuma melihat Fandi dan teman- temannya yang berada disini”
“ Benarkah ?’ aku bertanya seperti orang bodoh. Fara hanya menganggukkan kepala.
“ Aku tidak pernah lho, melihatmu  di sekitar sini, sibuk banget ya? Jadi bener dong yang diceritain Fandi” Fara melanjutkan ucapannya sebelum aku sempat menjawab.
“ Fandi cerita apa saja “
“ Banyak banget, katanya kamu itu pandai banget kalau masalah tulis menulis, bahkan sudah sering di muat dimajalah lokal iyakan,, lumayan kutu buku tapi malah pengetahuan nya luas kan? Pasti punya banyak koleksi buku, Juga pandai banget membuat puisi,, iya kan?”
“Kapan- kapan boleh dong pinjam buku dan diajarin cara membuat puisi yang benar,?” Fara berucap dengan antusias. Aku hanyan tersenyum mendengarnya, dan mangangguk mengiyakan permintaan Fara.
Aku menyandarkan diri ku di dekat jendela seperti biasa, padangan ku dengan lincah mengikuti setiap langkah Fara. Semakin hari, dia semakin manis saja. Dan rasa suka ku padanya seolah semakin membuncah. Entah sampai kapan gejolak ini  mengalir di dada, karena aku sendiri tidak bisa mencegahnya.
“ Hei, sedang ngapain?” teriak Fara mengagetkan ku
“ Memikirkan mu “ ucap ku, tapi hanya dalam hati. Aku belum punya keberanian untuk mengatakan rasa ini padanya.
“ Daren, kok melamun lagi ayo cepat turun” Fara berteriak sekali lagi. Aku bergegas menyusulnya kebawah. Aku memang sudah berjanji membantunya untuk tugas bahasa Indonesia yang dimilikinya, juga meminjamkan beberapa buku panduan untuknnya. Aku senang karena kami memilki kesenangan yang sama yaitu sama- sama suka menulis, itu menjadikan kami cepat akrab dan tidak kehabisan bahan pembicaraan
“ Maaf ya sudah menunggu lama “ kami pun memulai mengerjakan tugas bersama.
Keesokan harinya entah mendapat keberanian dari mana aku mengajak Fara keeluar dengan alasan mendiskusikan tugas yang kemarin  belum selesai, padahal terbesit dalam benak ku agar Fara tahu perasaan yanh telah lama aku simpan ini sejak dulu. Untung Fara menerima ajakan ku dengan senang hati. Jadi rencana ku tidak ada masalah.
Sekarang aku menarik napas dalam mengumpulkan keberanian yang tersisa. Aku harus mengatakannya.
“ Entahlah darimana aku harus memulainya yang pasti begitu aku manangkap tatapan mata mu, hatiku langsung terparti disana. Dan senyum mu membuat ku terus membayangkan mu dan saat ini aku ingin jujur bahwa aku sangat mencintai mu” Aku berucap dengan terbata- bata.
Aku senang melihat Fara yang sangat antusias menyambutnya, dia tersenyum manis sekali  dan aku sangat senang melihat kebahagiaab itu dan menikmati esensi itu sepuanya, melihatnya  tertawa bebas dan bercanda dengan kakaknya, membuatku tersadar akan manifestasi akan cinta dan kasih sayang yang sebenarnya.
“ Cintaku ini belum sempurna, namun pasti akan ku sempurnakan dengan seiring waktu. Cinta ku tidak akan berubah walau kau tinggalkan aku” Ku lanjutkan bait kata yang pada akhirnya  hanya ku ucapkan dalam hati.
Cinta ku pada Fara tidak hanya untuk memiliki, selamanya dia hanyalah milik Sang Ilahi. Aku akan mencintainya dengan cara ku sendiri.
Srobyong , 8 januari 2008
Kazuhana El Ratna Mida

No comments:

Post a Comment