Monday 22 January 2018

[Resensi] Hidup Bahagia dengan Menjalani, Menikmati dan Mensyukuri


[sumber gambar pixiz] 

Judul               : Jalani, Nikmati, Syukuri       
Penulis             : Dwi Suwiknyo
Penerbit           : Noktah (Diva Press Group)
Cetakan           : Pertama, Januari 2018
Tebal               : 260 halaman
ISBN               : 978-602-50754-5-2

“Kita memang tidak bisa memilih bagaimana cara kita memulai hidup ini, tetapi kita masih diberi kesempatan untuk memikirkan bagaimana cara kita menikmati hidup ini, dan bagaimana cara kita menyikapi hasilnya.” (hal 10)

Setiap orang sudah pasti ingin menjalani hidup bahagia. Bohong besar jika ada orang yang ingin hidup dalam kesusahan apalagi penderitaan. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana agar kita bisa hidup bahagia? Apakah harus dengan memiliki harta berlimpah ruah,  memiliki rumah besar, mobil dan berbagai fasilitas mewah lainnya?  Atau ... adakah cara lain agar kita bisa bahagia?

Maka tepat sekali jika kita membaca buku karya Mas Dwi ini.  Dengan bahasa yang lugas, menarik, gamblang dan apa adanya Mas Dwi mencoba mengupas tuntas tentang bagaimana kita bisa menjalani hidup bahagia yang sesungguhnya.  Di mana fokus pembahasan adalah  tiga kata yang sesuai dengan judul buku ini “Jalani, nikmati dan syukuri”. Jangan sepelekan tiga kata tersebut. Karena di balik tiga kata itu, tersimpan kekuatan besar yang tidak pernah kita kira.  Dari analisis saya setelah membaca keseluruhan, saya menyimpulkan :

Jalani berarti kita berani menerima setiap tantangan hidup yang ada di depan kita—baik suka atau duka—karena keduanya memang satu paket yang tidak mungkin terpisah.  Entah hidup miskin atau kaya, semua tetap dijalani dengan baik.

Nikmati berarti kita menerima ketentuan Allah dengan sabar dan ikhlas. Jika kita ikhlas pasti apa yang terjadi dalam kehidupan kita, insya Allah akan lebih ringan. Meski kita dalam kesulitan. Kita akan selalu yakin di balik cobaan Allah selalu ada berkah.

Syukuri berarti kita harus mensyukuri apa pun keadaan kita. Jika ada cobaan kita harus tetap mensyukuri, mungkin itu jalan Allah dalam mengingatkan dan meninggikan derajat kita. Jika kita mendapat kelimpahan rezeki, syukuri dan tidak lupa saling berbagi sebagai wujud terima kasih kepada Allah. 

Inilah kunci kebahagiaan yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.   Bahwa kebahagiaan tidak hanya diukur dari uang atau barang mewah. Lihat saja kenyataan saat ini, orang yang semakin kaya bukannya hidup tenang, mereka malah takut kehilangan harta yang telah dikumpulkan. Berbeda dengan orang miskin yang hidup sederhana namun nampak bahagia karena selalu menerima dan mensyukuri nikmat yang ada. Jadi, bahagia yang ingin disampaikan penulis adalah tentang sikap menerima dan mensyukuri semua nikmat Allah.  Itulah bahagia yang sebenarnya.

Buku ini sendiri terdiri 50 (belum prolog dan epilog) pembahasan yang pastinya akan membuat kita menyadari tentang pentingnya tiga kata—yaitu jalani, nikmati dan syukuri—yang nantinya akan menuntun kita pada hidup bahagia.

Secara keseluruhan buku ini  sangat menginspirasi dan memotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Setiap kali membaca saya jadi berkaca pada diri sendiri. Sudahkah saya menjalani hidup ini dengan baik dan bahagia? Sudahkan saya menikmati dan mensyukuri semua yang dititipkan Allah? Belum lagi quote-quote dan kutipan hadis atau Al-Quran sedikit banyak membuka ruang memori saya tentang berbagai kejadian hidup yang sempat saya alami. Juga menjadi alarm pengingat untuk muhasabah diri.

“Jangan sampai semua kesibukan kita justru mengeraskan hati, mengeruhkan pikiran, dan harus diwaspadai bila sampai melemahkan iman.” (hal 11)

Kata-kata ini saya temukan di akhir kalimat prolog buku. Dan jujur saya sedikit tersentak karena mengingatkan saya tentang kebiasaan saya yang kadang terlalu fokus dan terforsir akan  pekerjaan. Bahkan ketika saya sudah sangat lelah dan sakit, saya masih berusaha menyelesaikan apa yang sudah saya mulai.  

Tapi membaca sebuah kisah nyata yang dipaparkan penulis, seketika saya menyadari, mungkin ada yang salah dalam pola pikir saya. Maka selesai mengkhatamkan buku ini, saya mulai mencoba membagi waktu antara pekerjaan, juga kegiatan lain yang menyenangkan.

Jangan sampai karena terlalu fokus akan pekerjaan, malah membuat saya lupa diri, bahkan tak memikirkan kesehatan yang sejatinya tidak kalah penting. Karena nikmat sehat adalah lebih berharga dari segala nikmat.

“Jika kita yakin Allah akan mengurus semua urusan kita, tidak akan ada rasa khawatir apalagi menggugat kehendak-Nya.” (hal 18)

Sebagai hamba, kita harus yakin bahwa adalah sebaik-baik pemelihara kita. Hanya Allah yang pantas kita sembah dan tempat kita bersandar dalam segala keadaan kita harus yakin Allah selalu mendengar doa hamba-hamba-Nya.

Quote ini mengingatkan saya pada kejadian di masa lalu, tentang keinginan saya yang sangat ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Namun sayang beberapa tes beasiswa yang saya ikuti belum berhasil saya raih.

Sedih tentu saja, tapi daripada mendekam dengan rasa sedih berkepanjangan, saya memilih segera move on  dengan kegiatan lain. Tidak lupa dalam sujud malam, saya selalu menyelipkan doa kepada Allah. karena saya selalu yakin Allah itu Maha Mendengar dan tahu apa yang terbaik untuk saya. “Berdoalah  kepadanya, pasti Aku kabulkan untuk kalian.” (hal 23)

Hingga akhirnya di penghujung tahun 2010 Allah memberikan kesempatan saya untuk menuntut ilmu  dengan cara yang tidak terduga.

“Keberuntungan hadir setelah kita membersihkan diri, yakni dengan berlapang dada (mau menerima) dengan sabar atas apa pun yang dikehendaki Allah.” (hal 36)

Quote ini semakin membuat saya yakin, bahwa Allah selalu memiliki skenario yang indah bagi setiap hamba-Nya. Mungkin pada awalnya kita harus jatuh lebih dulu sebelum kebaikan diberikan kepada kita. Saya pikir inilah cara Allah menempa kita menjadi pribadi kuat, yang tidak mudah putus asa dan selalu berjuang.

“Apa-apa yang menjadi hak kita akan kembali kepada kita. Dan apa-apa yang bukan hak kita, dikejar-kejar sampai kapan pun, tidak akan pernah kita dapatkan.” (hal 38)

Allah selalu memiliki skenario terbaik. Menempatkan sesuatu sesuai kebutuhan dan kondisi. Jadi jika harapan yang kita bangun tidak sesuai, maka kita harus sabar dan bersyukur. Karena selalu ada nilai kebaikan di balik pilihan Allah.

Pernah suatu hari, naskah saya dimuat di salah satu media di Indonesia. Konon katanya honor tulisan akan diberikan satu minggu setelah pemuatan. Itulah yang saya ketahui dari info teman-teman sesama penulis. Namun setelah satu bulan lebih, ternyata honor saya tidak cair juga. Penasaran dan kadang sebal juga, kenapa kok media yang terkenal selalu rapi dalam pencairan honor, pas giliran saya malah seret?

Saat itu saya bingung harus konfirmasi ke mana untuk menyakan masalah honor. Akhirnya daripada  dikuasai amarah, saya memilih ikhlas dan pasrah kepada Allah. Berpikir barangkali honor itu belum rezeki saya.  Mungkin akan ada gantinya yang lain yang lebih baik. Kalau memang masih rezeki pasti akan kembali.

Tapi di suatu hari setelah beberapa bulan berlalu, dari salah satu grup kepenulisan, tanpa sengaja saya menemukan sebuah kontak  bagian honorarium  media tersebut. Maka dengan niat mencoba-coba saja, saya memberanikan diri bertanya soal horor saya yang belum cair.  Siapa sangka jawabannya sungguh melegakan dan tidak lama kemudian honor pun cair. Wah ... ternyata masih rezeki.

Ada pula kisah lain. Masih berhubungan dengan masalah honor. Kali ini bukan dengan media koran, tapi dengan salah satu penerbit yang memang kerap memberi honor jika bukunya diresensi di media tertentu.  Di mana honor akan diberikan di awal bulan. Tapi setelah menunggu beberapa bulan tidak cair, saya pun mencoba bertanya secara baik-baik. Dan alhamdulillah ada respon baik juga. Namun sayangnya sampai saat ini honor tersebut tidak pernah cair.  Maka saya menyimpulkan honor tersebut belum rezeki saya. Ya, sudah ikhlaskan saja.

Pengalaman serta quote ini membuat saya terus belajar untuk menjadi pribadi yang lebih ikhlas dan menerima. Karena dengan menerima hati jadi lebih tenang.

“Jangan khawatir  bila hasilnya tidak seperti  yang kita ikhtiarkan. Sebab  hadiah dari Allah tak selalu terbungkus  dengan indah. Kadang Allah membungkusnya dengan masalah demi masalah, tetapi di dalamnya selalu ada berkah. Insya Allah.” (hal 45)

Saya selalu yakin Allah adalah sebaik-sebaik tempat bersandar. Allah paling tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Sebagaimana yang pernah saya alami, ketika awal-awal saya mulai mencoba mengirim naskah ke penerbit mayor.

Saat itu ada sebuah pencarian naskah di salah satu penerbit besar di Indonesia. Dengan modal nekat, saya pun mencoba menulis dan mengirimkan naskah tersebut. Tapi sayang, naskah itu belum sesuai dengan selera redaksi. Konon katanya tema yang saya garap sudah terlalu banyak di pasaran.  Meski sempat sedih, akhirnya saya memilih mencoba mengirim ke penerbit lain yang saya lihat sesuai dengan genre buku yang saya tulis.

Tapi lagi-lagi Allah belum memudahkan jalan saya. Naskah itu kembali ditolak.  Sakit sih, karena terus ditolak. Hanya saja saya tidak  mau cepat menyerah. Saya tetap memperbaiki dan berdoa pada Allah. Hingga di tahun berikutnya, akhirnya naskah itu berhasil terbit di salah satu penerbit besar di Indonesia.

Inilah pengalaman saya yang semakin membuat yakin dengan campur tangan Allah yang akan selalu indah pada waktunya. Mengajarkan pada saya untuk terus berusaha tidak kenal lelah.  Meski jatuh kita harus bangkit lagi. Karena kesuskesan tidak bisa diraih secara instan. Butuh usaha, doa dan keuletan.

“Mulailah mengubah persepsi kita. Apa-apa yang kita yakini, seketika bisa membuat hidup kita berubah. Ketika kita meyakini bahwa situasi dan kondisi hidup kita hanya begini-begini saja, maka masa depan pun terasa suram. Sebalinya, coba simpan keyakinan yang positif agar hidup kita berubah menjadi lebih optimis.” (hal 51)

Saya sangat suka dengan quote ini. Karena dalam kalimat itu, kita diingatkan untuk selalu berpikir positif terhadap apa yang terjadi pada kehidupan kita.  Karena sugesti pikiran kita sesungguhnya memiliki pengaruh dalam hidup yang kita jalani.  Oleh karena itu sebisa mungkin saya selalu menerapkan sifat positif thinking. Dengan begitu saya akan lebih mudah bangkit kembali ketika jatuh.
Pernah saya mengalami kegagalan yang berturut-turut terjadi. Mimpi melanjutkan sekolah gagal,  kemudian ujian mendapat syahadah juga gagal. Saat itu adalah masa yang bagi saya sangat suram. Saya sempat marah pada Allah. Kenapa saya harus mengalami nasib seperti itu?

Namun kemudian saya sadari, marah tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Saya harus bangkit dan memulai dari awal. Saya harus yakin bahwa apa yang terjadi ini pasti memiliki hikmah yang lebih baik dari apa yang saya kira.  Beberapa tahun setelah itu,  saya akhirnya benar-benar tahu Allah sudah menunjukkan jalan terbaik bagi saya.

Buku ini seperti mengajak kita untuk kembali bernostalgia juga berpikir ke depan untuk memulai lembaran baru dengan jiwa dan pemikiran yang baru dan segar. Bagaimana tidak, karena setiap kali membaca per lembar buku ini, saya dibuat terpana juga tersenyum dan geleng-geleng kepala. Isi buku ini sangat dekat dengan kegiatan sehari-hari kita.

Misalnya saja dalam bab “Yang Penting Yakin”. Dalam bagian kita diingatkan tentang pentingnya rasa percaya pada Allah. Bahwa apa yang terjadi pada kita sudah menjadi ketetapan Allah. Kita harus ikhlas sabar dan selalu bersyukur. Dengan begitu dalam menjalani hidup kita lebih bahagia.

Dalam bab “Belajar Menerima” di bagian ini, penulis menekankan apa pun keadaan kita, jangan sampai hal itu membuat kita merasa rendah diri atau malu. Sebaliknya, kita harus percaya inilah takdir terbaik yang Allah berikan pada kita. Ingat kisah Tsa’laba yang kala miskin selalu rajin ibadah? Namun ketika Allah merubahnya menjadi kaya, dia malah ingkar dan tak mau membayar zakat.

Dalam bab “Kaya Belum Tentu Enak” kita pasti sering melihat dan menebak-nebak bahwa orang kaya sudah pasti merasa bahagia. Namun sejatinya prasangka itu tidak selamanya benar. Karena setiap orang pasti memiliki masalah masing-masing. Jadi daripada memelihara iri dan dengki, lebih baik memperbaiki diri dan mensyukuri nikmat yang kita miliki.

Tidak kalah menarik pada bab “Berdamai dengan Diri Sendiri” di sini saya menyadari, kunci kebahagiaan itu berada di tangan kita sendiri. Bagaimana kita menyikapi setiap masalah dan bagaimana kita menjalanai hidup ini. Semua kembali pada pribadi masing-masing.

Selain yang sudah dipaparkan tersebut tentu saja masih banyak  bab-bab lain yang tidak kalah menarik dan memotivasi. Hampir semua materi membuat saya merenungkan kembali berbagai masalah yang kerap datang silih berganti.

Kekuatan buku ini adalah pada narasi penulis yang kuat dan persuasif. Sehingga saat kita membaca, kita jadi ikut terpengaruh untuk segera berbenah diri secepat mungkin. Keunggulan lainnya adalah tentang ciri khas penulis yang kerap memberikan kisah-kisah inspiratif yang menurut saya sangat menyenangkan. Karena dari kisah itu, kita mendapat mengambil banyak keteladan.

Selain itu secara tidak langsung kita diingatkan untuk tidak baik menantap orang-orang yang berada pada kedudukan tinggi. Sebaliknya kita harus menatap ke bawah, karena di sana ternyata lebih banyak orang yang lebih menderita dari pada kita, namun tetap bisa bersyukur dan bahagia. 

“Lihatlah  orang yang berada di bawah  kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, karena hal itu  lebih pantas agar kalian tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian.” (hal 256)

Selain soal tata penyampaian, penulis juga memiliki ciri khas tulisan dengan memberikan quote-quote inspiratif. Di mana quote-quote tersebut sangat membantu dalam meluruskan hati dan renungan mendalam.
Sebab ikhlas itu tak terucap, dan sabar itu tidak berujung(hal  148)

Kemudian  soal pemilihan cover merah ini, saya rasa sangat cocok dengan tema buku yang menunjukkan keberanian hidup menuju kebahagiaan. Lalu karikatur dalam beberapa bab juga memberi warna tersendiri dalam buku.

Saya tidak tahu apakah ini karena gaya tulisan atau tidak, saya menemukan satu kesalahan tulis dalam buku ini—tulisan fitnah—ditulis fit nah  (hal 151). Namun lepas dari sedikit kekurangan tersebut, buku ini sangat sayang untuk dilewatkan. Karena buku ini sangat mencerahkan. Mengingatkan kita tentang nilai penting arti kebahagiaan.

Hidup bukan lomba berlari, tapi lomba berbagi. Yang berharga bukan seberapa cepat kita meraih impian, tapi seberapa banyak manfaat yang bisa kita berikan kepada orang lain saat impian tersebut akhirnya terwujud.” (hal 109)


Alhamdulilla, resensi ini terpilih menjadi juara ke-3 dalam lomba resensi  
buku "Jalani, Nikmati, Syukuri" karya Dwi Suwiknyo 
yang diadakan Penerbit Diva Press

Srobyong, 22 Januari 2018

9 comments:

  1. Selak pingin moco bukune. Rongjam rampung ora yo, Nduk? Wkwkwk.

    ReplyDelete
  2. bacanya bener2 bikin saya sadar. mudah-mudahan isinya pun bisa membuat kita lebih bersyukur menjalani hidup.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Insya isinya sangat memotivasi dan mengajak kita untuk selalu bersyukur 😊

      Delete
    2. Iya, Insya isinya sangat memotivasi dan mengajak kita untuk selalu bersyukur 😊

      Delete