Wednesday 26 April 2017

[Resensi] Anak Menjadi Korban Bullying

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 2 April 2017 


Judul               : My Grandmother Asked Me to Tell You She’s Sorry
Penulis             : Fredrik Backman
Penerjemah      : Jie Efendie
Penerbit           : Noura Books
Cetakan           : Pertama, November 2016
Tebal               : 496 hlm
ISBN               : 978-602-385-164-5
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Naskah ini merupakan resensi versi 2 versi pertama bisa dibaca  di sini

Bullying adalah  usaha penindasan yang dilakukan satu atau sekumpulan orang kepada orang lain. Biasanya dilakukan dengan  menekan secara psikologis. Yaitu dengan memberi ancaman, mengejek, menghina dengan kata-kata kasar atau  berupa kekerasan fisik.  Yaitu dengan memukul, menendang dan lain sebagainya.

Sebagaimana yang terjadi dalam novel ini. Elsa tokoh sentral dalam kisah ini adalah korban bullying teman-temannya. Dia tidak tahu apa salahnya, tapi dia sering diejek, bahkan  syalnya pernah disobek oleh tiga kakak kelasnya dan dibuang di tolilet (hal 13).  Gadis kecil berusia tujuh tahun itu setiap hari harus melalui berbagai kejadian yang menyakitkan di sekolah. 

Namun di sinilah uniknya. Elsa meski seringkali di bully, dia bukan tipe anak yang mudah tunduk dan menerima kekerasan yang dilakukan teman-temannya. Dia melawan. Bahkan seringkali berakhir berkelahi hingga dia dan ibunya di panggil ke kantor.

Satu-satunya teman yang Elsa miliki adalah neneknya yang  berusia 77 tahun dan menderita sakit kanker, tapi memiliki kepribadian yang sanga unik. Sang nenek-lah yang sering membela Elsa jika dia disalahkan oleh ibu atau kepala sekolahnya. Sang nenek juga benci dengan teman-teman Elsa yang nakal dan suka menganggu cucunya.

Dari sang nenek pula Elsa mengenal dongeng Negeri Setengah Terjaga yang terdiri dari beberapa kota dengan kelebihan masing-masing. Seperti  Mirevas—kerajaan tempat menjaga mimpi. Miploris—kerajaan yang menyimpan semua duka. Mimovas—tempat dari mana musik datang. Miaudacas—tempat keberanian. Mitabolas—tempat para pejuang dan Miamas—tempat banyak dongeng berasal (hal 17).  Dia berpetualang bersama nenek menikmati masa kecilnya dengan suka cita tanpa memikirkan kenakalan-kenakalan yang sering dilakukan teman-temannya di sekolah.

Sampai pada suatu hari, Elsa tidak lagi bisa bersama neneknya.  Dia harus rela melepas kepergian neneknya dengan ikhlas. Di sinilah masa paling berat yang harus dihadapi Elsa. Karena selain sering mendapat bullying di sekolah, di rumahnya sendiri dia merasa tidak diperhatikan. Apalagi setelah ibunya menikah lagi dan akan melahirkan bayi lagi.  Ada ketakutan yang merongrong Elsa kalau nanti dia akan terlupakan.

Dan pem-bully-an terhadap dirinya juga semakin menjadi-jadi. Namun di sisi lain Elasa menyadari mereka yang membuat masalah dengannya itu, memiliki macam-macam tipe. Ada yang suka menganggu untuk membuktikan dia lemah. Ada yang menganggu hanya untuk kesenangan; mereka tidak memukul hanya senang melihat orang yang diganggu merasa ketakutan. Atau ada yang menganggu karena tidak suka dengan orang yang tidak memiliki prinsip yang sama (hal 109).   Elsa pun bertekada tidak akan kalah dari semua itu. Dia harus kuat dan berani, meski tanpa neneknya lagi. Dia tidak akan takut dengan teman-temannya yang suka membuat ulah pada dirinya.

Membaca novel ini kita akan dihadapkan pada kisah yang menyentuh dengan gaya bahasa yang unik dan memikat.  Menempatkan anak berusia tujuh tahun sebagai tokoh utama, sedikit banyak akan membuat kita mengenal tentang bagaimana pola pikir anak. Apa yang dirasakan ketika mendapat perlakuan yang tidak baik di sekolah, misalnya ketika dia dikucilkan dalam pergaulan, dan  para guru selalu memandang sebelah. Tidak ketinggalan bagaimana pemikiran anak ketika ditinggal nenek yang paling disayangi serta  mendapati kenyataan orangtuanya memilih cerai dan lahirnya adik dari ayah tirinya.

Sebuah buku yang patut dibaca. Namun di sisi lain novel ini juga mengungkapkan tentang pentingnya meminta maaf dan pemberian kesempatan kedua. Dan perlu kita sadari sebuah penyesalan itu memang akan selalu berada di belakang, karena itu dalam mengambil berbagai keputusan kita perlu memikirkannya dengan cermat. Dan dari novel ini juga kita diingatkan untuk tidak menilai seseorang dari luarnya saja. Beberapa kesalahan yang ada tidak mengurangi kenikmatan dalam membaca.


Srobyong, 26 Maret 2017 

No comments:

Post a Comment