Thursday 13 April 2017

[Cerpen-Cernak] Akibat Buruk Sangka

Sumber Google. 

[Cernak ini dimuat di Satelit Post, Senin 20 Maret 2017]

Kazuhana El Ratna Mida

            Ita merasa ikut sedih, ketika melihat Nana yang hampir menangis. Tadi, Nana terlihat ingin ikut bermain. Tapi tidak  ada satu pun  yang mau bermain dengannya. Mereka malah saling berbisik, sambil menunjuk-nunjuk pada Nana. Ita ingin melakukan sesuatu.

            Hari ini lapangan dekat rumah Ita  ramai. Maklum hari Minggu. Dari banyak anak-anak yang bermain, di sana ada Santi, Lia,  Cici, dan dirinya.  Mereka adalah  teman sekelas Nana. Juga tetangga baru yang suka bermain di lapangan.  Mereka membuat janji untuk bermain bersama. Melihat teman-temannya bermain, Ita yakin Nana juga ingin ikut bermain. Namun dengan cepat Santi melarangnya.  Bahkan Santi juga membujuk Lia, Cici dan dirinya  untuk tidak mau mengajak Nana.

            “Hai, kalian jangan pernah main dengan Nana. Dia itu berkutu,” ucap Santi agak berbisik. Membuat Ita, Lia dan Cici berpandangan. Mereka antar percaya dan tidak dengan ucapan Santi.

            “Benarkah?” tanya Ita.

            Santi langsung mengangguk. “Tentu saja benar. Pokoknya jangan dekat-dekat dengan dia. Nanti kita ketularan punya kutu.” Santi menunjukkan wajah ketakutan. Lalu diikuti Lia dan Cici. Mereka tidak mau memiliki kutu.

            “Aku tidak akan main dengannya,” Lia dan Cici berucap bersamaan.

            Ita menatap Santi yang terlihat menang. Lalu berpaling melihat Nana. Temannya itu menunduk mendengar ucapan Santi yang menjelek-jelekkannya. Dianggap bisa menularkan kutu. Ita bisa merasakan dari sikap Nana yang terlihat  sangat sedih, mendengar komentar Santi.

Kenapa Santi berperasangka buruk pada Nana? Kenapa Santi  membenci Nana? Itulah berbagai pertanyaan yang berada di kepala Ita. Gadis kecil yang baru duduk di kelas empat itu tidak paham. Apa salah Nana pada Santi?

            “Tapi setahuku Nana tidak seperti itu,” bela Ita setelah lama terdiam.

            “Ya sudah kalau kamu tidak percaya. Sana main dengan Nana, biar ketularan kutu. Tapi aku tidak akan mengajakmu bermain dengan kami lagi,” ucap Santi galak.

            “Yah, sana main sama Nana,” Lia mengikuti ucapan Santi.

            “Jangan salahkan kami kalau nanti ketularan kutu,” ejek Cici.

“Sudah, ah. Tidak usah membahas Nana. Kita mulai main saja.” Santi mengajak Cici dan Lia yang selalu menurut pada Santi.

“Kamu boleh pilih mau main dengan siapa, Ta.” Santi berucap lagi menunggu pilihan Ita.

Ita sungguh bingung. Dia tidak ingin menjauhi Nana. Tapi dia juga tidak ingin menjauhi Santi. Semua adalah temannya. Pasti akan menyenangkan jika bermain bersama-sama. Tidak ada prasangka dan permusuhan.

 Ita ingat pesan dari guru agamanya, Bu Intan.  Sesama teman tidak boleh berburuk sangka dan  membeda-bedakan teman. Bu Intan juga pernah bilang tidak baik sesama teman itu tidak rukun.
 
~*~

Pada akhirnya, Ita tetap memilih bermain dengan Nana.   Sejak pindah di  SD Permata, Ita tidak melihat tanda-tanda Nana memiliki kutu. Teman yang suka mengepang rambutnya itu, sangat pintar dan baik hati.   Hanya  Santi, Lia,  dan Cici yang tidak terlalu suka dengan Nana.

Tapi dua hari kemudian ada yang aneh dengan Santi.  Ita dan Nana melihat Santi hanya duduk sendirian di bangkunya.  Wajahnya terlihat sedih. 

“Kamu kenapa, San?” tanya Nana.

“Iya, biasanya kamu selalu dengan Lia dan Cici.” Ita ikut penasaran.

“Mereka tidak mau bermain denganku lagi,” ucap Santi sedih.

Lalu tanpa diminta, Santi mulai bercerita kenapa Lia dan Cici menjauhinya.  Semua gara-gara kutu. Santi tidak tahu, kenapa dia tiba-tiba memiliki kutu. Padahal selama ini dia selalu keramas dan merawat rambutnya yang panjang.   Kecuali kebiasannya yang mengikat rambut saat masih basah. Padahal ibunya selalu melarang Santi melakukannya. Karena memang tidak baik untuk kesehatan rambut. Karena kejadian ini,  sekarang Santi tahu bagaimana perasaan Nana.  

“Maafkan aku, ya, Na.” Santi berucap dengan sungguh-sungguh. “Maaf juga, ya, Ta.”

“Aku sudah memaafkan, kamu, kok San,” ucap Nana dengan tersenyum. “Aku juga,” Ita ikut bersuara.  

Santi sangat senang mendengarnya. Apalagi ketika Nana memberitahunya cara cepat menghilangkan kutu.  Sepertinya Santi  mendapat karma, karena telah memfitnah Nana.  Santi berjanji mulai sekarang tidak akan jahat lagi. Dia tidak akan berburuk sangka dan tidak akan membenci Nana yang lebih pintar dari dirinya.  Santi baru sadar, damai itu lebih indah daripada permusuhan.


Srobyong, 24 Oktober 2016 

2 comments:

  1. Kecil-kecil kok udah pintar main bully-an, hhhee
    ini siapa yg ngajarin, adek???
    Kereenn mbak, ceritanya, simple tapi pesannya 'dapet' hheee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kenytaan saat ini anak-anak memang sudah seperti itu Rohma. Miris. Sepertinya karena kadang anak menontotn televisi tanpa pendamping orangtua. Karena tahu sendiri banyak sinetron yang belum cocok dibaca semua usia.

      Delete