Thursday 23 April 2015

[Review] Cahaya Mahabbah



Cahaya Mahabbah
Kazuhana El Ratna Mida

Judul Buku                  : 77 Cahaya Cinta di Madinah
Penulis                         : Ummu Rumaisha / Ririn Rahayu Astuti Ningrum
Penerbit                       : Al-Qudwah Publishing
Tahun Terbit                : 2015
ISBN                           : 978-602-317-023-
Halaman                      : 264 halaman (vii+256 halaman)

Kisah 77 cahaya cinta terdapat di sini. Menjadi obat pelepas dagaha, yang haus aka sinar cinta dari Allah. Sungguh kisah yang tertoreh dalam buku ini, mampu membuat hati ikut bergetar merasakannya. Tentang cinta pada sesama, Rasul juga Allah.

Pertama kisah dibuka dengan cinta suci dari Abu Al-Ash bin Rabi’ dan Zainab. Kisah dua insan yang terpisah karena perbedaan keyakinan. Yah, mereka dulunya menikah sebelum kenabian. Ketika Zainab putri Rasulullah memilih mengikuti Islam, sang suami tetap bertahan dengan keyakinan nenek moyang. (hal. 9)

Apa mau dikata, cinta yang terhalang sekat itupun tak bisa diraih. Mereka berpisah meski cinta masih menggelayuti.

Kisah kedua masih tentang Zainab dan Abu Al-Ash bin Rabi’. Setelah enam tahu berpisah mereka bertemu lagi, meski itu bukan untuk kembali. Zainab hanya menolong orang yang pernah dicintai, ketika dia datang meminta perlindungan. Saat itu Abu Al-Ash bin Rabi’  dan rombongnnya kembali ke Makkah setelah berdagang di negeri Syam. Namun, mereka bertemu rombongan muslim hingga saling bersitegang, dengan akhir harta mereke dirampas tentara muslim. (hal.12)

Diam-diam Zainab masih mengharap Abu Al-Ash mau memeluk islam dan kembali melanjutkan kisah cinta mereka, namun harapan tetaplah harapan. Abu Al-Ash tetap dengan pendiriannya. Dia datang hanya untuk menggambil hartanya yang diambil. Lalu, Nabi pun memerintahkan kaumnya untuk mengembalikan harta Abu al Ash. Siapa sangka cahaya itu pun akhirnya menyapa.

Ada juga kisah tentang Keikhlasan Fatimah Az-Zahra dalam menolong sesama. Kalung yang diberikan pada seorang kakek membawa berkah yang tak rekira. Dari satu tangan ke tangan lain, bahkan kembali lagi ke tangan Fatimah. Skenario Allah sungguh indah untuk hamba-Nya. (hal 16-19)

Lalu tentang kisah Zaid bin Harist yang berbuka dengan bidadari. Allah hu Akbar—maha besar Allah untuk hamba yang telah dipilih-Nya. Berkat keimanan dan keteguhan hatinya, Zaid bisa berbuka dengan Bidadari-rizki yang tidak disangka. (hal.22)

Kisah yang lain tentang Julaibab menjadi rebutan bidadari. Dia bukanlah seorang yang tampan—malah lebih tepatnya dikenal dengan seorang yang buruk rupa. Namun, Allah tak melihat dari rupa hambanya. Melainkan berdasarkan akhlak yang dimilikinya. Bahkan Julaibab bisa menikahi putri pemimpin Anshar yang cantik jelita. Yang lebih mengejutkan dia bahkan dijadikan rebutan para bidadari ketika dia syahid di peran uhud. (hal. 37)

Tak tertinggal kisah Amr bin  Uqaisy ‘Masuk Surga Tanpa Shalat’. Allah memang Maha Besar. Memiliki cara tersendiri untuk mengangkat derajat hamba yang dipilih. Keburukan yang pernah dimiliki di masa lalu, bisa terhapus dengan cahaya terang yang sudah menyapa qalbu. Subhanallah. (hal. 158)

Juga tentang kisah Halimah as-Sya’diyah ‘Menyusui Jiwa Yang Berkah’. Ketika mencinta Kekasih-Nya, maka berkah pun ikut menyertai. Semua itu sudah dibuktikan Halimah ketika dia menyusui Nabi Muhammada, hamba yang dipilih. (hal. 248)

Tak ketinggalan kisah-kisah lain yang menyentuh hati. Menguatkan iman, semakin ingat dengan keagungan Allah.

Kisah yang dipaparkan di sini sungguh menggugah hati. Memberi cahaya terang, sebagai pelajaran yang patut diteladi. Kisah-kisah sahabat yang kadang terlupakan, karena terkiskis zaman. 

Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, penulis menceritakan kembali kisah-kisah yang begitu mengharukan. Jika cinta yang mereka miliki bersandar pada Allah dan Rasul-Nya. Insya Allah, keberkahan akan selalu menyertainya.mSebuah renungan untuk  bermuhasabah diri. Semoga Allah senantiasa memberi rahmat serta hidayah untuk kita semua. Aamiin.

Srobrong, 5 April 2015

Re-Post dari artikel saya yang pernah dimuat di web bersamadakwah.


No comments:

Post a Comment