By Kazuhana El Ratna Mida
Ketika melihat teman-teman saya yang memiliki rasa
percaya diri yang tinggi, berkesempatan mengejar mimpi, kadang saya merasa iri.
Kenapa? Yah, karena saya termasuk orang yang sangat rendah diri. Merasa tak
memiliki kelebihan juga sesuatu yang bisa dibanggakan.
Siapalah saya? Saya hanya seseorang yang memiliki latar belakang
orang kurang mampu. Ketika teman-teman saya berkesempatan melanjutkan sekolah
kejenjang yang lebih tinggi, saya harus terkungkung dengan nasib. Saya sadar
batas kemampuan keluarga. Tidak mungkin saya meminta biaya kuliah mengingat
ketiga adik saya masih harus mengenyam pendidikan juga.
Karena itu pula, ketika ada reuni sekolah, saya lebih suka diam. Merasa tak
pantas dalam perkumpulan karena hanya saya tidak melanjutkan kuliah. Saya merasa
ada jarak dan dinding pemisah yang begitu kokoh. Merasa paling kecil dari yang lainnya.
Bagaimana tidak, mengingat nilai saya selalu menjadi empat besar di kelas,
namun karena biaya menjadi alasan tak mampu kuliah. Berbeda dengan teman-teman
yang nilai standar namun bisa mengenyam pendidikan lebih karena ada biaya.
Saya sangat malu, apalagi kalau selalu ditanya. “Kenapa? Bukankah
nilaimu bagus?” Ah, yah. Kenapa? Saya sendiri
pun tak tahu. Ikut beberapa kali penjaringan masuk kuliah lewat beasiswa, aku
belum ditakdirkan lolos. Itu kenyataan yang sangat pahit kuterima. Gagal, saya
seperti pecundang. Keberuntungan seolah menjauh dari saya.
Tapi, saya sadar perasaan minder harus saya perbaiki,
jika tetap ingin maju. Ketika rasa minder melingkar terus dalam diri, maka
hanya ada kesedihan yang menemani. Yah, harus pupuk perasaan saya sendiri, harus lebih berani
dan mencoba mensyukuri apa yang telah saya miliki. Membangun pikiran positif
bahwa Allah lebih tahu jalan terbaik yang akan disuguhkan pada saya.
Ternyata dugaan saya benar, setelah sekian lama mengubur
mimpi yang pernah saya miliki. Allah menunjukkan jalan-Nya. Tak perlu beasiswa
dan merepotkan orang tua. Pekerjaan yang kutekuni mengantarkankanku untu
belajar meraih mimpi. Kuliah di daerah sendiri, sambil kerja kenapa tidak?
Meski banyak aral melintang yang membuat saya harus jatuh
bangun lagi, karena ada fitnah di mana-mana. Caci maki yang mencibir seorang
kuli, yang ingin sekolah. Lagi-lagi saya
harus menempa mental saya agar tak jadi kerdil seperti dulu. Percuma, malah
nanti saya yang akan kalah. Saya harus berani, menunjukkan pada mereka yang
kerap mencibir. Saya pasti bisa.
Syukurlah, Allah selalu bersama saya. Memberikan
pertolongan yang tidak terkira, setiap kali saya jatuh. Yah, syukur dan
berpikir positif memberi banyak energi positif hingga akhirnya saya bisa
menyelesaikan kuliah dengan nilai yang sangat baik. Syukur sungguh membawa berkah dalam hidup saya.
Srobyong, 28 April 2015.
Tulisan ini diikutkan dalam
kompetisi #Berani Lebih http://www.meetup.com/lightofwomen/messages/boards/thread/48861990.
Akun Fb :
Ratna Hana Matsura
Twitter : @ratnaShinju2chi
No comments:
Post a Comment