Rindu Cahayamu
Kazuhana El Ratna Mida
Aku
sangat suka melihat Matahari terbenam. Cahaya begitu indah menyilaukan mata.
Namun, aku sangat betah berlama-lama menyatu dengan ruang yang ia cipta.
Dimanapun aku berada selalu aku memburunya, mengabadikan sinar terangnya untuk kupersempahkan
pada bintang yang aku punya.
Aku
masih menunggu dengan sabar senja yang ada, menunggu momet paling tepat untuk
mengabadikannya. Mataku mentap tajam memperhatikan sinar yang menyilaukan.
Bukan satu dua kali aku ke sini. Malah bisa dibilang sering. Entahlah aku suka
saja, melihta senja di sini. Tempatnya nyaman dan mudah untuk aku jangkau.
Tapi,
jangan salah hasil jepretan yang aku bidik tidak lah sama, selalu ada cirri
berbeda yang membuat aku tersenyum ceria.
“Masih
berapa lama Dian?” Mas Rizal setia dari tadi menungguku.
“Sebentar
lagi Mas, cuma sebentar,” aku memberi kode padanya agar masih mau menungguku.
Ya,
dia adalah bintang yang selalu memenuhi rongga dadaku. Kebaikan dan perhatian
yang dia berikan membuat hatiku luluh. Sinar ini nantinya akan aku berikan
padanya, agar kami bisa saling menyatu.
Aku
harap kami akan selalu bersama dalam kurun waktu yang lama. Saling mendukung
kesukaan akan keindahan langit yang sempurna. Kalau aku suka matahari, maka mas
Rizal lebih suka bintang yang terang di malam hari. Namun, itu tidak menjadikan
kami saling adu argumentasi. Malah kami saling melengkapi.
Mas
Rizal selalu bilang, bintang ini akan dia berikan padaku,matahari yang dia
punya. Pun dengan aku yag ingin menyerahkan cahaya terang pada dia bintang
pujaanku.
“Sudah,
Mas, ayo pulang,” aku meraih tangannya, mengandeng dia agar mengikuti langkah
yang aku punya.
“Nanti
malam giliranku ya?” dia menatapku dengan lembut.
“Iya,
aku tidak akan ingkar janji, kan kutemani Mas sampai datang pagi deh buat
menyapa bintang,” aku tertawa terkekeh. Kami berjalan riang menuju rumah kami yang
tidak jauh dari pantai Kartini.
*****
Aku
kembali memburu Senja esok harinya. Membayangkan sinar terang yang selalu
memancar menerpa wajah. Aku duduk di atas batu karang tempat dulu yang selalu
menajdi persinggahan.
Namun,
sekarang aku sendirian, mas Rizal tidak punya waktu menami. Dia sibuk dengan
urusannya sendiri.
Padahal
aku sangat merindukannya. Ingin sekali aku memeluk erat dia yang bisa membuat
aku merasa tenang. Memberikan sinar terang dalam bias mataku.
“Semoga
kau baik-baik saja mas,” lirih aku berucap.
Aku
masih berada ditempat yang sama, menunggu Senja yang tidak kunjung datang.
Padahal sedari tadi aku menunggunya. Aku yakin aku tidak salah memperkirakan
waktu datangnya.
Namun,
di sini hanya ada gelap yang aku rasa. Cahaya itu hilang tidak berbekas. Cahaya
terang yang selalu menyinari aku sepanjang zaman, tiba-tiba dia hilang dengan
begitu saja. Ah! Aku rindu, aku ingin melihat cahaya itu lagi.
Aku
menagis di atas tumbu karang sambil menekuk lututku. Aku lelah menunggu senja
yang tidak juga menyapa dengan sinar cerah seperti biasa.
“Mas,
kenapa dia tidak datang? Aku ingin melihat lagi dia lagi Mas, aku masih rindu,
kau juga kenapa pergi begitu saja tanpa kata perpisahan? Meningglkan aku
sendirian dalam pesakitan,”
“Mas,
aku ingin bersamamu saja, jika hanya kegelapan yang aku punya, Karena kau
adalah cahaya yang aku punya, selain senja yang menyapa. Kau lebih terang tidak
ada tandingannya, ” aku terisak keras di sana.
“Mas,
rengkuh aku kembali dalam dekapmu,” tangisku makin keras.
Aku
belum siap menerima semua Takdir Tuhan yang di tuliskan dama jejak langkah
kehidupanku. Bintang yang aku sayang, telah Dia ambil dalam peluknya. Dan aku
harus terkungkung dalam gelap karena kebutaan yang aku derita dari kecelakaan
yang menimpa aku dan dia dalam perjalana ke luar kota.
“Oh,
Tuhan, aku masih rindu cahaya, bisakah aku melihat indahnya sinar terang itu?”
“Matahari
yang menyinari Bumi,”
*****
Aku
tersentak dari lamunanku, dua bulan telah berlalau, namun aku belum bisa
melupakan cahaya yang menyinari dan menghangatkan jiwaku. Aku masih rindu.
“Ikhlaskan
dia Dian, saatnya kita pulang,” Adikku Mita menggandeng aku, membawa aku keluar
dari makam Mas Rizal.
Jepara, 8 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment