Cinta Untuk Tia
Kazuhana El Ratna Mida
#Event BerKaraya untuk Negeri
tema "Pencinta anak yatim" juara 3
Hidup adalah pilihan sebagaimana Tia
yang lebih suka mengabdi di sini, di panti asuhan cempaka di dekat rumahnya.
Gadis manis dengan lesung pipi yang menawan. Hatinya begitu baik dan penyayang.
Gadis
berlesung pipi itu berjalan semangat dengan senyum mengembang, menyapa para
murid yang telah menunggu datang.
“Pagi,
anak-anak,” sapanya ramah.
Begitulah
karena keramahan dari Tia—gadis berelesung pipi itu membuatnya mudah menarik
hati anak-anak untuk mengikuti pelajaran. Gadis berlesung pipi selalu bisa
membuat para murid tunduk akan perintah dan nasihatnya.
Sejak
berdirinya panti ini, gadis berelesung pipi inilah yang selalu menghandle
segala urusan yang ada. Karena memang dialah yang menggagas ide pembangun panti
asuhan. Gadis berlesung pipi merasa miris, melihat banyanya anak-anak yang tak
memiliki orang tua yang terlantar di jalan-jalan.
Hati
itu terketuk hingga memutuskan untuk mengumpulkan para anak yang ditemui di
jalan untuk diajak begabung untuk belajar. Dulu panti ini masih sangat kecil.
Maklumlah semua modal ditanggung gadis berelesung pipi sendiri. Tabungannya
dikuras habis untuk kelancaran rencan yang dibuat.
Puji
syukur terucap dalam kata, ketika panti ini semakin berkembang berjalannya
waktu yang ada. Semoga bia bermanfaat
nanti.
****
“Tia!”
panggil ibu gadis berlesung pipi.
Dengan
tergopoh-gopoh karena baru pulang dari panti segera gadis berlesung pipi
memenuhi panggilan ibunya.
“Iya,
Bu, ada apa?” tanya gadis berlesung pipi sopan.
“Sini,
duduklah, Ibu mau menanyakan sesuatu pada kamu,” terang ibunya.
Dengan
sabar gadis berlesung pipi mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir
ibunya.
“Menikah?”
gadis berlesung pipi memastikan.
“Iya,
sayang, kamu sudah cukup dewasa untuk membangun rumah tangga, nanti ibu kenalkan
dengan seseorang pasti kamu suka,” jelas ibunya.
“Tapi,
Bu bagaimana dengan anak asuhku? Aku belum siap, Ibu,” jelas gadis berlesung
pipi.
Ya,
selama ini gadis berlesung pipi belum pernah memikirkan masa depannya lagi,
setelah kejadia satu tahun silam. Gadis berlesung pipi, akhirnya memilik focus
pada panti hingga sekarang, dan hampir membuatnya lupa bahwa dia juga wanita.
Sebernaya
ada ketakutan yang kadang menyergap
jiwanya, karena tak semua orang suka
berurusan dengan anak panti—para yatim. Pengalamannya dulu ketika gadis
berlesung pipi pernah menjalin hubungan dan hampir menikah tapi kandas di
tengah jalan, karena kecintaannya pada hal ini. Dan itu tidak satu kali, yang paling sakit
adalah ketika gadis berlesung pipi harus rela melepas Arhan seseorang yang
sungguh dia sukai.
Sejak
itu, sedikit rasa trauma menggelayuti.
“Dia
tidak sama dengan Arhan, Tia,” Ibunya seolah bisa membaca pikiran gadis
berlesung pipi.
“Tapi,
Bu, nanti Tia ikirkan lagi ya,” pintanya
penuh harap.
*****
Trauma sepertinya
masih mengena di hati. gadis berlesung pipi itu masuk ke kamar dan sejenak
mengistirahatkan diri. Mungkin ibunya benar, tapi dia juga butuh waktu untuk
berpikir ulang.
Gadis berlesung
pipi termangu di depan kaca riasanya. Sosok bayangan Arhan yang dulu memenuhi
kalbunya. Gadis berelsung pipi tidak paham kenapa pria itu begitu membenci anak
panti. Ketika ditanya tak satu pun
alasan keluar dari mulutnya.
“Mas, kenapa
sih, nanti kita bisa saling bahu-membahu mengajar mereka,”
“Tapi, aku
tidak suka Tia,”
“Memangnya apa
alasana Mas tidak suka coba jelaskan!” pinta gadis berelesung pipi.
Yang ditanya
hanya diam membungkam. Gadis berlesung pipi bingung tidak karuan. Tidak suka
tapi, tak mau mengungkapkan alasannya.
“Mas, bagaimana
kabarmu sekarang?” Gadis berlesung pipi
menerawang, banyangan kekasihnya itu ternyata belum pudar.
Sudahlah, gadis
berelsung pipi menepis pikirannya sendiri. yang tidak dipahaminya, kenapa
anak-anak panti selalu dianggap remeh dan dikucilkan?
Setahun lalu,
ketika pagi menjelang, gadis berlesung pipi sudah siap kembali mengajar, tapi
hari ini bukan di panti saatnya dia mengajar di sekolahan. Kan ada jadwal yang
sudah disusun rapi, agar tidak bentrok antara pengabdian dan pekerjaan yang
sesungguhnya digeluti. Meski itu sama-sama sebagai pegajar. Gadis itu sudah
melangkah sap berangkat, namun langkah itu tertahan ketika melihat sosok yang
tak diduga datang.
Pandangannya
terkesiap ketika melihat siapa sosok yang kini menunggu dia di teras rumah. Sebuah
undangan pernikahan diterima dengan masih menyisakan sakit di relung hatinya.
“Selamat ya,
insya Allah aku akan datang,” ucap gadis berlesung pipi.
“Andai, dulu
kamu tidak memilih mereka Tia,” ucap Arhan pelan, tapi masih bisa ditangkap
gadis berlesung pipi.
“Mungkin memang
kita belum berjodoh Arhan,” terang gadis berlesung pipi.
Kadang sebuah
pilihan memang harus menyakitkan, tapi gadis berlesung pipi mencoba tegar.
Keyakinan yang dimiliki bahwa menyayangi anak-anak panti bisa memiliki pahala
lebih. Semua ada jalannya masing-masing.
*****
Sejak itulah
ketika hatinya perih karena pilihannya, namun tak menyurutkan niat untuk terus
peduli dan menyayangi anak-anak yatim yang tidak beruntung. Gadis berlesung
pipi yakin dengan pilihannya.
Panggilan
ibunya yang menyuruh turun ke bawah
membuyarkan lamunannya. Segera gadi berlesung pipi, memenuhi panggilan itu.
“Duduklah!” ibu
menyuruhnya.
Gadis berlesung
pipi duduk dengan segera, meski ada keanehan yang dirasakannya.
Ternyata
dugaannya benar, lagi-lagi ibu membawa seseorang untuk menyuntingnya. Akankah
rasa sakit kembali terulang?
“Aku malah
salut dengan kamu Tia, seorang yang berjiwa mulia,” ucap Fatih memcahkan
keheningan.
“Tapi, bukan
hanya itu, ada alasan lain ketika aku memilih mengabdi dan menyayangi
anak-anaka yatim di panti,” ucap gadis berlesung pipi pelan.
“Aku juga
seorang yang sama yang merasakan diperlakukan tidak adil, karena keadaan.
Beruntung ibu mau merawatku dengan kasih sayang, ya aku dulunya juga berasal
dari panti,”
“Aku salut
dengan kejujuranmu, Tia, dan itu malah membuatku aku yakin bahwa pilihanku
tidak salah,” Fatih tersenyum, menatap gadis berlesung pipi dengan teduh.
Bersama sebuah angin segar mengetuk hati yang telah lama dia kunci.
Akhirnya gadis
berlesung pipi bisa berkata jujur alasan kenapa dia sangat menyayangi anak-anak
panti. Karena dia juga sama. Selama ini dia belum sempat jujur karena begitu
tahu dia mengabdi di panti, mereka sudah menjauhi.
Tapi, sekarang
sebuah cinta tulus telah didapatkan. Seorang yatim juga pantas untuk bahagia.
Srobyong, 12
November 2014.
No comments:
Post a Comment