MANFAAT MADRASAH JIWA
A.
Akhlak-akhlak Mulia (makarimul akhlaq)
Allah SWT
berfirman:
Bersikap
pemaaflah engkau dan suluruhlah orang lain melakukan kebaikan serta jangan
hiraukan orang-orang bodoh. (QS al-A’raf[7]:199)
Maksud ayat tersebut adalah hendaklah
engkau mengampuni orang yang berbuat zalim kepadamu, demawan kepada orang yang
kikir kepadamu dan sambunglah silaturrahmi dengan orang yang memutuskan
kepadamu, tidak menghiraukan perbuatan tidak baik dari orang yang bodoh dan
berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.
Nabi Muhammad saw, diutus untuk memberi
teladan akhlak mulia. Beliau berkata, “ Ya Allah, ampunilah kaumku, karena
sesungguhnya mereka tidak tahu.”
Di antara akhlak mulia adalah menebar
salam, member makan, silaturrahmi, dan shalat di waktu malam di saat
orang-orang sedang tidur, meraih berbagai kemuliaan dengan menjauhi
perkara-perkara yang di haramkan. Akhla-akhlak mulia adalah bagian dari amalan
ahli surga yang dapat dilihat indikasinya dari ucapan lembut diikuti dengan
tindakan mulia. Termasuk akhlak mulia adalah membalas budi orang lain dengan
balasan yang lebih besar.[64]
Akhlak mulia tidak pernah menghalang
dirimu berbuat kebajikan. Akhlak mulia juga tudak sombong. Belajarlah melupakan
kesalahan teman,dan punya sifat pemaaf, segeralah penuhi kebutuhan mereka, dan
bantulah orang yang memerlukan bantuan.
B.
Syukur dan Bahagia
Pengetahuan
yang mendorong melakukan syukur adalah mengetahui bahwa seluruh nikmat hanya
datang dari Allah. Syukur bagian dari iman kepada Allah, Allah berfirman:
Nikmat apa saja ada pada kamu,
semata-mata dari Allah. (QS an Nahl[6]:53)
Syukur wajib bagi orang yang mendapat
nikmat sebagai wujud iman. Kondisi yang mendorongnya adalah kegembiraan dan
suka cita terhadap nikmat-nikmat Allah. Kegembiraan tersebut merupakan
manifestasi syukur itu sendiri, karena hanya diperuntukkan bagi substansi-Nya.
Syukur merupakan buah dari iman.
Amal syukur diciptakan bagi Zat-Nya dan
yang lain-Nya. Jika syukur dimaksudkan bagi Zat-Nya, maka amal dengan
menggunakan nikmat yang diciptakan merupakan bagian dari kesempurnaan hikmah.
Namun jika ada konflik syukur dagi lain-Nya, fungsinya untuk menjaga nikmat
yang ada dan sebagai bekal dari nikmat tersebut. Secara utuh rasa syukur adalah
menggunakan nikmat yang di berikan Allah secara seimbang. Orang yang meletakkan
nikmat sesuai dengan situasi dan kondisinya, maka ia tergolong bijaksana. Baik
secara ilmiah maupun amaliah, meletakkan sesuatu menurut porsinya adalah hikmah
itu sendiri.[65]
C.
Ridha
Al-Harits
berkata,”Ridha adalah tenteramnya hati di bawah alur ketentuan Allah.”Dzun-Nun
al-Mishri berkata,”Ridha adalah bahagianya hati terhadap pahitnya qadha.”
Rasulullah saw. bersabda:
“Orang yang akan merasakan nikmat iman
adalah orang yang ridha Allah sebagai Tuhan. Sesungguhnya Allah, dengan
hikmah-Nya, Dia menjadikan ruh dalam keadaan ridha dan yakin serta menjadikan
rasa bingung dan gelisah dalam keraguan dan marah.”
Syaikh al-Junaidi berkata, “ridha adalah
absahnya ilmu yang menyambung kepada hati. Jika hati telah berkait langsung
dengan hakikat ilmu, maka ia akan membawanya kepada ridha.”
Ridha dan mahabbah tidak seperti
rasa takut dan optimis. Sebad, keduanya merupakan situasi yang tidak dapat
dipisahkan dari seorang hamba di dunia dan di akhirat. Hal ini dikarenakan di
surge sekalipun, seorang tidak bisa lepas dari ridha dan mahabbah.
Ibn Atha berkata, “Ridha adalah
tenangnya hati atas qadimnya pilihan Allah untuk seseorang dengan satu
keyakinan bahwa apa yang dipilih oleh-Nya adalah yang terbaik baginya. Ridho
itu sendiri terkadang meninggalkan rasa menggerutu.”
Abu Turab berkata, “ridha tidak dapat
diraih oleh hati yang ada kadar tertentu dan keterkaitan dengan dunia.”
Siqthi Siri berkata, “Ada lima perkara
yang termasuk akhlak para muqorrobin:[66]
1)
Ridha
pada Allah terhadap perkara yang menyenangkan atau menyebalkan.
2)
Mengupayakan
cinta kepada Allah.
3)
Malu
karena Allah.
4)
Merasa
tenteram bersama Allah.
5)
Merasa
mencekam bersama dengan selain Allah.
Al-Fudhail berkata,”Ridha adalah seseorang yang tidak
berangan-angan melebihi kedudukannya.”
D.
Optimis ,Cinta, dan Lapang Jiwa
Pengetahuan
yang menorong optimis adalah menelaah sifat-sifat qodim yang melahirkan segala
hal yang buruk, rahasia, manfaat, dan bahaya. Orang yang mengenal
sifat-sifat-Nya, dirinya akan takut dan penuh hara (optimis). Inilah pengertian
optimis terhadap Zat Allah. Suatu kebaikan tidak perlu di harap-harap, suatu
keburukan tidak bisa di hindari. Allah member keutamaan kepada siapapun. Dan
dengan rasa optimis, orang yang di naungi oleh rasa takut akan terhindar dari
keputusasaan.
Adapun
optimis terhadap bukan Zat Allah adalah optimis yang makin memberi dorongan
untuk memper banyak taat. Jika rasa optimis tidak mendorong untuk banyak taat,
maka hal itu adalah tamanni. Hakikat optimis adalah lapang dan riang
hati dalam menanti apa yang di inginkan sementara sebab-sebab pendukungnya
telah terpenuhi.[67]
Sedangkan
rughbah dominasi keriangan dan kelapangan dalam hati orang yang penuh
harap sehingga seolah-olah dirinya menyaksi secara kasat mata terhadap apa yang
dicita-citakannya. Rughbah merupakan kesempurnaan dan puncak dari
hakikat optimis.
Terakhir
al-basath,yaitu lapang jiwa dan terbukanya jalan hidayah dengan ruh
optimisme.
E.
Takut, Menyasal, Rindu, Khusyuk, Wara’
Ketahuilah,
ilmu khauf adalah telaah terhadap sifat-sifat uluhiah dan kaitannya
dengan proses pendekatan dan penjauhan, proses kebahagiaan dan bencana, tanpa
adanya perantara dan yang mendahului. Inilah khauf yang diarahkan kepada
Zat Allah. Khauf sangat
bermanfaat bagi orang yang merasa banyak melakukan amal baik dirinya merasa
tenteram dan aman dari maker Allah. Adapun khauf (cemas) kepada bukan
Zat Allah ada dua bagian:
Pertama,cemas akan sinarnya nikmat.
Kedua,
cemas terhadap hukuman-hukuman yang di timbulkan sebagai akibat
dari tindak penyelewengan.
Kadar
wajib khauf (cemas) adalah suatu kecemasan yang mendorong untuk
meninggalkan perbuatan yang di larang dan melakukan perbuatan yang wajib.
Adapun kondisi khauf adalah gelisah hati dan gundah gulana karena
khawatir terperosok kepada perkara yang di benci atau takut kehilangan.
Jika
gelisah dan gundah tersebut merupakan dua perbuatan terpuji, maka hukumnya
berbeda pada posisi wajib dan dianjurkan. Jika keduanya makruh, maka hukum keduanya
berada pada posisi haram dan makruh.
Adapun
al-qadh (perasaan merana) kadang-kadang muncul dalam hati dan sebabnya
dapat terbaca dan diketahui. Hukum merana ini sama dengan hukum merasa sedih.
Adapun jika sebab tidak diketahui, maka perasaan merana tadi merupakan siksa
bagi orang-orang punya keinginan, karena mereka bersikap terlalu, sehingga jauh
dari keseimbangan.
Pengertian
al-isyfaq(khawatir) adalah manunggalnya rasa takut dengan optimis secara
seimbang. Sedangkat hakikat khusuk adalah atenang hati dan anggota badan tanpa
gerak karena hati menyaksikan suatu keagungan dan maha mengejutkan. Adapun wara’,
hakikatnya adalah menjahui sesuatu karena khawatir bahayanya.
F.
Merasa
Dekat Dengan Allah
Syu’aul-Bashirah
(sinar mata batin) menampakkan kepadamu kedekatan-Nya dari mu. ‘Ainul-Bashirah
(penyaksian mata batin) menampakkan kepadamu ketiadaanmu lantaran wujud-Nya.
Sedangkan Haqqul-Bashirah (mata batin
hakiki) menampakkan kapadamu wujud-Nya, bukan ketiadaanmu dan bukan pula
wujudmu. ( Ibnu
‘Atha’illah)[68]
Seseorang
tidak akan melakukan suatu kebaikan, kecuali di dalam jiwanya terdapat kebaikan
yang mendorongnya melakukan kebaikan tersebut. Karena kebaikan selalu
melahirkan kebaikan yang lain, sebagaimana kejahatan juga melahirkan kejahatan
yang lain. Demikian halnya ketaatan, di saat seseorang melakukan ketaatan, maka
aka nada ketaatan lainnya.[69]
Perasaan
dekat kepada Allah akan kita rasakan jika kita selalu rajin berdoa dan berserah
diri pada-Nya, perasaan kita yang selalu bersandar hanya pada-Nya. Ketika jiwa
ini suci, kedekatan dengan Allah seolah bisa kita rasakan, bahkan kita seperti bersama
bertatap langsung dengan-Nya dalam sujud malam.
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Fatikh,
dkk, Mencari Berkah Dari Tawadhu’, Tawakal, & Ikhlas,Bekasi:
Al-Maghfirah, 2011
Al-Balali,
Abdul Hamid, Manhajut Taabi’in fi Tarbiyatin-Nufuus, terj. Atik Fikri
Ilyas”Madrasah Pendidikan Jiwa”, Jakarta: Gema Insani, 2003.
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin,terj. Prof.TK.H. Ismail Ya’kub SH.MA, “Ihya’Al-Ghazali”,Semarang:
CV Faizan 1979.
Al-Ghazali, Raudhah
ath-Thalibin wa Umdah as-Salikin, terj. Ija Suntana S.Ag., M.Ag “Membawa
Hati Menuju Ilahi: Rahasia Hidup Selamat Sampai Akhirat”, Bandung: Pustaka
Hidayah, 2009
Al-Hamid, Habib
Idrus, Keajaiban Shalat Tahajud, Surabaya: Pustaka Media, 2009.
Al-Hasyimi,
Sayyid Ahmad, Muktaarul Ahaadits, terj. K.H.Moch.Anwar “Hadits-Hadits
Pilihan Dan Penjelasannya”, Bandung: Sinar Biru Algesindo, 2008.
Al-Kumayi,
Sulaiman, Cahaya Hati Penentram Jiwa, Semarang: Pustaka Nuun, 2005.
Bahresi, Salim,
Irsyadul Ibad Iltasabilirrasyad, Surabaya: Darussagaf, n.nt.
Departemen
Agama RI,Al-Qir’an Dan Terjemah, Bandung: CV Diponegoro, n.nt.
Faris, Muhammad
Abdul Qadir Abu, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi”
Menyucikan Jiwa”, Jakarta: Gema Insani, 2005.
Ghafur, Waryono
Abdu’, Srategi Qur’ani, Yogyakarta: Belukar, 2004.
Imam Ibnu
Qayyim, Al-Fawaaid, terj.Nabhani Idris “Pesan-Pesan Spiritual Ibnu
Qayyim”,Jakarta: Gema Insani, 2004.
Imam Nawawi, Riyadhush
Shalikhin, terj. Abu Khodijah Ibnu Abdurrahim”Ringkasan Riyadhush
Shalikhin”, Bandung: Irsyad Baitussalam, 2012.
Sholikin,
Muhammada, Tasawuf Aktual Menuji Insan Kamil, Semarang: Pustaka Nuun,
2004.
Ustadz Imam Wahyudi Lc., http://almanhaj.or.id/content/3677/slash/0/mutiara-introspeksi-diri/, di unduh
tanggal 31 januari 2014.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ratnani
latifah, lahir di Jepara, 11 November. Pendidikan dari Mts dan MA di tempuh di Hasyim Asy’ari
Bangsri, Memiliki hobi membaca, menulis, mengambar, menyanyi dan mendengarkan
music, minat menulis yang menggebu mulai muncul ketika berada di bangku kelas 2
Mts. Bermula dari hobi membaca novel-novel dan manga, mulailah menulis
coretan-coretan puisi dan cerpen hanya sekedar untuk berlatih yang kemudian
menjadi bacaan rutin dari teman-teman sekelas.
Sempat
berhenti menulis karena sibuk ujian kelas tiga Mts, namun pada semester awal di
Aliyah, kembali menekuni hobi menulis itu hingga sekarang meskipun belum
membuat sebuah karya yang hebat, tetap berjuang untuk menulis terus demi
kepuasan batin. Demi untuk menikmati esensi menulis yang bisa bebas bermain kata
mengolah imajinasi dalam deretan panjang sebuah kisah. Ini adalah salah satu
karya perdana yang dipublikasikan karena sebuah tugas mengarang dari Bapak Drs.Maswan
MM, selaku dosen di Unisnu yang mengampu mata kuliah tehnik penulisan kary
tulis ilmiah
Saat
ini masih belajar di Universitas Islam Nahdhotul Ulama Jepara mengambil
fakultas Tabiyah dan Keguruan, sekarang masih ingin mengembangkan dan belajar bagaimana untuk bisa menulis
dengan baik dan benar, masih membutuhkan saran dan kritik jika ada kesalahan. Bisa dihubungi di akun Fb Ratna Hana Matsura.
[1] Al-Ghazali, Rhaudhah
ath-Thalibin wa Umdah as-Salikin, terj. Ija Suntana, S.Ag.,M.Ag.”Membawa
Hati Menuju Ilahi”, cet.1(Bandung:Pustaka Hidayah, 2009), hal. 74.
[2] Ibid,
hal.77.
[3] Sulaiman
Al-Kumayi, Cahaya Hati Penentram Jiwa, cet.1, ( Semarang:Pustaka Nuun,
2005), hal.2.
[4] Ibid, hal.
3.
[5] Al-Ghazali, ihya’
ulumuddin jilid 4, terj.Prof.TK. H. Ismail Ya’kub SH.,MA.”Ihya Al Ghazali”,
(Semarang:C.V.Faizin, 1979), hal.12.
[6] Departeman Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, (Bandung,
C.V.Diponegoro, n.th), hal. 276. Maksudnya: karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan untuk
dihisab, Maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (sedekah-sedekah)
yang mereka berikan, dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima
tuhan.
[8] Salim Bahresi,
Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad, (Surabaya:Darussagaf, n.nt),
hal.785-786.
[9] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003), hal.14.
[10] Sulaiman
Al-Kumayi, Cahaya Hati Penentram Jiwa, cet.1, ( Semarang:Pustaka Nuun,
2005), hal.79.
[11] Departeman
Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, (Bandung:C.V.Diponegoro, n.th),
hal.476-477.
[12] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003), hal.13.
[13] Al-Ghazali, Rhaudhah
ath-Thalibin wa Umdah as-Salikin, terj. Ija Suntana, S.Ag.,M.Ag.”Membawa
Hati Menuju Ilahi”, cet.1(Bandung:Pustaka Hidayah, 2009), hal. 74.
77. [13] Ibid,
hal.
[14] Al-Ghazali, ihya’
ulumuddin jilid 4, terj.Prof.TK. H. Ismail Ya’kub SH.,MA.”Ihya Al Ghazali”,
(Semarang:C.V.Faizin, 1979), hal. 123.
[15] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003), hal.23.
[18] Sayyid Ahmad
Al-Hasyimi, Mukhtarul Ahaaadiits, terj. K.H.Moch.Anwar “Hadits-Hadits
pilihan Dan Penjelasannya”, cet.9 (Bandung:Sinar Baru Algesindo, 2008),
hal.776.
[19] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003), hal.19.
[20] Ibid,
[22] Al-Ghazali, Rhaudhah
ath-Thalibin wa Umdah as-Salikin, terj. Ija Suntana, S.Ag.,M.Ag.”Membawa
Hati Menuju Ilahi”, cet.1(Bandung:Pustaka Hidayah, 2009), hal.142-143.
[23] Abdul Hamid
Al-Balali, Opcit, hal.26.
[24] Fathia, Akhyar,
dkk, Mencari
Berkah Dari Tawadhu’, Tawakkal, & Ikhlas, (
Bekasi:Al-Maghfiroh, 2011), hal.127.
[26] Imam Nawawi, riyadhush
Shalihin, terj. Abu Khodijah Ibnu Abdurrahim “Ringkasan riyadhush
Shalihin”, cet. 11, (Bandung:Irsyad Baitus Salam, 2012), hal. 33.
[27] Dr. Muhammada
Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi “
Menyucikan Jiwa”, ( Jakarta:Geman Insani, 2005), hal.21.
[28] Fathia, Akhyar,
dkk, Mencari
Berkah Dari Tawadhu’, Tawakkal, & Ikhlas, (
Bekasi:Al-Maghfiroh, 2011), hal.171-172.
[29] Waryono Abdul
Ghafur, M.Ag, Strategi Qurani, (Yogyakarta: Belukar, 2004) hal. 14.
[30] Ibid,
[33] Imam Nawawi, riyadhush
Shalihin, terj. Abu Khodijah Ibnu Abdurrahim “Ringkasan riyadhush
Shalihin”, cet. 11, (Bandung:Irsyad Baitus Salam, 2012), hal.49.
[34] Fathia, Akhyar,
dkk, Mencari
Berkah Dari Tawadhu’, Tawakkal, & Ikhlas, (
Bekasi:Al-Maghfiroh, 2011), hal. 77-79.
[36]Ustadz Imam
Wahyudi Lc., http://almanhaj.or.id/content/3677/slash/0/mutiara-introspeksi-diri/, di unduh
tanggal 31 januari 2014.
[37] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003), hal.78.
[40] Imam Ibnu
Qayyim, Al-Fawaid, terj. Nabhani Idris, “Pesan-pesan Spiritual
Ibnu Qayyim”, cet. 2, ( Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 46-47.
[42] Sulaiman
Al-Kumayi, Cahaya Hati Penentram Jiwa, cet.1, ( Semarang:Pustaka Nuun,
2005),hal. 71-72.
[45] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003),hal. 88.
[46] Al-Ghazali, Rhaudhah
ath-Thalibin wa Umdah as-Salikin, terj. Ija Suntana, S.Ag.,M.Ag.”Membawa
Hati Menuju Ilahi”, cet.1(Bandung:Pustaka Hidayah, 2009), hal. 95.
[47] Abdul Hamid
Al-Balali, Manhajut Taabi’in Fi Tarbiyah Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas”
Madrasah PendidikanJiwa”, (Jakarta:Gema Insani, 2003),hal.89.
[48] Dr. Muhammada
Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi “
Menyucikan Jiwa”, ( Jakarta:Geman Insani, 2005),hal.81.
[51] Muhammad
Sholikhin, Tasawuf Aktual Menuju Insan Kamil, (Semarang: Pustaka Nuun,
2004), hal.213.
[52] Dr. Muhammada
Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi “
Menyucikan Jiwa”, ( Jakarta:Geman Insani, 2005),hal. 121.
[53] Habib Idrus
AL-Hamidi, S.Ag, M.Si, Keajaiban Shalat Tahajud, (Surabaya: Pustaka
Media, 2009), hal. 9.
[54] Muhammad
Sholikhin, Tasawuf Aktual Menuju Insan Kamil, (Semarang: Pustaka Nuun,
2004), hal.219-220
[55] Dr. Muhammada
Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi “
Menyucikan Jiwa”, ( Jakarta:Geman Insani, 2005),hal.149-150.
[59] Imam Ibnu
Qayyim, Al-Fawaid, terj. Nabhani Idris, “Pesan-pesan Spiritual
Ibnu Qayyim”, cet. 2, ( Jakarta: Gema Insani, 2004), hal.85.
[60] Dr. Muhammada
Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi “
Menyucikan Jiwa”, ( Jakarta:Geman Insani, 2005),hal.214-217.
[62] Fathia Akhyar,
dkk, Mencari Berkah Dari Tawadhu’
Tawakal & Ikhlas , (Bekasi: Al-Maghfiroh, n.t) , hal.46-49.
[63] Dr. Muhammada
Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj. Habiburrahman Saerozi “ Menyucikan
Jiwa”, ( Jakarta:Geman Insani, 2005),hal.280.
[64] Al-Ghazali, Raudhah
ath-Thalibin wa Umdah as-Salikin, terj. Ija Suntana” Membawa Hati Menuju
Ilahi: Rahasia Hidup Selamat Sampai Akhirat”, (Bandung:Pustaka Hidayah, 2009),
hal.215.
[68] Sulaiman
Al-Kumayi, Syarah Al-Hikam:Cahaya Hati Penentram Jiwa, (Semarang:
Pustaka Nuun, 2005), hal.229.
[69] Abdul
Al-Balali, Manhajut Taabi’in fi Tarbiyah-Nufuus, terj.Atik Fikri Ilyas “Madrasah
Pendidiksn Jiwa”, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003.), hal.160.
No comments:
Post a Comment