KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt.yang telah menberikan rahmat dan inayah kepada kita, rahmat beragama islam
dan menjadikannya umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Shalawar serta
salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungn agung kita Nabi Muhammad saw.
yang telah membawa rahmat bagi alam semesta dan member petunjuk jalan menuju
keselamatan, juga kepada keluarga, sahabat,
dan pengikutnya sampai akhir zaman.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
merugilah orang yang mengotorinya” (QS.as-Syams: 9-10)
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Dan dia
ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.”(QS.al-A’la:
14-15)
Sungguh beruntung orang yang mengembangkan jiwanya dan
meninggikannya dengan takwa yang terbingkai dalam bentuk ilmu dan amal. Dengan
itu ia mendapatkan segala yang diingankan dengan selamt dari segala keburukan.
Dan sungguh rugi orang yang mengerogoti dan menyembunyikan jiwanya dengan
kekejian yang terbingkai dalam bentuk kebodohan dan kefasikan.
Ketahuilah penyucian yang terpuji adalah membersihkan jiwa dari
syirik, segala dosa dan maksiat. Dengan cara menambah takwa kepada Allah sang pencipta
alam. Nabi saw pernah berdoa yang berbunyi
“Ya Allah berilah jiwaku takwanya, Engkau adalah sebaik Zat yang
mensucikannya, Engkau adalah pemilik dan penguasanya.”
Hal yang mendorong penulis untuk membuat manajemen hati madrasah
jiwa adalah melihat dari pola kehidupan modern saat ini yang lebih condong pada
kehidupan yang hedonisme, yang lebih mementingkan kesenangan dunia. Jiwa mereka
terobsesi dengan hingar bingar keindahan sementara dari dunia luar yang
terekspos bebas di semua media.
Waktu mereka habis dengan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti,
ketika kita tahu sebagian masyarakat lebih suka menghabiskan membaca Koran
harian dari pada membaca Al-quran setiap harinya. Banyak yang lebih menyukai
mendengakan music modern saat ini dari pada bershalawat nabi atau mendengarkan
pengajian untuk mensucikan hati.
Saya tidak menyalahkan siapaun dalam pihak ini, karena saya sendiri
masih proses belajar untuk memperbaiki diri, namun hal yang membuat saya miris
adalah para pemuka agama saat ini juga belum bisa memberi tauladan yang baik
untuk umatnya, ini bertolak belakang dari apa yang telah di dakwahkannya.
Saat ini hampir seluruh masyarakat lebih mementingkan kehidupan
dunia dari pada akhirat. Mereka sibuk dengan ketamakan dan angan-angan semu
yang tudak ada habisnya.
Kita disini hidup untuk saling mengingatkan, maka dari itu dalam
pembuatan buku ini saya ingin sedikit memberi nasihat untuk kita semua agar
bisa lebih memperbaiki diri mulai dari saat ini.
Terakhir, saya memohon kepada Alllah agar nantinya kita semua mendapat petunjuk dari Nya dan
ditunjukkan jalan lurus untuk selalu mendekat padaNya, Dia Zat yang paling
mulia.
Mahasuci Engkau ya Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang,
aku berserah diri pada Mu memohon ampun dari dosa-dosaku, juga memohon akan
rahmat dan kasih Mu.
31 Desember 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................... ii
DARTAR ISI............................................................. iv
BAB 1
PENDAHULUAN........................................ 1
A.
Hati
Sebagai Tombak Menuju Cahaya............ 1
B.
Takut
Kepada Allah........................................ 4
C.
Madrasah
Jiwa................................................ 6
D.
Hati
Sebagai Raja Bagi Manusia..................... 8
BAB 2 SIFAT-SIFAT JIWA..................................... 11
A.
Berubah-Ubah................................................. 11
B.
Tenang............................................................. 13
C.
Menyesali........................................................ 15
D.
Menyuruh
Pada Kejahatan.............................. 16
E.
Membisikkan
untuk Melakukan
Perbuatan Baik dan Buruk.............................. 16
F.
Menghiasi
Perbuatan Buruk............................ 17
BAB 3 METODE MADRASAH JIWA.................... 19
A.
Ikhlas............................................................... 19
B.
Sabar............................................................... 17
C.
Tawakal........................................................... 23
D.
Intropeksi
Diri................................................. 29
E.
Pengendalian
Jiwa........................................... 33
F.
Metode-Metode
Pendidikan Jiwa................... 35
BAB 4 MENSUCIKAN JIWA.................................. 43
A.
Membaca
Al-Qur’an....................................... 43
B.
Zikir
Kepada Allah......................................... 45
C.
Shalat
Tahajud atau Qiyamul Lail................... 49
D.
Infak
di Jalan Allah......................................... 51
E.
Zuhud
dan Qana’ah........................................ 53
F.
Tawadhu’
atau Rendah Diri dan
Mengingat Mati............................................... 56
BAB 5 MANFAAT MADRASAH JIWA................. 61
A.
Membuat
Akhlak Mulia.................................. 61
B.
Syukur
dan Bahagia........................................ 62
C.
Ridha............................................................... 63
D.
Optimis
dan Lapang Jiwa............................... 64
E.
Takut,
Menyesal, Rindu.................................. 65
F.
Merasa
Dekat dengan Allah Swt.................... 66
DAFTAR PUSTAKA................................................ 68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................. 70
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Hati Sebagai Tombak Menuju Cahaya
Hati (
al-qalb). Hati diperuntukkan untuk dua makna:
1.
Danging
sanubari (liver) yang ada di sisi kiri dada. Pada bagian dalam daging tersebut
terdapat lubang yang berisi darah yang berwarna hitam yang merupakan pusat dan
tempat menetap ruh hewani.
2.
Cahaya
lembut ketuhanan yang bersifat rohani (lathifah rabbaniyah ruhaniyah). Cahaya
ini mempunyai kaitan benda dengan hati fisik, seperti hubungan antara sifat
dengan zat dan sifat dengan yang disifati. Cahaya ini merupakan hakikat menusia
yang mampu memahami, mengetahui, yang di khitab, dituntut, diganjar dan
disiksa.[1]
Ketika
Alquran dan Sunnah menyinggung kata hati, maka yang dimaksudkan adalah makna
daya paham manusia terhadap segala hakikat perkara. Akal, terkadang disebut
sebagai hati jasmani yang ada dalam dada. Sebab, antara hati jasmani dengan
cahaya lembut yang mengandung daya paham tersebut memiliki hubungan khusus.
Hubungan kelembutan dengan seluruh tubuh adalah melalui hati jasmani. Hati
jasmani merupakan kerajaan, kendaraan dan sekaligus sebagi pusat bagi seluruh
gerak dan langkah tubuh. Jadi, kaitan santara hati jasmani serta dada,
dinisbatkan kepada manusia adalah ibarat nisbat ‘Arsy dan kursi dari Zat Allah.[2]
Kebahagiaan
itu terletak pada hati, ketika ada rasa syukur dan ridha menerima keadaan yang
ada kepada Ilahi Rabbi.
Hati
orang yang beriman (qalb al-mu’min) itu adalah hati yang paling lemah lembut.
Hati inilah yang menjadi tempat bersemayamnya Allah. Berkenaan dengan ini, Nabi
saw bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ تَعاَلَي انِيَةً مِنْ اَهْلِ
اْلاَرْضِ وَانِيَةُ رَبِّكُمْ قُلُوْبُ عِباَدِهِ الصّاَلِحِيْنَ وَاَحُبَّهاَ
اِلَيْهِ اَلْيَنُهَا وَاَرَقَّهَا (روه الطبرني)
Sesungguhnya Allah mempunyai wadah yang berada pada penduduk bumi,
wadah Rabb kalian adalah hati hamba-hamban-Nya yang saleh, dan diantara mereka
yang paling disukai-Nya adalah yang paling lemah-lembut hatinya.[3]
Kita
memang perlu menjaga hati ini agar nur Ilahi senantiasa masuk ke dalamnya. Hati
jenis ini bagaikan radar yang mampu menangkap isyarat-isyarat ilaiyah yang
terjadi baik yang bersumber dari peristiwa pribadi maupun peristiwa yang
terjadi disekitarnya. Yang pada gilirannya, dirinya menjadi manusia yang
terjaga dari perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah swt. Ia lebih menyukai
mengkonsumsi makanan yang halal dan diridhoi oleh Allah swt. Meskipun
sederhana, makanan itu sangat nikmat baginya. Dunia seisinya ini bagaikan
berada dalam genggamannya. Berkenaan dengan ini, Nabi saw bersabda
مَنْ آَصْبَحَ آمِنًا فِي سِرِّبِهِ, مُعَافًى فِى بَدَنِهِ, عِنْدَهُ
قُوْتُ يَوْمِهِ, فَكَآَ نَّمَا حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا (روه الترمذي)
Barangsiapa yang damai hatinya,
sehat badannya, ada makanan yang untuk dimakannya sehari itu, seakan-akan telah
berkumpul pada tangnnya dunia seisinya. (HR. Tirmidzi)[4]
Nabi
menempatkan kedamaian hati pada tingkat pertama untuk meraih kebahagiaan hidup.
Jika hati kita kotor atau rusak, dapat dipastikan kegelisahan dan
penderitaanlah yang akan kita alami.
Seperti
syair-syair yang diungkapkan oleh Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) :
Bila
hati kian bersih pikiran akan jernih
Semangat
hidup kan gigih prestasi mudah diraih
Namun
bila hati keruh batin selalu gemuruh
Seakan
dikejar musuh dengan Allah kian jauh
Bila
hati kian suci tak ada yang tersakiti
Pribadi
menawan hati cirri mukmin sejati
Tapi
bila hati busuk pikiran jahat merasuk
Akhlak
kian terpuruk jadi makhluk terkutuk
Bila
hati kian lapang hidup susah tetap tenang
Walau
kesulitan dating dihadapi dengan tenang
Tapi
bila hati sempit segalanya jadi rumit
Seakan
hidup terhimpit lahir batin terasa sakit
Seakan
hidup terhimpit lahir batin terasa sakit.
Hati itu memiliki dua tentara : tentara
yang dapat dilihat dengan mata kepala dan tentara yang tidak dapat dilihat,
kecuali dengan mata hati. Hati itu berkedudukan raja. Dan tentara itu
berkedudukan pelayan dan pembantu. Inilah arti tentara. [5]
Adapun tentara yang dapat disaksikan
dengan mata, ialah: tangan, kaki, mata, telinga, lidah dan anggota-angota tubuh
lainnya yang zhahir dan yang batin. Ketika hati meminta mata terbuka niscaya
mata akan terbuka.
Dan kendaraan hati adalah tubuh. Dan
perbekalannya ilmu. Dan sesungguhnya sebab-sebab yang menyampaikannya kepada
perbekalan dan yang menetapkannya dari perbekalan itu adalah amal salih.
B.
Takut
Kepada Allah
Takut
kepada Allah adalah perasaan dimana kita merasa Allah selalu mengawasi kita
dimanapun kita berada. Kita merasa selalu bersama Allah dan kita takut melakukan hal-hal yang buruk
karena Allah mengawasi setiap getar hati atau langkah kemana kita pergi. Dalam
berdoa atau beramal kita kadang takut amal kita tidak diterima oleh-Nya. Firman
Allah dalam surat al mu’minun
dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka[6]
( Al-Mu’minin:40)
Allah berfirman dalam
surat An-Nazii’at ayat 40-41 :
dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat
tinggal(nya).( An-Naazi’at: 40-41)[7]
Maka Allah menyuruh supaya kita takut
kepadaNya, mewajibkannya bahkan menjadikan rasa takut kepada Allah syarat iman,
sebab tidak dibayangkan seorang mu’min terlepas dari rasa takut kepada Allah
meskipun sekecil-kecilnya, sebab rasa takut itu sesuai dengan ma’rifat dan
mengenalnya pada Allah dan ma’rifat itu berarti iman.[8]
Nabi saw bersabda: “pokok dari semua
hikmat(intisari dari ilmu) ialah takut kepada Allah.”
Rasa takutlah yang menahan jiwa mereka
dari hawa nafsu, dan ikut terus dalam peperangan melawannya untuk
menhinakannya, serta mengalihkannya dari jiwa yang menyuruh pada keburukan
(ammaarah bis-suu) kepada jiwa yang tenang (muthma’innah) dan jiwa yang
menyesali perbuatan salah dan karena tidak banyak berbuat baik (lawwaamah).[9]
Tidak
diragukan lagi bahwa generasi sahabat adalah manusia yang paling takut kepada
Allah swt. Juga meraka paling baik dari kebaikan. Karena itu, Rasulullah memuji
mereka. Mereka juga generasi yang paling mengetahui tentang metode madrasah
jiwa, bagaimana mendidik jiwa agar slalu berada dalam jalan Allah swt.
C.
Madrasah Jiwa
Selain
keharusan memanejemen hati, kita juga harus selalu mewaspadai nafs (jiwa).
Karena jiwa yang tidak terawat bisa mempertebal hijab kita kepada Allah. Para
penulis sufi menggunakan nafs merujuk pada sifat-sifat dan kecenderungan buruk
kita. Kendati dikian, Allah mengilhamkan jiwa dengan kejelekan (fujur) dan
ketakwaan (taqwa). [10]Firman
Allah dalam surat Asy-Syams ayat 7-10 Artinya :
7.
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.[11]
Firman
Allah ini mengandung pengertian bahwa manusia mempunyai kesempatan menentukan
pilihannya: kebaikan atau kejelekan. Namun, semua pilihan ada risikonya.
Menurut
visi Hazrat Inayat Khan, jiwa menusia datang dari sumber Ilahi, bagaikan sinar
memancar dari matahari dan berkelana melewati lapisan-lapisan langit
hingga memanivestasi di atas bumi.
Pada
dasarnya manusia memiliki potensi untuk belajar, sehingga sangat di perlukan
adanya madrasah jiwa, agar manusia bisa mendidik jiwa tersebut agar tidakmemilih
jalan yang salah, dalam madrasah jiwa kita bisa mencontoh pada masa tabi’in.
Madrasah
pendidikan jiwa pada masa tabi’in dan orang-orang setelah mereka terus-menerus
bersanding dengan madrasah-madrasah fiqih, bahasa, Al-Quran, dan As-Sunnah.
Bahkan para imam dalam ilmu-ilmu ini adalah ahli ibadah dan orang zuhud pada
zaman itu, karena mereka lulus dari madrasah-madrasah pendidikan jiwa.
Salah
satu dasar utama yang disandarkan madrasah-madrasah itu, dari genrasi-generasi
itu adalah menyakinkan bahwa Allah swt. tidak ,memerlukan sesuatu terhadap
hamba-hambaNya. Firman Allah:
“
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah dan Allah-Dialah Yang
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi maha terpuji.” (Faathir:15)
Dasar
pendidikan ini adalah salah satu factor pendorong utama bagi generasi tabi’in
untuk pendidikan jiwa dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam mendidik jiwa
dan imannya.[12]
D.
Hati
Sebagai Raja Bagi Manusia
Pernah
disebutkan bahwa hati memiliki dua tentara, yaitu tentara yang dapat dilihat dan tidak dapat dilihat kecuali
dengan pandangan batin. Posisi hati sebagai raja, sedangkan pasukan-pasukannya
adalah pembantu dan pendukung.
Pasukan
yang dapat dilihat dengan mata indrawi antara lain tangan, kaki, telinga, mata
dan lidah. Jumlah pasukan hati ini terangkum dalam tiga bagian:[13]
1)
Pasukan
yang membangkitkan selera, seperti syahwat. Sementara ada pasukan yang menahan
serangan berbahaya seperti amarah, dan pasukan pembangkit yang dinamai dengan
kehendak.
2)
Pasukan
yang menggerakkan anggota badan untuk meraih maksud-maksud tersebut. Nama untuk
pasukan ini disebut dengan kekuasaan.
3)
Pasukan
yang mampu memahami dan mengatahui segala sesuatu, seperti intelejen. Pasukan
ini terdiri dari daya dengar, daya lihat, daya cium, daya raba dan daya sentuh.
Hati
membutuhkan pasukan-pasukanyang
disebutkan tadi. Sebagai bentuk butuhnya hati kepada kendaraan dan bekal untuk
mengarungi perjalanan menuju Allah, sekaligus melintasi berbagai maqam untuk
bertemu denganNya, untuk tujuan ini hati diciptakan. Adapun kendaraan hati
adalah badan, sementara ilmu adalah dan amal adalah bekalnya.
Maka
dari itu, diperlukan madrasah jiwa, pendidikan jiwa dan hati agar bisa lebih
dekat dengan Ilahi rabbi. Agar hati dan jiwa menjadi bersih, menjadi pribadi
yang budi pekerti.
Tujuan
saya menulis tentang madrasah hati dan jiwa adalah sebagai pengingat kembali
dan untuk menjadi renungan bagi kita semua yang ingin memperbaiki diri dan
mencoba mendekat pada Ilahi rabbi. Dan Allah adalah pemberi petunjuk kepada
segala makhluk yangdikehendakiNya.
Menunggu Bab 2
Menunggu Bab 2
No comments:
Post a Comment