THE WAY I LOVE U
Kazuhana El Ratna Mida
Tidak pernah terbesit dalam benak Fitra, ketika pada awal memasuki
perkuliahan. Saat itu yang dia pikirkan hanyalah bagaiman, bisa menimba
ilmu dan meraih impian. Namun detik pertama itu juga dia harus melihat
seseorang, yang pada akhirnya menjadi sebuah cerita yang hanya mampu dia
simpan dalam dada.
Fitra melangkah, memasuki
ruang di mana dia harus mengikuti ujian tertulis sebagai syarat memasuki
sebuah Universitas di daerahnya, setelah itu dia berpindah ruangan
untuk mengikuti ujian lisan yang juga dilaksanakan saat itu juga. Fitra
sedikit takut dan merasa was-was jika tidak bisa dalam ujian itu. Tapi
terus terus menyemangati diri sendiri, agar tidak menyerah di
pertengahan jalan yang telah dilalui.
Semangat Fitra. Teriaknya dalam hati.
Di tempat inilah sebuah cerita itu di mulai, dia yang memliki wawasan
yang luas yang tidak dimiliki Fitra. Dia orang pertama yang Fitra temui
dalam ujian itu. Karena jujur saja Fitra bukan orang yang mudah
bergaul, dia lebih memilih diam dan mengawasi.
Sosok itu
bisa dengan mudah menjawab semua pertanyaan yang diberikan penguji,
tidak seperti dirinya, yang terpatah-patah karena ada rasa was-was yang
menguasai asa. Fitra diam-diam sudah mulai simpati. Namun Fitra mencoba
menepisnya, berpikir bahwa ini hanya sebuah rasa kagum karena ilmu yang
dimilikinya.
Pertemuan itu pun berlanjut karena mereka
sama-sama diterima di kampus, dan lagi berada dalam satu kelas. Tapi
Fitra hanya bisa diam.
Dalam diam itu Fitra
hanya bisa menatap jauh, ketika melihat cowok itu adaa dalam ruang yang
sama. Ya, Fitra hanya bisa memerhatikan saja. Menatap dia yang asyik
bersenda gurau dengan teman-teman lainnya. Melihat senyumnya yang hanya
sepintas pun membuat Fitra lega. Ya, Fitra tidak bisa melakukan apapun
kecuali hanya bisa menatap jauh dan menyematkan doa untuk dia.
Fitra hanya bisa mengagumi dalam diam, menikmati senyumnya dari jauh
tanpa dia tahu. Dia bahkan tidak tahu bahwa mendengar suaranya saja
cukup membuat Fitra senang. Hanya ini yang bisa Fitra lakukan. Dia tidak
berani berharap lebih kecuali karena kuasaNya.
Seperti ketika Fitra selalu berkesempatan satu kelompok dengan dia, itu
membuatnya bisa lebih banyak waktu untuk saling diskusi. Tapi, Fitra
tetap tak bisa apa-apa dan masih dengan diamnya.
Ya, Fitra menikmati cara yang dipilihnya, meski sakit dan kadang
menyusahkan hati. Bagaimanapun juga, rasa itu tetap menghampiri. Dan
Fitra hanya bisa menatap jauh dia yang tak pernah tahu rasa yang
bersarang di hati.
Fitra berjuang sendiri
menata hati ini. merajut rasa ini agar tidak terkungkung dari rasa yang
menggebu. Meski dia bilang mampu dan akan berusaha menyukai dalam diam,
kadang dia juga tidak bisa mengelola rasa. Ada kalanya Fitra lelah dan
ingin membuka tabir yang ada. Tapi, dia sadar diri, siapalah dirinnya?
Fitra merasa tidak pantas bersamanya, mungkin inilah cara terbaik yang
bisa dilakukannya dalam mengagumi.
“Salahkah
aku jika rasa ini menyapaku? Menjadikanku pengagum rahasiamu.” Fitra
berucap lirih. Mencoba mencari jawaban dari keresahan yang mendera.
Hanya cara inilah yang bisa dia lakukan. Takutnya jika Fitra jujur
akan rasa ini, dia malah akan pergi. Fitra memilih menyukai dengan
caranya. Dengan diam dan membiarkan rasa itu berada di dalam hati yang
tidak diketahui orang lain.
Fitra memilih mencintai dalam
diam, karena dalam diam Fitra berdoa jika dia baik untukku semoga Allah
menemukan satu titik itu dalam ikatan suci yang diridloi ,namun jika dia
tidak baik untuknya, dia berharap bisa ikhlas dan mendoakannya untuk
mendapatkan pengganti yang lebih baik. Karena Allah adalah sutradara
terbaik di dunia, dan Fitra percaya akan pilihanNya.
“Inilah caraku mencintaimu, ya, mencintaimu dalam diam.”
“Diam bukan berarti tidak peduli, karena dengan diam aku menjaga hatiku
dan hatimu agar tidak menduakan cinta Allah, mencoba menjaga hati untuk
seseorang yang nantinya benar-benar halal, yang patut di cintai sebagai
imam diri ini,” ucap Fitra.
“Diam adalah
caraku mencintaimu agar aku tidak terlalu berharap padamu, karena sebuah
harapan hanya aku gantungkan pada Sang Kuasa. Diam adalah caraku
mencintaimu agar rasa ini tidak menjadi candu yang membawa pada kubangan
nafsu yang menjatuhkan. Diam adalah caraku mencintaimu, agar aku dan
kamu tidak terjerat akan godaan syaitan.”
Fitra menengadah curhat akan rasa yang dimiliki pada Sang Penguasa.
Menitipkan segala rasa yang menggelayutinya. Ya, biarlah Allah yang
nantinya memutuskan segala rasa ini.
Fitra menutup
diary-nya, menyimpan dalam tumpukan coretan yang dia buat, tak tahu
kapan orang itu akan rasa yang disimpan slalu.
“Untukmu yang selalau ada dihatiku,” lirih Fitra.
Srobyong, 1 Januari 2015.
Posting sebelum tidur, ^_^
Mencoba nulis cerita Narasi yang dominan tapi gagal, hehhh
No comments:
Post a Comment