Thursday 26 May 2016

[Review] Mengenal Sejarah Budaya Indonesia dengan Kunjungan ke Museum


Judul               : 3 Emak Gaul Keliling 3 Kota
Penulis             : Fenny Ferawati, Ika Koentjoro dan Muna Sungkar
Penyunting      : Mariana Ariyani
Penerbit           : Buana Ilmu Populer
Cetakan           : Pertama, Desember 2015
ISBN               : 978-602-394-007-3

Bangsa yang besar adalah sebuah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, tidak juga melupakan karya budaya yang dipersembahkan dari para leluhur. (hal. 5)
Bagi yang suka melakukan traveling, museum bisa dijadikan salah satu alternatif penjelajahan yang menarik. Karena museum adalah tempat di mana kita bisa melihat bukti sejarah dan budaya. Dari mengunjungi museum selain bisa mendapat hiburan, kita juga akan mendapat banyak pengetahuan yang sarat makna.  Dalam buku ini mengajak berpetualang ke  museum di kawasan JogloSemar akronim dari Yogyakarta, Solo dan Semarang.
Musem di Yogjakarta yang bisa didatangi adalah Museum Affandi, Museum Gunung Merapi (MGM), Museum Batik Yogyakarta, Museum Kereta Keraton Yogyakarta, Museum Pusat TNI AU Dirgantara, dan  Museum De Mata Trick Eye.
Sudah menjadi rahasia umum Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, kota budaya, kuliner dan wisata. Yogyakarta juga terkenal dengan keratonnya. Dan jika ingin  melihat ciri khas itu, sebaiknya mengunjungi museum Kereta Keraton Yogyakarta. Museum ini bisa ditemukan tidak jauh dari Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta. Keistimewaannya adalah museum ini tidak akan ditemukan di kota lain di Indonesia. (hal. 42) Sebagian besar koleksi yang berada di museum ini sudah berusia puluhan tahun bahkan ada yang mencapai ratusan tahun. Dari sejumlah koleksi yang ada, ternyata  beberapa kereta masih digunakan untuk upacara kebesaran keraton.
Ada tiga jenis kereta yang dipamerkan di sana. Pertama, kereta dengan atap terbuka dan beroda dua. Biasanya digunakan untuk kendaraan rekreasi. Seperti Kereta Kapolitan. (hal.44) Kedua,  kereta dengan atap terbuka beroda empat. Digunakan oleh orang-orang yang dianggap terpandang. Seperti para pengawal Sultan. Contoh jenis kereta ini adalah Kyai Jongwiya atau kereta yang menggunakan nama Landower (hal.44). Dan yang ketiga adalah kereta dengan atap tertutup beroda empat. Khusus dipakai Sultan dan keluarga. Contoh kereta adalah, Nyai Jimat, Kyai Garudayaksa dan Kyai Wimanaputra. (hal. 45) Selain yang sudah dipaparkan masih ada juga koleksi lain yang dibuat pada era 1900-an.
Jika ke Solo, museum yang bisa mengunjungi adalah Museum Keraton Solo, Museum Keraton Surakatra, Museum Pura Mangkunegaran, Museum Pers Nasional, Museum Samanhudi, Museum Radya Pustaka, Museum Danar Hadi Solo dan Museum Gula Gondang Winangun.
Di Museum Samanhudi seolah mengajak kembali ke sejarah Indonesia sebelum merdeka.  Dilihat secara umum, museum ini menceritakan tentang sejarah perbatikan di Solo, serta berdirinya  Sarekat Dagang Islam (SDI) dan didirikan dan diketuai sendiri oleh Samanhudi. (hal. 103).  Tercatat dalam salah satu dokumentasi bahwa pada 1859-1870 Solo menjadi pusat batik dan menguasai pasar Nasional. Keberadaan museum Samanhudi adalah contoh kebanggaan terhadap sejarah dan pelestarian budaya.
Dan terakhir adalah Semarang. Kota ini menyimpan banyak sejarah. Museum yang bisa dikunjungi Adalah  Museum Jamu Indonesia Nyonya Meneer, Museum Rekor Dunia Indonesia, Museum perkembangan Islam Jawa Tengah, Museum Mandala Bhakti, Museum Art Contamporary Gallery, Museum Rangga Warsito dan Museum Kereta Api Ambarawa.
Pergi ke Semarang tanpa mengunjungi Masjid Agung itu rasanya tidak lengkap. Masjid yang arsitekturnya menyerupai Masjid Nabawi ini, merupakan  salah satu masjid tersebar di Indonesia. (hal. 150) Di sana ada juga sebuah menara yang dinamakan Al Husna Tower. Menara ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas, salah satunya adalah Museum Perkembangan Islam di Jawa Tengah. (hal. 152) Benda-benda bersejarah ditata berdasarkan alur perkembangan sejarah Islam. Yang lebih menarik itu ketika  ke lantai tiga, di sana ada koleksi menarik salah satunya, Al-Quran yang ditulis dalam aksara Jawa. (hal. 156) Dan di masjid juga terdapat Al-Quran berukuran 90 x 145 meter yang disalin dengan tulisan tangan oleh dosen UNSIQ Wonosobo. (hal.158) Jadi sangat disayangkan jika tidak mencoba jalan-jalan ke museum yang sudah di bahas tadi.

Buku ini dipaparkan dengan bahasa mengalir sehingga mudah untuk memahaminya. Ditambah ada tips, petunjuk lokasi juga persiapan biaya yang diperlukan jika ingin mengunjungi museum-museum tersebut. Sebuah buku yang mengingatkan kembali rasa nasionalisme. Mengenal lebih dekat budaya dan menambah pengetahuan bukti sejarah. Kelemahan buku ini masih ditemukan sedikit kesalahan penulisa dan sebuah gambar yang dimuat ganda. Tapi secara keseluruhan, buku ini tetap asyik dibaca.  

2 comments:

  1. ahhhh kapan hari ikutan kuis buat dpetin buku ini, tpi gagal maning
    hikss

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku dapat ini dari bincang buku sama penulisnya si KOMBI. ^_^

      Delete