Wednesday 25 May 2016

[Cernak] Jeglong


Kazuhana El Ratna Mida *)
Dua hari lalu, Nana berkunjung ke rumah neneknya di desa Srobyong untuk menikmati liburan panjang.  Dia sangat senang bisa bertemu dengan neneknya. Di sana dia bisa melihat pemandangan indah sawah yang masih hijau. Nana memang sangat suka pemandangan.

Tapi ada satu hal yang membuat Nana sebal jika ke rumah neneknya.  Sari sepupunya itu selalu membujuk Nana untuk ikut bermain jeglong. Yaitu  permainan tradisional, dengan cara melompat-lompat pada bidang datar, yang digambar di atas tanah. Gambar kotak-kotak itu kemudian dilomptai satu persatu dengan satu kaki. Biasanya bisa dimainkan 2 sampai 5 orang. Permainan yang menurut Nana sangat membosankan dan tidak menarik. Malah hanya akan membuat lelah saja. Lebih baik bermain dengan gadget yang praktis. Mau apa saja bisa. Tinggal pencet sana pencet sini semua bisa jadi. Menyenangkan sekali bukan? Itulah yang dipikirkan Nana gadis kecil yang sudah kelas lima itu.

“Aku tidak mau.” Nana terlihat kesal. Sepupunya itu selalu saja memaksa. Nana kembali asyik dengan gadgetnya. Bermain mendandani barbie.

“Ayolah sekali saja. Permainan ini asyik, lho.” Sari masih membujuk. Dia butuh teman bermain. Sangat membosankan kalau bermain jeglong sendiri.

“Kamu saja yang ikut main aku, bagaimana? Nanti aku ajarin cara mainnya.”

Sari langsung menggeleng. Dia tidak mau. Takut jika malah akan merusak permainan Nana. Katanya benda yang selalu dibawa Nana itu harganya mahal.

Akhirnya mereka hanya saling diam. Nana asyik dengan permainannya sendiri. dan Sari menggambar tidak jelas dengan gajo, sebuah potongan persegi  kecil yang berasal dari pecahan genteng. Biasanya itu digunakan Sari untuk bermain jeglong yang dilempar ke kotak-kotak.

“Na, kenapa sih kamu tidak mau bermain jeglong?” Sari penasaran. Setiap kali ke rumah nenek dan diajak main Nan selalu menolak.

“Tidak suka saja. Permainan itu membosankan. Hanya akan membuat lelah karena melompat ke sana- kemari,” jawab Nana masih asyik sendiri.

“Tapi kamu kan belum membuktikannya. Masak sudah berkata seperti itu,” Sari protes.

“Tapi kamu selalu bilang capek kan kalau habis bermain?”  Nana memberi alasan. Dia selalu  mendengar keluhan Sari saat istirahat di rumah nenek.

“Iya, sih capek tapi aku senang. Aku menikmatinya.” Sari menjelaskan.

“Kenapa kamu malah senang?” Nana ingin tahu.

“Karena aku bermain dengan gembira bersama teman-temanku. Belum lagi kalau aku bisa menang. Pokoknya itu mengasyikkan.” Sari membayangkan dia tengah bermain jeglong dengan Ani. Kadangkala juga dengan teman-teman lainnya.  Sari tersenyum.

“Dan aku rasa, bermain jeglong juga bisa membuat kita sehat, Na. Saat kita melompat dari satu tempat ke tempat lain dengan satu kaki, berarti itu kita sedang melatih keseimbangan tubuh.” Sari tersenyum. Dia tahu itu dari cerita ibunya. Karena dulu ibunya juga sangat pandai bermain jeglong dan selalu menerangkan apa manfaat dari jeglong itu.

~*~

Pagi ini Sari tidak lagi membujuk Nana buat bermain jeglong. Sari sudah memiliki teman bermain.

Nana sendiri masih memiliki waktu satu hari menikmati liburan, sebelu besok harus kembali ke kota. Seperti biasa dia tetap asyik bermain dengan gadget-nya. Tapi suara riauh Sari dan teman-temannya di samping rumah sang nenek, membuat Nana penasaran juga.  Mereka saling beteriak kesal lalu sebentar kemudian tertawa. Mereka bermain dengan gembira.

Nana jadi penasaran apa yang membuat mereka begitu menyukai permainan yang melelahkan itu.
“Hai, Na! Yuk gabung. Asyik, lho.” Sari yang melihat Nana menatap mereka melambaikan tangan.

Nana menggeleng dia masih ragu. Bagaimana kalau nanti habis main dia akan kelelahan. Badannya bisa sakit semua?

“Ayolah, “ Sari sudah di samping Nana. Dia mendorong tubuh Nana.

“Sekali saja. Kamu harus mencoba, baru bisa membenarkan pendapatmu itu.”

“Tapi ...,” Nana ragu.

“Aku akan mengajarimu. Tenang saja. Dan nanti malam aku akan menginap di rumah nenek, biar bisa memijitimu jika kamu kelelahan.”

Nana pun setuju. Dia mulai ikut bergabung. Pertama, tentu saja Nana tidak bisa bermain dengan baik. Tapi setelah mengamati dengan saksama permainan Sari dan teman-temannya, Nana bisa mengikuti.

Memang permainan itu cukup melelahkan. Nana bahkan sampai ngos-ngosan dan beberapa kali dia jatuh.  Tapi kemudian hal itu malah membuat dia tertawa, menyadari kelelahan itu ternyata malah  membuatnya senang. Tertawa bersama teman-teman, karena bisa bermain bersama. Hal yang selama ini sudah jarang Nana lakukan. Dia lebih suka bermain sendiri di rumah.  Bermain jeglong tidak seburuk yang dibayangkan.

Penulis adalah alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara yang tinggal di desa Srobyong—Mlonggo—Jepara.


Srobyong, 11 Maret 2016. 

Dimuat di Koran Tribun Timur. Minggu 22 Mei 2016 

4 comments:

  1. Bagus mba, lokalitas. Hikmahnya dapet. Cara kirim ke sana gimana mba?/saatnya berapa hal. Lama nunggu ga? Heheheh pengen coba keberuntungan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir. starndar cernak biasa 3-4 600-800 kata. dikirim ke tribuntimurkids@gmail.com Masa tunggu cukup lama memang hehhh

      Delete
  2. hhhee permainan masa kecil yang tak akan prnah kulupakan
    bermain gedrek hhhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hhhe permainan ini seru sekali. Namanya beda-beda ya tiap daerah ^^

      Delete