Dimuat di Kabar Madura, Sabtu 29 September 2018
Judul : Kelakar Madura Buat Gus Dur
Penulis : H. Sujiwo Tejo
Penerbit : Imania
Cetakan : Pertama, Januari 2018
Tebal : 200 halaman
ISBN : 978-602-8648-25-7
Peresensi : Ratnani Latifah. Alumni Universitas
Islam Nahdlatul Ulama, Jepara
Humor adalah cerita pendek yang memiliki unsur
kelucuan dan diharapkan bisa menghibur
pembaca. Namun di sisi lain humor juga bisa menjadi salah satu cara mengkritisi
secara halus. Buku yang terdiri dari 32 kisah ini mencoba menghadirkan berbagai
kritik politik dan sosial dengan cara halus dan lucu. Uniknya kisah-kisah ini
mengkaitkan antara Madura dan Gus Dur. Sehingga dari kritik yang ada kita juga
bisa mengenal lebih dekat tentang budaya madura dan kearifan Gus Dur, meski
dengan sikap nyeleneh yang dimiliki.
Sebagaimana kita ketahui, selain dikenal sebagai
Presiden, Kiai, Budayawan dan Penggerak Sosial, Gus Dur dikenal juga sebagai
sosok komedian, karena sikapnya yang kadang jenaka. Sikap itu pula yang membuat
Gus Dur satu-satunya presiden yang mendapat gelar Humoris Causa dari
masyarakat (hal 8).
Misalnya saja dalam humor yang berjudul “Saya Ini
Gembala Sapi, Dik” (hal 49). Kisah ini
membuat kita tertawa lewat jalinan kisah yang renyah dan unik. Namun yang pasti
lewat kisah ini kita akan menemukan sindiran halus tentang bagaimana tingkah
pola para DRP. Di mana Gus Dur pernah memaparkan bahwa DPR itu sama saja dengan
Taman Kanak-Kanak. Karena sikap mereka yang tiap kali ada beda pendapat,
bukannya di selesaikan dengan musyawarah dan kepala dingin, namun diselesaikan
dengan pertengkaran hingga tinju melayang.
Lalu ada pula humor berjudul “Presiden Semar atas
Petunjuk dari Langit. Secara tidak langsung dalam kisah ini penulis memaparkan
tentang keluhuran sikap Gus Dur yang disamakan lewat tokoh pewayangan,
Semar. Digambarkan dia memiliki sikap
aneh, perpaduan lucu, nyentrik, namun juga cerdas, jujur, sederhana, dan
berpengetahuan luas. Gus Dur juga sosok yang bersahaja, bijak, sabar, tegas
dalam memberantas kedurjanaan.
Tidak kalah menarik adalah “Jabatan Rangkap” yang
mana dengan gagasan yang sederhana namun menusuk, tentang kebiasaan orang-orang
yang rakus, hingga memiliki jabatan rangkap.
“Lho, Bapak ini sudah jadi
anggota DPR saja masih bisa merangkap jadi anggota MPR, masa nyetir sambil
mendorong tidak bisa.” (hal 87).
Ada pula humor berjudul “Carok” selain mengkritisi
tentang perseteruan para pejabat tinggai demi memenangkan kursi kekuasaan dan
masalah Pansus Buloggate yang konon melibatkan Gus Dur. Dari humor ini kita akan diajak mengenal
lebih dekat tentang carok. Bahwa carok
sebenarnya adalah tradisi perang orang Madura ketika harus menghadapi sebuah
permasalahan yang menyangkut harga diri, yang kemudian diikuti antar kelompok
atau klan. Biasanya dalam tradisi ini orang madura berperang menggunakan clurit
(hal 137).
Selain humor-humor tersebut, tentu saja masih banyak
humor lain yang tidak kalah menarik dan bikin penasaran hingga tertawa
terpingkal-pingkal. Apalagi penulis sudah piawai dalam mengolah kata. Sederhana
namun memikat, legit dan membuat ketagihan.
Misalnya saja humor “Pemilu Paling Murah” yang mengkritisi kebiasaan
para caleg dalam kebiasaan bagi-bagi tanda jasa agar memiliki banyak pengikut.
“Kalau gambar-gambar di kertas suara itu nanti
ditusuk sate, maka pakunya harus diikutsertakan juga. Kita tidak Cuma
menyediakan satu paku untuk setiap pencoblosan. Jumlah paku harus seperti jumlah
kertas suara. Bayangkan kalau seluruh Indonesia, sudah berapa paku. Mahal.”
(hal 70).
Humor lainnya seperti Nasihat Secara “Sor Mejo Keh
Ulane”, Kunjungan dalam Negeri dengan Bejak, Sidang Pansus Buloggate, Juru Bicara Presiden, Sepatu Tentara, Kisah
Pendorong Komedi Putar, Nyanyian Tanah Madura dan banyak lagi.
Maka tepat sekali ketika Moh, Mahfud MD, Ketua
Mahkamah Konstitusi 2008-2011, dalam endorsnya memaparkan, “Dengan cara
canda yang segar Suwijo Tejo selalu berhasil melancarkan kritik tajam kepada
kita tanpa membuat kita marah. Buku Kelakar Madura Buat Gus Dur contohnya. Dia
gambarkan Gus Dur menggunakan kekuasaannya dengan enteng, tampa beban dan
berani. Dia gunakan setting masyarakat Madura yang lugu, menggemaskan, cerdik
tapi tidak licik. Isinya kritik kanan kiri, tembak sana tembak sini.”
Buku ini patut diapresiasi. Membacanya kita akan
mendapat banyak pengetahuan juga mendapat hiburan yang menyenangkan.
Srobyong, 22 Juli 2018
Gus Dur memang sosok yang sangat inspiratif
ReplyDelete