Monday 4 September 2017

[Resensi] Ketika Kebencian Menjadi Budak Hati

Dimuat di Harian Singgalang, Minggu 3 September 2017 


Judul               : Ninevelove
Penulis             : J.S. Khairen
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           Pertama, September 2016
Tebal               : 331 hlm
ISBN               : 978-602-03-3418-9
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Jangan pernah membenci seseorang secara berlebihan. Karena batas sekat benci dan cinta itu sangat tipis. Cintailah secara wajar dan bencilah secara wajar. Karena itu lebih baik dan aman. Novel ini memadukan unsur cinta, persahabat, keluarga,  dunia jurnalistik dan ekonomi.  Kisahnya ringan dan cukup menghibur.  Meski masih ada beberapa lubang yang membuat novel ini terasa kurang. Meski begitu bagi penikmat buku bisa menjadikan buku ini sebagai teman membaca yang ringan.

Menceritakan tentang Dewi yang entah kenapa  sangat tidak suka dengan Joven. Dia merasa Joven selalu mencari perkara dengan dirinya,  selalu membuat emosinya tersulut (hal 6).   Joven adalah sosok kedua yang menempati urutan yang paling dia benci. Pada posisi pertama adalah ayahnya sendiri yang dengan tega telah meninggalkan dia dan ibunya selama bertahun-tahun, dan tiba-tiba kembali dengan keadaan yang tidak terduga.

Bagi Dewi sosok yang selalu membuatnya terpesona adalah Guruh, sahabat juga teman satu organisasi di Tinpa Kampus.  Dewi sangat menikmati kegiatannya di sana, sampai seseorang yang tidak pernah dia duga muncul memporak-porandakannya. Joven yang ternyata adalah wartawan junior Majalah Cakrawala akhirnya ikut bergabung juga di sana.

Tapi dari sanalah akhirnya Dewi mengenal siap Joven yang sebenarnya. Dia tidak sejahat yang dipirkannya selama ini. Dewi menyadari kebencian yang dimiliki telah membutakan mata hatinya. Karena itu dia mulai memperbaiki diri.  Selain itu ... Dewi juga ingin berdamai dengan masa lalunya tentang ayahnya.  Joven kemudian malah menjadi sahabat yang sangat kental dengan dirinya, termasuk Guruh. Bertiga mereka selalu kompak. 

Namun benarkah pertemanan antara pria dan wanita hanya sampai batas itu? Di sinilah maslahnya. Ternyata diam-diam Dewi mulai menyukai Joven. Perasaan itu tumbuh sangat tidak terduga seperti benci yang dulu menjajahnya. Hanya saja dia tahu, Joven sudah memiliki kekasih.  Di sisi lain, Guruh yang dulunya hanya menganggap Dewi  sebagai teman, ternyata diam-diam mulai merasa ketertarikan kepada Dewi. Hanya saja dia tahu ternyata hati Dewi meski dulu sempat menyukainya, kini sudah berpaling pada Joven.

Entah bagaimana jalinan kisah mereka di akhirnya nanti. Siapa yang akan bersama Dewi. Atau malah tidak seorang pun di antara mereka.  Karena pada kenyataannya, cinta itu bukan hanya masalah mereka beriga. Ada beberapa sosok lain yang juga ikut terlibat jalan kisah mereka bertiga. Di mana tokoh itu memiliki andil yang cukup besar dan mengejutkan.

Dipaparkan dengan gaya bahasa yang renyah dan asyik, membuat novel ini nyaman untuk diikuti.   Dari segi cover novel ini sangat memikat.  Apa lagi judulnya yang unik.  Ditambah lagi dalam sudut penceritaan yang memilih menggunakan sudut pandang masing-masing tokoh.  Membaca novel ini seperti kembali ke masa perkuliahan yang menyenangkan dan seru. Bagaimana membawa diri dalam membangun persahabatan, serta belajara arti kerjasama dalam berorganisasi.

Hanya saja, dalam novel setebal 331 halaman ini,  ada beberapa bagian yang terasa monoton dan sedikit membosankan. Karena beberapa tokoh kurang diekspkore dengan baik. serta emosi-emosi para tokoh yang kurang kuat. Selain itu ada pula sisi religi yang terasa kurang pas dari tokoh Dewi yang memustuskan berhijab.

Namun lepas dari kekurangannya, novel ini cukup memberi banyak pembelajaran yang bisa direnungkan. Bahwa kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari luarnya. Serta jangan sampai masa lalu menjadi bumerang yang akan menghacurkan diri sendiri.  Di sisi lain ... kita juga bisa belajar lebih banyak tentang dunia jurnalistis, dunia menulis serta bagaimana cara bersosialisasi dalma organisasi.

Srobyong, 19 Maret 2017 

No comments:

Post a Comment