Monday 25 July 2016

[Resensi] Mengemas Senja dalam Cerita yang Berbeda


Judul               : Sepotong Senja untuk Pacarku
Penulis             : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Pertama, Februari 2016
Halaman          : 208 hlm
ISBN               : 978-602-03-1903-2 
Peresensi         : Ratnani Latifah, penikmat buku dan literasi almuni Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Semburat cahaya yang dipancarkan selalu dicari sebagian orang yang memang sangat tergila-gila pada senja. Karena konon senja itu bisa memunculkan efek romantis dan  eksotis.  Menilik betapa menariknya senja,  Seno Gumira mencoba mengemas senja menjadi cerita yang berbeda.

Kenapa berbeda? Karena senja yang ditulis Seno adalah senja dalam berbagai pendekatan dan konteks. Mulai dari gelaja alam kasat mata, sampai genap konstruski struktural dan tematik yang dimungkinkan oleh subjek bernama senja. Masih merujuk dari kata penulis, “Dari saat ke saat, memburu senja secara konkret maupun sebagai konsep yang abstrak, memberikan kepada diri saya suatu ruang-waktu mewah.”

Bedanya lagi, kumpulan cerpen ini seperti sebuah komposisi yang saling melengkapi. Kumpulan cerpen ini merupakan cetak ulang cover baru dengan tambahan beberapa cerpen. Sehingga jika pada buku lawas hanya ada 13 cerpen, maka dalam buku baru ini akan terdiri enam belas cerpen dan dibagi menjadi  tiga bagian; Trilogi Alina, peselancar Agung dan Atas Nama Senja.

Dibuka dengan Trilogi Alina dengan cerpen pertama berjudul ‘Sepotong Senja untuk Pacarku’. Dalam cerpen ini  diceritakan Sukab sengaja mengirimkan sepotong senja—dengan angin, debur ombak, matahari terbenam dan cahaya kemasan—kepada pacarnya, Alina untuk pembuktian cintanya. Karena dia merasa kata-kata sudah tidak lagi ada gunanya. Sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Kalau cinta harus berani berkorban dan berjuang dengan tindakan. (hal. 5)  

Kala itu Sukab tengah di pantai dan tiba-tiba melihat senja dan cahaya gemetar dan dia pun jadi teringat dengan Alina. Lalu dengan cepat memutuskan untuk memotong senja itu dan dikirimkannya. Sayang, dengan cepat warga menyadari kalau senja telah dicuri oleh Sukab.  Pengejaran pun tak terelakkan. Namun dengan usaha keras Sukab mencoba pergi menjauh agar sepotong senja itu bisa dikirim pada kekasihnya.
Dilanjutkan cerpen kedua ‘Jawaban Alina’. (hal. 17) Mengisahkan tentang tanggapan Alina akan usaha keras Sukab yang dengan keberanian memotong senja dan diberikan padanya. Serta kisah panjang di balik sampainya paket itu.   Lalu, tidak ketingalan cerpen ketiga berjudul ‘Tukang Pos dalam Amplop’ cerpen ini juga tidak kalah menarik dengan cerpen-cerpen sebelumnya. Karena di sini, akan terungkap kenapa  paket dari Sukab bisa terlambat datang sampai sepuluh tahun lamanya.
Tidak kalah menarik adalah cerpen berjudul ‘Kunang-Kunang Mandari’ (hal. 67) Perpaduan antara mitos dan keindahan senja. Menjadikan cerpen ini unik dan asyik untuk dibaca. Bagaimana mungkin kunang-kunang itu berasal dari potongan kuku orang-orang Mandarin? Bahkan diternakkan.

Atau kisah ‘Anak-Anak Senja’ (hal. 145) Tentang ketakutan seorang ibu, agar anak-anak kecil  jangan sampai mengikuti  melihat dan mengikuti anak-anak senja. Karena konon jika sudah mengikuti anak akan hilang bersama anak-anak senja. Siapakah anak-anak senja dan apakah hal itu benar adanya?

Cerita- cerita dalam kumpulan cerpen ini  dipaparkan Seno Gumira dengan sangat piawai.  Dari gaya bahasa, plot sampai permaninan endingnya.  Yang lebih membuat cerpen-cerpen ini menarik adalah, pemilihan judul yang menarik juga pembukaan cerpen yang memikat, membuat siapa yang membaca tertarik untuk membaca dan menyelesaikan ceritanya.

Memang dalam urusan menulis cerpen, Seno Gumira sudah tidak lagi diragukan. Banyak tulisanya yang sudah dimuat di media cetak. Sebut saja Kompas, Republika, Media Indonesia, Koran Tempo dan masih banyak lagi. Bahkan untuk Cerpen ‘Sepotong Senja untuk Pacarku’ berkali-kali dimuat ulang dalam berbagai literatur dan diterjemahkan pula dalam  bahas Inggris. Bagi penikmat senja dan surealis, buku ini sangat recomended dibaca.

Dari membaca kumpulan cerpen ini, saya mengambil kesimpulan bahwa cinta kadang memang memabukkan dan membuat hilang akal. Namun bagaimana kita menyikapi agar cinta itu tidak menjadi budak dan menyakiti diri sendiri.


Srobyong, 14 Juli 2016 

Dimuat di Radar Sampit, Minggu 17 Juli 2016 


No comments:

Post a Comment