Wednesday 4 November 2015

[Review] Antara Nama dan Jadi Caleg



Judul               : Namaku Subardjo
Penulis             : Hapsari Hanggarani
Penerbit           : Metamind, Imprint of Tiga Serangkai
cetakan            : 1, Juli 2015
Halaman          :  viii+ 240 halaman
ISBN               : 978-602-72834-0-4

Hanya karena nama tidak moderen, Subardjo alias Jojo diputus pacarnya. Padahal wajah jojo tidak jelek-jelek amat. Malah bisa dibilang dia itu cukup tamban dan royal. Maklum selain sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk mengurusi skripsi, Jojo yang merupakan persilangan orang Brebes dan Sidoarjo ini sudah menjadi bos muda. Yah, dia menekuni bisnis telur asin yang sukses mewarisi usaha dari bapaknya. Tapi tetap saja entah kenapa masalah percintaannya tidak mulus dan selalu tersandung pada nama.

Nah, karena putus cinta itu. tiba-tiba Jojo malah terdampar pada masalah caleg. Entah dapat ilham darimana sehingga dia memutuskan mengikuti saran Rudy anak buahnya untuk nyaleg. Padahal Jojo sama sekali buta dengan masalah politik.

Tapi karena sudah terlanjur kecebur sekalian saja menenggelamkan diri. Jojo yang pada mulanya tidak begitu tertarik membaca kini mau membeli koran. Dan kalau biasanya pasa baca koran lebih suka membaca koran masalah kriminal kini beralih membaca masalah politik. (hal. 74) Untungnya keluarga besar mendukung keinginan Jojo yang nyaleg. Meski ibunya sempat ragu. Karena memang bisa ya, menjadi caleg itu sebagai jaminan masa depan cerah. Tepatnya apakah menjadi caleg bisa mendatangkan uang? Bisa biki kaya? (hal. 99)

Lalu perjuangan pun dimulai untuk mengambil hati warga agar bisa mendukungnya. Meski kebanyakan cara yang dipakai berdasarkan saran Rudy itu tidak bijak. Malah terkesan memanfaatkan kesusahan warga. Ini, kan tidak dibenarkan dalam agama. “Kita menolong orang kan biar dapat pahala, kenapa mengharapkan suara? Salah niat, tahu!” (hal. 161) “Rud, apa nggak ada cara lain untuk menarik simpati orang lain selain memanfaatkan musibah orang lain?” (hal. 197)

Belum lagi banyak hal yang dilihat Jojo ketika kampanye yang sungguh tidak sesuai dengan kata hatinya. Kenapa harus seperti ini dan seperti itu. “Memangnya masyarakat kita terlalu matrealistis hingga harus selalu meminta uang dari pada caleg? Atau si caleg yang kegeeran dikira kalau sudah memberi uang, terus bakalan dipilih?” (hal.207)

Masalah kampanye memang cukup menguras perhatian Jojo, namun keadaan sang ibu yang tiba-tiba berteriak histeris dan kemudian tidak sadarkan diri lebih membuatnya miris. Lalu bagaimana nasib jojo dan ibunya? Kenapa sang ibu malah pingsan. Langsung baca saja deh buku ini.

Novel yang mengangkat tema unik yang jarang diambil. Merupakan hawa segar dan patut dibaca. Mengajari bahwa keberhasilan seseorang itu bukan terletak karena nama, tapi usaha dan kerja keras. Serta bagaimana masalah caleg yang ada di sekitar kita.  Meski ada yang berasa kurang. Karena awalnya menyinggung nama namun tiba-tiba lebih fokus pada masalah caleg. Tapi tetap asyik diikuti.

Kalimat ini sepertinya cocok untuk menyinggung masalah politik “Membuka jaringan politik itu nggak semudah membalikkan tangan.” “... seperti buang mangga. Boleh saja kulitnya berwana hijau, tapi kalau sudah dikupas ternyata isinya berwarna kuning atau oranye. Atau apel, luarnya merah tapi dalamnya berwarna putih. Atau semangka, berkulit hijau ternyata dalamnya merah .... Jadi dunia politik, sesuatu dan orang-orang di dalamnya nggak selalu sama dengan penampakan luar mereka. Boleh saja bajunya hijau, tapi sebenarnya hatinya kuning dan seterusnya ...” (hal. 79-80). Recomenden untuk dibaca.

Srobyong, 4 November 2015.



No comments:

Post a Comment