Saturday 28 July 2018

[Resensi] Mengajarkan Makna Cinta dan Kemanusiaan

Dimuat di Jateng Pos, Minggu 15 Juli 2018


Judul               : Lafaz Cinta
Penulis             : Sinta Yudisia
Penerbit           : Pastel Books
Cetakan           : Pertama, Februari 2018
Tebal               : 340 halaman
ISBN               : 978-602-6716-26-2
Peresensi         : Ratnani Latifah. Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

“Buah yang baik tumbuh di cabang yang baik, cabang yang baik tumbuh di pohon yang baik, pohon yang baik tumbuh dari akar yang baik. Baik awalnya, baik pula akhirnya.” (hal 329).

Apa yang kita tanam itulah nanti yang akan kita petik.Karena Allah membalas sesuai dengan apa yang dilakukan hamba-Nya. Oleh karena itu, ada baiknya kita selalu menanam kebaikan. Semoga dengan begitu, kebaikan pula yang akan kita petik di kemudian hari. Tidak jauh dari masalah cinta, persahabatan, kemanusiaan, moral dan juga peperangan, novel dengan setting Netherland ini, akan membuat kisah jatuh cinta dengan kisahnya.

Menceritakan tentang Seyla—gadis Indonesia yang memilih melanjutkan pendidikan ke kota Groningen, karena terluka.  Seyla terlalu sedih jika harus mengingat pengkhianatan yang telah dilakukan Zen, kekasihnya. Dia sungguh tidak menyangka, laki-laki yang selama ini menjadi kekasihnya, tega menikamnya dari belakang. Dengan alasan demi berbakti kepada orangtua, Zen memutuskan Seyla dan menikah dengan Lila.

Di kota cantik itu-lah, Seyla berusaha menghapus lukanya. Dia ingin melupakan semua dan memulainya dengan hal-hal yang baru. Dia menyibukkan diri dengan perkuliahannya di Rijksuniversiteit Groningen atau lebih terkenal sebagai Academie Gebouw (hal 17), serta menyibukkan diri dengan kerja paruh waktu dan seni. Bersama dua sahabat barunya—Judith dan Barbara, Seyla merasa sedikit terhibur.

Namun pertahanan yang sudah susah payah dia bangun itu, tiba-tiba luruh ketika Pangeran Karl van Veldhuizen—putra makhota kerajaan Belanda muncul. Laki-laki itu berhasil membuat gejolak aneh di hati Seyla. Pangeran seolah memberi perhatian lebih pada Seyla. Mereka pernah menikmati perjalanan manis berdua, juga sering berkirim e-mail untuk saling berdiskusi. Di sinilah masalahnya, Pangeran Karl sudah memiliki tunangan, putri dari Belgia—Putri Constante Martina du Barry (hal 43). Seyla merasa dilema. Di satu sisi dia menikmati kedekatannya dengan pangeran, di sisi lain dia merasa bersalah pada Putri Constante. 

Selain membahas tentang masalah cinta Seyla yang rumit, ada pula pertemuan Seyla dengan muslimah asal Chechnya bernama Saule.  Pertemuannya dengan Saule, membawanya pada pengalaman tidak terduga. Dari Saule dia belajar tentang arti persahabatan, dia belajar bagaimana memaknai cinta, serta bagaimana menjalani hidup dengan tegar. “Jangan sampai membuang-buang waktu dengan menyesali segala yang terjadi di belakang punggungmu.” (hal 111).

Bersama Saule pula, Seyla ikut berperan aktif dalam masalah sosial dan kemanusian. Mereka bahu membahu mengelola lembaga yang memberikan bantuan kepada negara-negara korban peperangan, seperti Chechnya dan Bosnia (hal 269). Di sini dia menyadari bahwa peperangan pada akhirnya hanya akan menimbulkan luka dan kepedihan bagi banyak pihak.

Novel ini sangat membius. Kita akan dibuat penasaran bagaimana akhir kisah cinta Seyla. Apa yang dia lakukan dengan perasaannya? Membiarkannya tumbuh atau menghapusnya. Di sini kita akan dikejutkan dengan ending yang tidak terduga. Menarik dan memikat. Penulis unggul dalam mengeksekusi setting cerita, hingga terasa sangat hidup. Gaya bahasanya pun tidak membosankan dan renyah.

Selama membaca novel ini kita akan menemukan banyak sekali pembelajaran hidup. Misalnya saja tentang saling menghargai perbedaan. Hal ini nyata terjadi melihat hubungan Seyla yang bertemu banyak orang-orang dengan adat dan budaya yang berbeda. Kemudian kita bisa belajar arti cinta yang sesungguhnya.  “Cinta bukan sekadar bicara rasa. Tapi juga bicara tanggung jawab, dan norma.”(hal 226). Tidak ketinggalan, melalui kisah ini, kita belajar hal-hal mendasar soal kemanusiaan—yang terlihat dari sikap Seyla dan teman-temannya aktif membantu korban peperangan, serta menjadi pribadi yang selalu cinta tanah air, selalu sabar dan ikhlas ketika mendapat cobaan.

Ini adalah novel religi apik yang bahasanya tidak menggurui. Beberapa kekurangan yang ada dalam novel ini, tidak mengurangi keseruan cerita juga esensi yang ingin disampaikan penulis.  Dengan cover yang manis, novel ini recomended untuk dibaca.

Srobyong, 5 Mei 2018

No comments:

Post a Comment