Thursday 22 June 2017

[Resensi] Meraih Kemurnian Hati di Bulan Suci

Dimuat di Koran Jakarta, Senin 29 Mei 2017 


Judul               : Purification of the Heart; Tanda, Gejala dan Obat Penyakit Hati
Penulis             : Hamzah  Yusuf
Penerjemah      : Haris Priyatna
Penerbit           : Mizan
Cetakan           : Pertama, Februari 2017
Tebal               : 320 halaman
ISBN               : 978-979-433-975-6
Resensi            : Ratnani Latifah. Alumna Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.

Hati  merupakan asal muasal yang membawa pengaruh besar dalam kehidupan.  Rasulullah saw. menyebut hati sebagai wadah penyimpanan pengetahuan dan tempat yang peka terhadap perbuatan raga (hal 17). Hal ini bisa dilihat dari kenyataan saat ini, ketika berbagai kejahatan amoral terjadi; seperti pembunuhan, pencurian, korupsi, pemerkosaan dan sebagainya.

Jika ditilik lebih jelas, hal itu  pada dasarnya bersumber dari hati yang kotor—memiliki penyakit.  Ketika hati kotor, maka kecenderungan pemilik hati adalah melakukan tindak kejahatan.  Oleh karena itu, betapa pentingnya kita mengobati hati agar tidak terjebak pada jalan yang salah. Apalagi di bulan yang suci ini, bulan penuh khikmah untuk memperbaiki diri.

Buku karya Hamzah Yusuf ini akan menjadi jembatan dalam usaha meraih ketenteraman hati di bulan suci ini.  Dalam buku yang diambil dari terjemahan kitab Mathharat Al-Qulub karya Imam Al-Mawalud ini memaparkan tentang tanda-tanda penyakit hati dan cara memurnikan atau  penyembuhannya.

Penyakit pertama yang dibahas adalah kikir. Ini berkaitan dengan syariah (hukum suci), yaitu hak yang wajib ditunaikan kepada Allah kepada ciptaan-Nya. Seperti kewajiban mengeluarkan zakat di bulan ramadhan atau bersedekah kepada orang yang membutuhkan. Sifat kikir dalam bentuk tidak memberi zakat adalah dilarang. Hal ini berlaku juga dalam hal kewajiban menghidupi istri dan anak. Bahkan jika suami-istri bercerai, sang suami harus membayar tunjangan bagi anaknya.

Imam Ali r.a berkata, “Orang yang terburuk adalah si kikir. Di dunia ini, dia tidak bisa menikmati kekayaannya sendiri, dan diakhirat, dia dihukum.” Cara pengobatannya adalah dengan kesadaran diri akan kerugian dan sikap kikir itu sendiri—menyadari bahwa mereka yang mencapai kekayaan itu memerlukan waktu lama dalam meraihnya. Padahal waktu pun berjalan dengan cepat. Dan kematian sewaktu-waktu akan datang menjemput. Pastinya sangat rugi setelah berjuang keras namun tidak bisa menikmatinya sendiri karena sifat kikir (hal 45).

Kedua, serakah. Yaitu sifat berlebih-lebihan dan keangkuhan. Salah satu tanda kondisi itu adalah mudahnya berhutang dan hidup puas dengan itu. Meski sadar perbutan tersebut akan menjatuhkan diri sendiri—terperangkap dalam utang, orang-orang serakah tidak peduli. Yang terpenting adalah bisa mencapai standar hidup materiel tertentu.

Dan cara pengobatannya adalah sengaja berlapar-diri. Rasa lapar bisa diperoleh dengan melakukan puasa atau mengurangi makan. Mengingat dalam aspek pengobatan tradisional, bahwa terlalu banyak makan akan merugikan hati dan bahkan bisa membunuhnya juga mengakibatkan keras hati (hal 47). Di lain sisi puasa juga membantu menjaga hati agar selalu mensyukuri nikmat Allah.

Ketiga, zalim. Sebuah perbuatan yang ingin menyakiti orang lain tanpa alasan yang benar. Sikap ini harus benar-benar dihindari. Karena sikap ini pada akhirnya hanya akan merugikan diri sendiri. Contoh paling nyata dalam hal yang mendorong orang berlaku zalim adalah “cinta kedudukan”. Orang yang cinta kedudukan bersedia melakukan apa saja—bahkan jika itu menyakiti orang lain demi meraih harapannya.  Padahal sikap itu hanya akan membuatnya bepaling dari Allah.  

Oleh karena itu, sikap zalim ini harus segera diobati. Caranya yaitu dengan mengingat kematian.  Dengan mengingat kematian kita akan tahu, bahwa sebesar apa pun kedudukan yang kita miliki, pada akhirnya kedudukan itu tidak akan dibawa mati.

Selanjutnya adalah Dengki. Di mana oleh sebagiaan ulama menganggap penyakit ini sebagai akar dari semua penyakit (hal 65).  Rasulullah saw. mengatakan bahwa, “Iri hati (dengki) memakan perbuatan baik seperti api memakan kayu kering”. Yang artinya perbuatan baik yang pernah kita lakukan bisa hancur seketika karena kita memiliki sikap dengki.

Agar terhindari dari sikap dengki kita harus melawan hawa nafsu sendiri dari sifat tersebut. Karena mengikuti hawa nafsu akan membuat kita jauh dari kebenaran. Tidak ketinggalan usala lain yang perlu dilakukan adalah memupuk rasa takwa agar tidak terjatuh pada sikap dengki.

Selain apa yang sudah dipaparkan masih banyak pembahasan lain tentang penyakit-penyakit hati yang termaktub dalam buku ini. Seperti ujub, menipu, amarah, dendam, lalai, sombong, dan lain-lain. Buku ini sangat patut dibaca dan diamalkan. Membuka pintu kebaikan untuk menjadi jalan dalam mensucikan hati di bulan suci penuh berkah.

Srobyong, 27 Mei 2017

No comments:

Post a Comment