Wednesday 14 June 2017

[Cerita Anak] Kejujuran Sari

Dimuat di Klasika Kompas [Nusantara Bertutur] Minggu 21 Mei 2017 


Kazuhana El Ratna Mida

            “Assalamu’alaikum .... Sari berangkat dulu, Bu.” Sari pamit sambil mencium kedua tangan ibunya.

            “Wa’alaikum salam. Hati-hati di jalan, Sayang.” pesan ibunya.

Hari ini Sari mendapat jatah piket kelas. Karena itu, dia berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Saat ini Sari   duduk di bangku kelas empat di SDN 1 Mutiara, Jepara.  

            “Wah ... ternyata belum ada yang datang.” Sari meletakkan tasnya. Kelasnya masih sepi.

            “Baiklah sambil menunggu, aku mulai menyapu kelas saja.” Sari lalu mengambil sapu dan mulai menyapu.

            Saat sedang asyik menyapu, Sari terpaku melihat selembar uang di depannya. Sari pun segera memungutnya.

            “Lho, bukankah ini uang 100.000?” Sari  tampak kaget.

            “Tapi kira-kira ini uang siapa, ya?” Sari bertanya-tanya.

Saat masih serius memerhatikan uang itu,  tiba-tiba Sari mendengar suara Karin.

“Uang siapa Sar?  Banyak sekali?” tanya Kinan yang baru sampai.

 “Eh ... Kinan. Ini tadi aku menemukannya di kelas saat menyapu.” Jelas Sari apa adanya.

“Asyik dong, Sar. Bisa dibuat  jajan atau beli apa yang kamu suka.” Karin terlihat semangat.

“Tapi, kan ini bukan uangku, Rin.” Sari bingung.

“Tapi kan, kamu yang menemukannya, jadi uang itu jadi miliki kamu dong, Sar.” Karin meyakinkan Sari.

            “Masak seperti itu ...? Aku tidak yakin, Rin. Ya sudah, deh  nanti aku tanya sama Bu Luluk saja.” Sari akhirnya memutuskan. Dia melanjutkan menyapu lantai kelasnya.

            “Kenapa kamu harus lapor, Sar?” tanya Karin  bingung.

            “Bukankah lebih baik  uang itu kamu pakai sendiri? Kan tidak ada yang melihat kalau kamu menemukan uang itu. Lumayan buat jajan.” Karin berkata lagi.

            “Tidak, ah.” Sari menggelengkan kepala. Dia lalu memasukkan uang itu di saku bajunya.

            “Allah itu maha melihat, Rin. Aku takut. Ini, kan bukan uangku. Barangkali ada yang sedang sedih mencari uang ini.” Sari menjelaskan alasannya.

            “Itu, kan salah mereka yang teledor. Kalau aku jadi kamu pasti uangnya aku pakai sendiri.” Karin merasa tidak peduli.

            “Sudah ah, kita bahasa uangnya nanti lagi. Lebih baik kita selesaikan tugas piket ini sebelum kelas masuk.” Sari mengingatkan tugas mereka.

            “Eh, iya, sampai lupa.” Karin nyengir. Mereka pun bekerja bersama-sama dengan senang hati. 

            “Akhirnya selesai juga.” Sari dan Karin mengucapkannya bersama-sama.

            “Kalau begitu, aku ke kantor dulu, ya. Mau menyerahkan uang ini.” Sari meninggalkan Karin.
           
           Di kantor, setelah menyerahkan uang itu pada Bu Mita. Sari baru tahu kalau uang itu adalah miliki Pak Slamet, guru agama Sari.
            

          “Terima kasih, Sari. Kamu telah menolong Bapak. Uang ini sangat Bapak butuhkan untuk membeli obat bagi istri Bapak yang sedang sakit di rumah. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu yaa, Sari!” ungkap Pak Slamet yang tampak. Lega uangnya ditemukan.

         “Iya sama-sama, Bapak,” jawab Sari. Dalam hatinya, ia merasa bahagia karena dengan kejujurannya ia bisa membantu Pak Slamet, gurunya yang sedang kesulitan. Sari juga merasa bangga karena ia tak tergoda untuk memiliki uang yang bukan haknya seperti yang disarankan Karin. Sari selalu ingat pesan kedua orangtuanya bahwa kejujuran adalah pangkal dari kepercayaan. Orang jujur selalu disayang Tuhan YME.

Srobyong, 29 April 2017

3 comments: