Friday 6 March 2015

[Fan Fiction] My Love








Fan Ficton


Genre : Romance

Cats : Monkey D Luffi, Nami,

Figuran : Nojiko, Boa Hanchok

Cerita ini hanya fiktif belaka jika ada nama tokoh dan lokasi yang sama itu hanyalah kebetulan semata.

Enjoy Reading. Mungkin seritanya aneh bin ajaib ^_^

Judul : My Love

Oleh : Kazuhana El Ratna Mida

Dia sudah berbeda dari pertama kali kami berjumpa. Dia sudah tumbuh menjadi sosok yang luar biasa. Ya, tanpa aku sadari ternyata hanya dia yang ada di pelupuk mata. Hanya dia dan dia. Merongrong membunuh hati ini dengan sempurna. Aku terpaku, tak bisa berpaling hingga sesak di dada terasa membunuh.

Sungguh aku tak tahu bagaimana semua ini dimulai. Rasa yang menjalar dalam diri berkembang cepat layaknya parasit yang kelaparan menjari inang untuk ditempati.

Ya,  dia mau menerimaku. Memegang pundak dan berkata, “Semangatlah, kau bisa.”

Padahal berkali-kali aku membohonginya, meninggalkan dia tanpa kata pamit malah membawa hartanya. Aih, betapa jahatnya aku ini.

Tapi, dia tetap mengulurkan tangan menerimaku dengan suka cita. “Domo arigatou,” ucapku lirih.

Kutatap langit malam yang untuk kesekian kalinya. dia tak pernah muncul kembali setelah kepergiannya. Doko ni imasuka? Kamu di mana?

~*~

“Kau baik-baik saja?” Nojiko--kakakkudi menatap penuh selidik dan kekhawatiran.

Ya, beberapa bulan ini aku selalu murung dan lebih suka mengurung diri. Atau kalupun keluar aku hanya duduk di atas balkon rumah. Menatap bintang sambil berharap cemas menunggu kalau-kalau kau  pulang.

Kau bilang kota Orange juga kampung halaman untuk dikunjungi sewaktu-waktu.

“Tadaima—aku pulang!”

Segera aku berlari dengan tergesa menyambutmu dengan suka cita, memelukku  dengan mesrah.

“Kau kenapa lama sekali?” tanyaku dengan manja.

“Kau merindukanku ya?” Kau menjetikk hidungku.

“Ya, tentu saja. Sudah beberapa bulan kau tak datang,” protesku padamu sambil menunduk malu.

Segera tanpa banyak kata kau langsung mendekapku. Membenamkanku pada tubuh kekarmu.

Wangi tubuhmu langsung menyergap hidungku, detak jantungmu pun bisa kudengar ketika aku dalam dekapmu.

Namun ketika aku membuka mata semua hanya fatamorgana. Aku pun menangis sejadi-jadinya, menahan sedih dan rindu yang tak bertepi.


~*~

“Hei! Apa yang kau lakukan!” Luffi mendekap tanpa permisi membuatku protes seketika.

“Ikutlah denganku.”

“Tidak mau. Aku mau tinggal di sini dengan kakak dan ibu.”

“Ayolah. Kau harus ikut.” Luffi menarik tangaku dengan paksa.

“Aku bilang tidak mau!” Aku menantang menatap Luffi dengan tajam.

“Dasar, kau masih marah?”

Aku membuang muka. Entah bagaimana perasaanku saat ini. Aku marah, benci dan sedih. Semua bercampur menjadi satu tanpa bisa aku kendalikan hingga memutuskan  pulang tak lagi berlayar.

Kejadian hari itu. ah, aku malas untuk mengingatnya.

“Kau tak percaya padaku?” tiba-tiba Luffi mendekapku dari belakang.

“Bukan begitu, Luffi. Aku ...,” ucapku tercekat.

“Ya, kalau begitu ayo kita berangkat” Luffi langsung menarik tanganku.

“Percayalah padaku.” Luffi mendongkakkan wajahku yang menunduku. Lalu perlahan dia mulai menciumku dengan berapi-api. Ya, dia mungkin sangat merindukanku setelah menghilang dari kepal berhari-hari.

“Kau harus menemaniku,” bisik Luffi ditelingaku.

Aku belum bisa memutuskan saat ini. Aku masih bingung dan juga gamang. Akhirnya aku memutuskan jalan-jalan sebentar ke pantai untuk menikmati deburan ombak malam melepaskan segala penat yang membelenggu.


Kilasan masa lalu tentang aku dan Luffi, kini tumpang tindih tak terbendung lagi.

~*~

“Nami, ikutlah denganku.”

“Apa?”

“Kita berlayar bersama menjadi bajak laut.”

“Tidak!”

“Ayolah! Bukankah kau memiliki cita-cita menggambar peta dunia?”

Nami terdiam menatap cowok aneh yang selalu membuntutinya sedari kemarin. Dia tak lelah membujuk Nami untuk ikut berlayar dan berpetualang.

“Em ... baiklah. Aku mau,” putus Nami akhirnya.

Lalu petualangan mereka pun dimulai, ada suka juga duka yang mereka lewati. Kadang mereka akur atau saling mencela. Suka bercanda bersama layaknya keluarga.

Luffi juga selalu melindunginya. Dia yang paling khawatir ketika dia jatuh sakit.

Ya, Nami masih ingat jelas, ketika Luffi membawanya untuk menemui dokter agar bisa merawat dan menyembuhkannya.

Dia berusaha sangat keras.

            Lalu tanpa Nami sadari rasa itu muncul dengan sendirinya. Dia merasa nyaman jika berada didekat Luffi. Jantungnya berdetak kencang ketika bertatap muka dengan Luffi. Atau kadang merasa kesal ketika Luffi dengan dengan wanita lain.

            Perasaan itu berkembang dengan sendirinya. Nami tak bisa mengontrol karena selalu bersama Luffi setiap hari.

            Hal yang paling memalukan adalah ketika dia mencuri ciuman Luffi yang sedang tertidur pulas di sisinya ketika selesai pesta pora.

            Nami tak bisa mengendalikan diri. Melihat wajah seseorang yang selalu menemani mimpi-mimpinya.

            “Maaf, sekali saja,” lirih Nami. Dia manatap lama Luffi. Dengan seganap keberanian dia mendekatkan wajahnya pada Luffi. Jantungnya berdetak tak karuan. Dia menutup mata tak mengira akan melakukan hal gila ini.

            “Nami!”

            Siapa sangka Luffi terbangun ketika Nami sudah semakin dekat menyetuh wajah Luffi. Dia gugup merasa malu sekali.

            Segera dia ingin menarik wajahnya segera berlari, namun sebelum sempat dia melakukannya, Luffi sudah lebih dulu menarik tubuhnya mendekap dan memberinya ciuman hangat padanya berkali-kali.

            ~*~

            “Aku menyukaimu, Nami,” ucap Luffi sambil memeluk Nami dari belakaang.

            Nami segera memutar tubuhnya menatap mata Luffi mencari kebenaran yang terpancar di sana.

            “Benarkah?” Nami sungguh bahagia.

            Dia langsung memeluk Luffi saking senangnya. Lalu menghadiahkan ciuman hangat pada Luffi.

            Luffi pun menerimanya dengan senang hati dan membalas ciuman itu berkali-kali. Ya, diam-diam dia sudah lama menantikan hari ini.

            Sudah sejak dulu dia memiliki rasa pada Nami.

            Dia ingin Nami selalu ada memerhatikannya dan menemaninya dalam setiap langkah mengarungi samudera.


~*~
            Aku menyukainya sejak kala jumpa pertama. Ketika melihatnya menangis karena dijadikan budak Arlong. Entah kenapa aku tak tahan dan langsung memutuskan untuk membantunya. Aku ingin melindunginya.

            Lalu aku mengajaknya berlayar bersama. Meski dia terus menolak dan pergi menghindar, aku tetap bersikukuh.

            Siang dan malam akau mencoba mengetuk hatinya agar mau ikut bersamaku. Dia ternyata sama keras kepalanya denganku. Kami selalu bertengkar dan adu mulut. Kadang saling pukul karena mempertahan ego masing-masing.

            Aku ingin dia ikut, dan dia tidak mau.

            “Berhentilah mengajakku. Aku mau di kota Orange” jeritnya padaku.

            “Hai, kau akan menyesal ketika tak ikut denganku.”

            “Benarkah?”

            “Ya, tentu saja banyak petualangan dan harta yang kita dapat nanti. Kau juga bisa menggambar petamu sendiri.”

            Kulihat matanya langsung berbinar mendengar tentang menggambar peta. Lalu dia mengangguk setuju begitu saja dan bilang akan ikut denganku.

            Aku tersenyum menang.

~*~
            Kenapa aku lari? Kenapa aku tak ingin kembali? Ya, semua karena hadirnya satu nama yang membuatku kesal tiada tara. Dia selalu mengambil kesempatan berduaan dengan Luffi ketika ada pertemuan para bajak laut di dunia.

            Aku benci, tak hanya itu dia berani mencium Luffi di depan mataku. Aku sakit dan rendah diri.

            Ya, dia sangat cantik. Memiliki postur tubuh ideal dan banyak digemari kaum lelaki. Dia sempurna. Selain itu dia kuat. Tak seperti aku yang lemah dan harus berdiri di belang Luffi setiap saat.

            Ya, karena itu aku pergi. Aku ingin melupakan semua meski kutahu pasti sangat sulit untuk melakukannya.

            Boa Hanchok dia sangat menyukai Luffi hingga ingin menyingkirkanku dari muka bumi.

~*~

Tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang. Dia membuyaran segala memori yang bergelantungan di kepala.

 “Kau, akan ikut kembali, kan?”

“Aku tidak bisa, maafkan aku Luffi.”

“Baiklah kalau itu pilihanmu.”

Luffi meninggalkan aku sendiri di tepi pantai. Dia pasti kecewa bahkan sangat marah padaku.

Maaf, sungguh. Mungkin ini adalah jalan terbaik yang harus kita lalui.

Setelah hari itu aku tak pernah melihat Luffi lagi. Dia telah kembali berlayar dan meninggalkan aku sendiri.

Sedang aku dirundung pilu, serta sesal yang tak kunjung sembuh.

~*~

“Sudahlah, Nami. Bukankah dulu itu keputusanmu?” Nojiko menghiburku.

“Aku sangat menyesal, Kak. Aku sangat merindukannya sekarang.” Aku menangis sesenggukan.

Berbulan-bulan kami tak saling sapa, tapi rasaku bukannya mati malah tambah membuncah. Aku rindu padanya.

“Kalau kau sangat menyukainya, kenapa dulu kau tak memilih tetap di sisinya?”

“Aku rendah diri, Kak. Aku merasa tak pantas bersanding dengan raja baja laut yang hebat. Luffi ...,” ucapku terhenti.

“Dasar, kau ini. Sudah semua akan baik-baik saja.” Nojiko memelukku memberi semangat.

“Baiklah, karena sekarang kamu sudah bisa tersenyum. Aku mau pergi dulu. Ada hal yang harus aku urus.” Nojiko dengan cepat sudah hilang dari balik pandanganku.

Kembali aku berbincang dengan para bintang. Menyampaikan risalah hati yang sedang merindu. Rindu sosok yang mungkin telah melupakanku.

“Ya, kau pasti telah melupakanku. Benarkan Luffi?” tanyaku pada bintang di langit.

“Siapa bilang? Aku tak pernah melupakanmu, Nami.”

Aku terperanjat, kubalikkan badan dan kulihat Luffi sudah ada di hadapanku. Mungkinkah aku mimpi?  Aku masih tak percaya.

“Kau tidak bermimpi,” bisik Luffi.

Dia memelukkuerat di bawah sinar bintang yang menjadi saksi.

Saksi dua hati yang akhirnya saling berikrar janji untuk saling mencinta, hidup dalam bingkai kasih dalam pernikahan yang diberkahi.

“Luffi, ma ...,” belum sempat aku melanjutkan ucapankku. Dia sudah melumat bibirku. Kami pun bersatu di malam indah menikmati kehangatan dalam tidur panjang.


---The End---

Srobyong, 8 Februari 2015.

No comments:

Post a Comment