Monday 6 March 2017

[Cerma] Cukup Lima Menit

Dimuat di Analisa Medan, Minggu 19 Februari 2017

Ratnani Latifah
            Chika paling tidak mengerti dengan jalan pikiran Dania—sahabatnya. Gadis itu selalu saja aneh dengan segala pilihannya yang digemari. Masak iya seorang cewek ikut klub pecinta alam, untuk kegiatan ekstrakurikuler. Ich! Nggak banget. Terkesan tomboi. Lebih baik ikut klub drama atau cheerleders saja. Bisa melihat cowok-cowok cakep di lapangan basket.  Pasti seru!
“Loe yakin mau gabung di sana, Dan?” Chika bertanya memastikan, sebelum mereka sampai di base camp klub pencinta alam.
“Iyalah. Seru lagi, Chik. Gue daftarin sekalian, ya?”
“Ogah, gue nggak suka kegiatan itu. Melelahkan, dan menguras keringat juga.” Chika menggeleng dengan cepat.
“Kenapa, Chik? Seru lho!”
“Seru menurut Loe. Gue nggak!” Chika berucap tegas. Tangannya bersedekap.
Masih banyak rencana yang ingin Chika lakukan ketika sudah memakai seragam putih abu-abu ini. Kata orang-orang, masa SMA itu paling menyenangkan—masa pencarin jati diri gitu. Dan salah satu rencana yang ingin dia wujudkan adalah mencari gebetan buat dijadikan pacar—tepatnya mencari cinta pertamanya di SMA  Pelita Jaya ini—kakak kelasnya dulu di SMP. Karena katanya cowok melankolis  itu melanjutkan sekolah di sini—itu berita yang dia dengar dari para penggemar cowok itu.   Tapi tentu saja selain itu Chika juga ingin mengukir prestasi.  Dia harus mengisi otak dengan nutrisi yang baik agar bisa membanggkan bumi pertiwi.  Bagaimana pun dia adalah penerus bangsa yang harus melawan kebodohan.
Jadi, masa putih abu-abu ini harus dimanfaatkan dan dinikmati dengan santai, bukan malah menantang diri dengan ikut klub seperti itu. Klub pecinta alam terkenal dengan kegiatan yang membahayakan, seperti :  Hiking, Caving, Rock Climbing, dan Rafting. Chika masih waras, untuk menolak.
“Tapi, dulu, kakak loe masuk klub pecinta alam, ‘kan?” Dania masih mencoba membujuk. Kalau Chika mau gabung, paling tidak dia sudah punya kenalan.
“Itu Kak Arhan, bukan gue.” Chika memonyongkan bibirnya.
Sebel juga sedari tadi Dania membujuk terus. Padahal dia tak memaksa Dania ikut klub drama yang dia incar.
“Hehhe, iya, iya.” Dania tersenyum. Tak enak hati juga dia, mengompori Chika yang memang tak suka.  Lagipula Dania juga tahu, misi Chika dan kenapa sahabatnya itu ngotot memilih drama sebagai kegiatan ekstrakulikulernya.
“Tapi, loe yakin Chik, dia masuk klub drama. Gimana kalau dia malah ngambil klub pencint alam.” Tiba-tiba terbesit pikiran itu di kepala Dania.
“Nggak mungkinlah. Aku tahu kok, dia itu  bakal masuk klub drama. Dia kan suka menulis naskah buat pementasan drama. Beberapa kali juga dia main drama.”
“Iya juga sih,” Dania membenarkan. Dulu memang begitu tapi ... seseorang bisa berubahkan?  Dania membatin sambil terus berjalan beriringan dengan Chika.
“Kita sudah sampai.” Dania berbinar, dia menunjuk base camp yang ada di depannya.
“Ikut masuk, Yuk!” Dania menarik tangan Chika.
Chika menurut saja, mereka pun memasuki base camp bersama. Dania segera mendaftarkan diri. sedang Chika menunggu sambil duduk santai di ruang yang disediakan.  Matanya dengan liar memerhatikan base camp sederhana dengan pemandangaan yang memanjakan mata, yang sontak membuat Chika salah tingkah. Mungkin dia salah lihat? Tapi itu tidak mungkin. Matanya masih normal banget. Chika menggigit bibir.

“Anak baru?” seseorang mengagetkan Chika yang tengah blingsatan.
“Eh, iya, Kak.” Chika agak gugup disapa kakak kelasnya.
“Mau daftar jadi anggota?”
“Enggak, Kak. Cuma nganterin teman,” ucap Chika menjelaskan dengan agak menunduk.
Eh, seru, loh! Banyak pengalaman berharga yang bakal kita dapet."
“Kenalkan aku Fabian. Salah satu anggota klub pecinta alam.” Cowok itu mengulurkan tangannya. Dari tadi ngobrol, masak tidak kenalan sekalian. Pikir cowok itu. 
“Dan ini ketua klub pecinta alam, Arga. ” Tak lupa Fabian mengenalkan sosok yang berdiri di sampingnya.
Chika menyambutnya dengan suka cita, senyumnya mengembang serta dada yang naik turun tidak karuan.  “Chika.”  
“Maaf, kalau tadi promosi. Kalau nggak suka, tidak mendaftar juga tidak apa-apa.” Chika mengangguk dan  tersenyum dalam hati.  Sedang Fabian dan Arga pamit untuk menemui teman-temannya. Chika segera bangkit, dia menyusul Dania yang masih mengisi formulir pendaftaran. Dengan cepat Chika ikut menulis.
“Kok? Katanya nggak mau?” Dania bingung.
Chika menunjuk  sesuatu yang membuat Dania ikut terperangah.  Pantaslah Lima menit cukup membuat sahabatnya  merubah sesuatu yang tak terduga. Dan cukup lima menit pula dada Chika serasa ditampar, ketika keluar dari base camp dia melihat kenyataan Arga—cinta pertamanya sudah memili gandengan.  Sayangnya formulir pendaftaran klub pecinta alam  sudah tidak bisa dibatalkan.
--The End--
Srobyong, 9 Maret 2015


No comments:

Post a Comment